Pembaca rahimakumullah, utang adalah sesuatu yang boleh di dalam Islam. Akan tetapi, banyak yang tidak tahu mengenai rambu² fikih dan adab² utang dalam Islam. Yuk sama² belajar!
Pembaca rahimakumullah, utang/piutang atau pinjaman adalah transaksi yang melibatkan dua pihak, yaitu orang yang meminjam atau berhutang dan orang yang memberi pinjaman atau mengutangi. Itulah mengapa hukum bagi keduanya berbeda, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah Rahimahullah:
Pinjaman atau utang itu hukumnya mandub (sunah/disukai) bagi orang yang memberi utang, lalu bagi orang yang mengajukan pinjaman atau berutang, hukumnya mubah (boleh), [Al-Mughni: 4/236).
Baca yuk: https://mukminun.com/2023/01/utang-dalam-islam-definisi-hukum-syarat-dan-kaidah.html
Lihat, hukum memberi utang hukumnya berbeda dengan hukum berutang. Memberi utang hukumnya Sunnah, sedang berutang hukumnya sekadar boleh.
Dengan cara berpikir seperti ini, kita akan membahas:
– Syarat Memberi Utang
– Syarat dalam Berutang
– Anjuran Memberi Utang
– Peringatan dalam Berutang
– Adab bagi Pemberi Utang
– Adab bagi Orang yg Berutang
SYARAT DALAM PIUTANG
Pembaca rahimakumullah, orang yg memberi utang diharuskan untuk memenuhi syarat-syarat berikut supaya sah secara fikih:
“Diketahui kadar dan sifatnya.”
“Orang yang mengutangi memang berhak untuk memberikan utang.”
Menghindari praktik riba dalam memberi utang, yaitu dengan mengingat kaidah:
“Setiap pinjaman yang menghasilkan keuntungan karena adanya syarat di awal, itu namanya riba,” (Syaikh Wahid Abdussalam Bali, Bidayatul Mutafaqih)
SYARAT DALAM BERUTANG
Pembaca rahimakumullah, secara fikih, orang yang berutang (selama utangnya itu bebas dari riba dan larangan syariat) diharuskan memenuhi dua syarat berikut:
Pertama: Adanya kebutuhan mendesak yang nyata dan syar’i untuk mengajukan pinjaman, bukan karena ingin memperkaya diri atau bermewah-mewahan.
Dua: Adanya prasangka yang kuat bahwa dia mampu untuk melunasinya, (Khalid Sa’ad An-Najar, Tariqul Islam: 48290).
ANJURAN PIUTANG
Pembaca rahimakumullah, mari kita terlebih dahulu belajar tentang anjuran piutang atau memberi utang.
1 – Nilai Memberi Utang adalah Separuh Sedekah
mam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Sungguh, memberi utang itu berpahala, dan pahalanya adalah separuh sedekah, (Musnad Ahmad: 3716).
2 – Memberi Perpanjangan Tempo bagi yg Kesulitan adalah Sedekah setiap Harinya
Imam Ahmad meriwayatkan dari Buraidah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Siapa saja yang memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar utang, baginya pahala sedekah dengan nominal yg dia utangkan setiap harinya, (Musnad Ahmad: 21968).
PERINGATAN DALAM BERUTANG
Pada dasarnya, mengajukan pinjaman atau berhutang adalah boleh di dalam Islam. Namun sayang, banyak di hari ini di mana orang saling putus ukhuwah karena utang. Itulah mengapa kita perlu mengetahui peringatan dalam berutang di dalam Islam.
1 – Orang yg Berutang, pada Umumnya, akan Berbohong dan Ingkar Janji
Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata bahwa Rasulullah ﷺ sering berdoa:
Allahumma inni a’uzubika minal ma-tsami wal magrami
Ya Allah, saya berlindung kepada Engkau dari dosa dan terlilit utang.
