Adab

Hadis Sunnah Siwak setiap Wudhu dan Shalat

 Pembaca yang semoga dirahmati Allah ta’ala, tahukah Anda bahwa Rasulullah hampir saja mewajibkan kita untuk bersiwak setiap kali hendak wudhu, dan berwudhu setiap kali hendak shalat. Bayangkan kalau jadi diwajibkan, saban dua rekaat tarawih selesai kita harus berwudhu, dan terlebih dahulu bersiwak. Bagaimana penjelasannya? Teruskan membaca. Bismillah.

Matan Hadis

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu beliau mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ بِوُضُوءٍ أَوْ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ سِوَاكٌ وَلَأَخَّرْتُ عِشَاءَ الْآخِرَةِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ

“Sekiranya tidak memberatkan umatku,[i]niscaya aku perintahkan mereka[ii]untuk berwudhu[iii]setiap kali hendak salat,[iv]atau bersiwak setiap kali hendak wudhu,[v]dan juga akan aku perintahkan untuk mengakhirkan salat isya hingga sepertiga malam,”[vi](Musnad Ahmad: 7513).

Hikmah Hadis

Imam Asy-Syafii Rahimahullah di dalam Al-Umm berkata, “Di (hadis) ini terdapat dalil bahwa siwak tidak wajib, tetapi seseorang boleh memilih (ihtiyarah). Disunahkan untuk bersiwak di semua kondisi, apalagi ketika terjadi perubahan pada aroma mulut, ketika bangun tidur, ketika diam, setelah makan atau minum sesuatu yang bisa mengubah aroma mulut, ketika berselawat. Siapa saja yang meninggalkannya kemudian melakukan salat, maka dia tidak perlu mengulanginya dan tidak wajib baginya untuk wudhu kembali (apabila salat tanpa siwak).”

Tertulis di dalam Kifayatul Ahyar, “Siwak itu ditekankan ketika berdiri menuju salat, meskipun tidak terjadi perubahan bau mulut. Tidak ada perbedaan (tentang anjuran bersiwak ketika hendak salat) antara salat fardhu dan salat sunah, bahkan untuk salat yang hanya ada satu salam, seperti duha, tarawih, tahajud, dia disunahkan (mustahab) untuk bersiwak setiap dua rekaat. Pun demikian dengan salat jenazah dan tawaf. Tidak ada perbedaan antara salat dengan wudhu atau dengan tayamum. Bahkan orang yang sekedar berwudhu dan tidak salat, dia juga disunahkan untuk bersiwak.”

Menjelaskan hadis ini, Syaikh Faisal Alu Mubarak berkata, “Siwak hukumnya sunah berdasarkan ijma. Ia disyariatkan untuk diamalkan setiap waktu, lebih-lebih ketika hendak salat, wudhu, membaca Quran, bangun dari tidur, dan ketika bau mulut berubah,” (Tathriz Riyadhus Shalihin).

BACA JUGA:  Barang siapa Salat Subuh, Dia akan Dijamin oleh Allah

Syaikh Abdullah Al-Basam di dalam Taisiril Alam Syarah Umdatul Ahkam berkata, “Hadis ini menunjukkan tentang disukainya bersiwak serta fadilah atau keutamaannya, yang saking besarnya keutamaan tersebut, pahala bersiwak hampir mencapai derajat besarnya pahala seperti melakukan amal wajib.”

Di dalam Tawadhihul Ahkam, Syaikh Abdullah Al-Basam mengatakan bahwa di dalam hadis ini:

1. Terdapat penekanan tentang sunahnya bersiwak ketika hendak berwudhu, dan pahalanya hampir mencapai besarnya pahala amalan wajib

2. Siwak ketika akan wudhu dan juga ketika akan melakukan ibadah lainnya, ini hukumnya bukan wajib. Nabi tidak mewajibkannya kepada umat beliau karena khawatir akan memberatkan umatnya

3. Yang menghalangi Rasulullah untuk mewajibkan siwak adalah beliau khawatir bahwa hal itu nanti tidak bisa dilaksanakan dengan baik, sehingga justru akan menimbulkan dosa

4. Dari hadis ini bisa diambil rumus, “Beban yang berat akan menarik kemudahan.” Dalam konteks ini, timbulnya rasa berat (dengan diwajibkannya siwak ketika akan wudhu) menjadi sebab dihapusnya kewajiban tersebut

5. Banyak ibadah yang ditinggalkan oleh Rasulullah bersama umatnya atau beliau tidak memerintahkannya karena khawatir akan diwajibkan oleh Allah , hal ini terjadi pada salat tarawih berjamaah di malam Ramadan, siwak, mengakhirkan salat isya hingga waktu pelaksanaannya yang terbaik. Semua ini merupakan bentuk kasih sayang beliau kepada umatnya, serta kekhawatiran akan kemampuan mereka

6. Kemudahan syariat Islam serta toleransinya dalam menyikapi kelemahan manusia (Lihat QS An-Nisa: 28 dan Al-Hajj: 78)

7. Dari hadis ini bisa diambil rumus, “Suatu perintah mutlak mengindikasikan kewajiban,”

8. Dari hadis ini bisa diambil rumus, “Menolak keburukan lebih didahulukan daripada menarik kemslahatan,”

Ketika menjelaskan hadis ini di dalam Al-Lalu Al-Bahiyatu Syarah Sahih Al-Adab Al-Islamiyah, Dr. Khalid Al-Jauhani berkata:

1. Disyariatkannya siwak bagi orang yang berpuasa, meskipun setelah tergelincirnya matahari

2. Di antara waktu yang ditegaskan bahwa ia merupakan waktu yg disukai untuk bersiwak adalah ketika salat dan wudhu

3. Disukainya memperbarui wudhu di setiap kali hendak salat

BACA JUGA:  Sahih Muslim 809: Menghafal Sepuluh Ayat Pertama Surat al Kahfi

4. Disukainya mengakhirkan salat hingga di sepertiga malam yang pertama, jika akan dilaksanakan salat secara berjamaah

5. Agungnya perintah salat

6. Agungnya perintah wudhu

7. Welas kasih dan kasih sayangnya Rasulullah

8. Syariat Islam itu mudah dan penuh toleransi

9. Mencegah keburukan lebih dikedepankan daripada mengejar kebaikan

10. Keutamaan wudhu dan salat yang disertai dengan bersiwak terlebih dahulu

11. Hikmah tidak jadinya diwajibkan siwak (setiap wudhu/salat) adalah munculnya kekhawatiran bakal menjadi beban atau bakal menimbulkan kesusahan ketika harus melakukan wudhu atau salat

 


[i] Maksudnya seandainya tidak dikhawatirkan bakal menjadi beban bagi mereka

[ii] Maksudnya bakal diwajibkan atas mereka

[iii] Maksudnya memperbarui wudhu setiap kali hendak salat wajib atau salat sunah

[iv] Maksudnya salat wajib atau salat sunah

[v] Maksudnya wudhu yang sifatnya wajib atau wudhu yang sifatnya sunah

[vi] Maksudnya sepertiga malam yang pertama, dihitung dengan menjumlah jam mulai dari terbenam matahari sampai terbit fajar, kemudian dibagi tiga.

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button