Larangan Istijmar (Peper) dengan Kotoran Hewan atau Tulang
Matan Hadis
Dari Salman radhiyallahu anhu yang mengatakan bahwa kaum musyrikin bertanya kepada para sahabat:
“Sungguh, aku melihat sahabat kalian (Nabi Muhammad ﷺ) mengajari kalian hingga mengajari kalian tentang Al-Hiraa-ah (Adab Buang Hajat).”
Kemudian beliau berkata:
“Benar. Beliau melarang kami dari beristinja (cebok) dengan tangan kanan, atau menghadap kiblat. Beliau juga melarang kami dari memakai kotoran dan tulang. Beliau juga bersabda, ‘Jangan sampai salah seorang dari kalian beristinja dengan batu kurang dari tiga.”
Takhirj Hadis
Hadis dengan redaksi ini diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Sahih Muslim nomor 262.
Judul Hadis
Imam Muslim rahimahullah memasukkan hadis ini ke dalam bab Taharah dengan judul “Wewangian.”
Syaikh Wahid Abdussalam Bali, di dalam Sahih Adab Islamiyah, memasukkan hadis ini ke dalam bab Adab Buang Hajat dengan sub-judul “Larangan Istijmar (peper) dengan Kotoran Hewan atau Tulang.”
Hikmah Hadis
Menjelaskan hadis ini, Syaikh Wahid Abdussalam Bali berkata:
Sebab dilarangnya istinja dengan kotoran hewan dan tulang karena keduanya merupakan makanannya jin.
Imam Muslim meriwayatkan dari Alqamah yang berkata, “Saya pernah bertanya kepada Ibnu Mas’ud, ‘Apakah Anda salah satu dari tuan-tuan Sahabat Nabi ini pernah bersama Rasulullah di Malam Jin?’ Kemudian beliau berkata:
“Tidak. Tetapi kami pernah bersama Rasulullah pada suatu malam, lalu kami kehilangan beliau. Kami pun mencari beliau di lembah dan lereng.”
Kami (Alqamah dan yg lainnya), “(Mungkin) jin telah membawa beliau terbang, atau membunuh beliau secara sembunyi-sembunyi.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Kami pun bermalam pada suatu malam terburuk yang pernah dialami oleh suatu kaum. Hingga pada pagi harinya tiba-tiba beliau datang dari arah Gua Hira.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Kami berkata, ‘Ya Rasulullah. Sungguh kami telah kehilangan Anda. Kami juga mencari-cari Anda, tetapi kami tidak menemukan Anda. Maka kami pun bermalam pada suatu malam terburuk yang pernah dialami suatu kaum.”
Kemudian Rasulullah ﷺbersabda:
“Telah datang kepadaku seorang dai dari kalangan jin. Aku pun pergi bersamanya, lalu aku bacakan kepada mereka al-Quran.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Beliau ﷺ pun pergi bersama kami. Lalu kami melihat jejak mereka (kalangan jin yang ngaji bersama Nabi ﷺ) dan bekas api unggun mereka.”
“Mereka (kalangan jin) meminta bekal kepada beliau ﷺ.”
Rasulullah ﷺ pun bersabda:
“Makanlah tulang yang disebut Asma Allah padanya (ketika di sembelih), akan kalian dapati di tangan kalian tulang itu menjadi daging yang banyak.”
*Catatan:
“Sebagian ulama mengatakan bahwa apa yang disebutkan Nabi ini adalah untuk jin mukmin. Ada pun makanan untuk selain jin mukmin, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang lain adalah segala sesuatu yang tidak disebutkan nama Allah padanya,” (Syarah Nawawi ala Muslim).
Kemudian beliau ﷺmelanjutkan sabdanya:
“Setiap kotoran hewan adalah makanan bagi hewan tunggangan kalian (bangsa jin).”
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Maka janganlah kalian (wahai para sahabat dari golongan manusia) beristinja dengan keduanya, karena dua benda tersebut (kotoran hewan dan tulang binatang yang disembelih dengan menyebut nama Allah) adalah makanan bagi saudara kalian (dari golongan jin),” (Sahih Muslim: 450 dalam Kitab Salat dengan judul: “Mengeraskan bacaan dalam salat subuh dan membaca untuk jin).
*Catatan:
Pemberian judul ini karena di bab ini Imam Muslim meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu yang berkisah tentang hadis Pasar Ukazh, di mana di situ sahabat Ibnu Abbas berkata:
“Beliau salat fajar bersama para sahabatnya. Ketika itu para jin mendengar bacaan Quran dan menyimaknya. Lalu golongan jin itu berkata, ‘Inilah yang menghalangi kami dari mendengar berita langit,” (Sahih Muslim: 449).
Sukoharjo, 18 Agustus 2021
Sambil mengenang tragedi dihapusnya tujuh kata dari sila pertama Piagam Jakarta.