Lalu ketika ditanya mengapa Nabi ﷺ sering mengucapkan doa tersebut, ibunda Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Sungguh, orang yang memiliki utang, jika dia berkata, dia akan berbohong. Dan jika dia membuat janji, dia akan mengingkarinya, (Sahih Bukhari: 2397).
2 – Orang yg Mati dalam Keadaan masih Memiliki Utang akan Ditunda Mendapat Surga atau Nikmat Kubur
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Ruh seorang mukmin bergantung pada utangnya sampai utangnya itu dilunasi darinya, (Sunan At-Tirmidzi: 1078).
3 – Orang yg Mati dalam Keadaan masih Memiliki Utang, Dia tidak Disalati oleh Tokoh Agama atau Tokoh Masyarakat
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa jika Rasulullah ﷺ dikabari ada sahabat yg meninggal dan diminta untuk menyalati jenazahnya, Nabi ﷺ akan bertanya:
Apakah dia punya harta peninggalan untuk membayar utangnya?
Maka jika dijawab, “Ya,” Rasulullah ﷺ akan menyalatinya. Tetapi jika dijawab, “Tidak,” Rasul bersabda:
Salatilah sahabat kalian, (Sahih Bukhari: 2298).
ADAB PIUTANG
Pembaca rahimakumullah, berikut adalah beberapa adab dalam piutang, atau bagi orang yang memberi pinjaman.
1 – Niat Ikhlas karena Allah
Orang memberi piutang adalah orang yg melakukan kebaikan. Dia melakukan hal itu karena Allah berfirman:
Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan, (QS Al-Maidah: 2).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Allah akan senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya, (Sahih Muslim: 2699).
2 – Memiliki Harta itu Sepenuhnya
Orang yg memberi piutang adalah pemilik 100% harta tersebut. Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan berkata:
Disyaratkan supaya utang menjadi sah adalah pemberi utang adalah orang yg memang berwenang untuk menggunakannya. Jadi, tidak boleh bagi pengurus anak yatim, misalnya, untuk mengutangi orang lain dengan harta anak yatim yang dia urus, (Mulakhas Al-Fiqhi: 2/64).
Allah ta’ala berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka), [QS An-Nisa: 10]
Baca yuk: https://mukminun.com/2022/05/khutbah-jumat-dosa-besar-memakan-harta-anak-yatim-secara-zalim.html
3 – Tidak Mengambil Riba dari Piutangnya
Tidak boleh bagi orang yang memberi piutang untuk mensyaratkan adanya penambahan nilai kembalian dari orang yg berutang. Penambahan nilai ini bisa berupa:
– bunga, atau faidah, atau interest, atau riba ketika orang yg berutang mengembalikan utangnya
– denda atau fine atas keterlambatan pembayaran cicilan/pelunasan dari orang yg berutang.
Hal ini didasarkan pada kaidah:
Piutang yg menghasilkan keuntungan (bagi pemberi utang) dengan adanya syarat di awal transaksi, maka itu adalah transaksi ribawi.
4 – Menagih dengan Cara yang Baik
Di antara adab pemberi utang adalah menagih orang yg berutang kepadanya dengan cara yang baik. Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Siapa saja yg hendak menagih haknya (piutang), hendaknya dia menagihnya dengan cara yg lembut, sopan, ramah, terlepas dari apakah orang yg berutang itu mau melunasinya atau tidak, (Sunan Ibnu Majah: 2421).
5 – Memberi Perpanjangan Tempo
Orang yang memberi utang disunahkan untuk memberi perpanjangan tempo bagi orang yang kesusahan dalam membayar utang. Allah ta’ala berfirman:
Dan apabila orang yg berutang mengalami kesulitan, berilah penundaan sampai dia mampu, (QS Al-Baqarah: 280).
ADAB UTANG
Pembaca rahimakumullah, berikut adalah beberapa adab dalam berutang, atau bagi orang yang mengajukan pinjaman.
1 – Berutang dengan Diiringi Niat akan Melunasinya
Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Shubaib bin Sinan Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Ketika seseorang berutang dan dia berencana untuk tidak melunasinya kepada orang yang dia utangi, dia akan bertemu dengan Allah dengan status sebagai pencuri, (Sunan At-Tirmidzi: 2410).
2 – Mencatat dan Menghadirkan Saksi
Bukti bahwa orang yg berutang memiliki niat untuk melunasi utangnya adalah dia mencatat utangnya dan menghadirkan saksi. Allah ta’ala berfirman:
Wahai orang yg beriman, jika kalian terlibat dalam transaksi pinjaman atau utang dalam tempo tertentu, tulislah, (QS Al-Baqarah: 282).
Kemudian di ayat yg sama Allah ta’ala berfirman:
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu), (QS Al-Baqarah: 282).
Hukum mencatat utang dan menghadirkan saksi adalah sunah, bukan wajib. Tetapi, orang yg berutang harus berniat untuk mengembalikan utangnya, dan niat itu dibuktikan dengan mencatat utangnya, syukur² ditambahi adanya saksi.
3 – Mengembalikan Utang tepat Waktu, Jika sudah Mampu Melunasinya
Bukti lain dari kesungguhan niat seseorang untuk melunasi utang adalah mengembalikan utang tersebut tepat waktu jika sudah mampu melunasinya. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Menunda pelunasan utang, padahal dia mampu, adalah suatu kezaliman, (Sahih Bukhari: 2288. Sahih Muslim: 1564).
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Syarid bin Suwaid Ats-Tsaqafi bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Orang yg mampu melunasi utang, tetapi dia tidak melunasinya, dia telah menghalalkan kehormatannya untuk dijatuhkan, serta pantas baginya mendapat hukuman ta’zir dari penguasa, (Sunan Abu Dawud: 3628).
4 – Meminta Perpanjangan Tempo jika belum Mampu Melunasi
Orang yang berutang, lalu sudah jatuh tempo, dan itu diketahui dengan melihat catatan utang yang dia miliki, lalu di saat itu dia belum mampu melunasinya, hendaknya dia menemui orang yang memberinya utang, untuk meminta perpanjangan tempo.
Mengapa? Karena orang yang memberi utang disunahkan untuk memberi perpanjangan tempo bagi orang yang kesusahan dalam membayar utang. Dan orang yg memberi utang tidak akan tahu apakah orang yg berutang kepadanya dalam kondisi mampu atau tidak untuk membayar utang, kecuali jika orang yg berutang itu berkomunikasi dengannya. Allah ta’ala berfirman:
Dan apabila orang yg berutang mengalami kesulitan, berilah penundaan sampai dia mampu, (QS Al-Baqarah: 280).
5 – Orang yg Berutang Hendaknya Berterima Kasih kepada Orang yg Memberinya Utang
Hal ini didasarkan kepada sabda Nabi ﷺ yg diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu:
Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak ucapkan terima kasih kepada manusia, (Sunan Abu Dawud: 4811. Musnad Ahmad: 7939).
Baca yuk: https://mukminun.com/2023/09/ucapkan-terima-kasih-untuk-orang-yang-baik-kepada-anda.html
6 – Melunasi Utang dengan Memberi Kelebihan, Asal tidak Disyaratkan di Awal
Ingat, utang piutang menjadi riba jika terdapat syarat di awal bahwa orang yg berutang harus memberi kelebihan di saat pelunasan nanti. Namun, jika akad tersebut tidak disyaratkan di awal, lalu orang yg berutang memberi kelebihan secara sukarela ketika jatuh tempo, ini bukanlah riba.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Rafi bahwa Nabi ﷺ pernah berutang seekor unta Bakran (kurang dari 6 tahun). Ketika jatuh tempo dan ditagih, Nabi ﷺ memberi kepada orang yg dia utangi seekor unta Raba’iyan yg usianya lebih dari enam tahun. Lantas Rasulullah ﷺ bersabda:
Sungguh, manusia yg paling baik adalah yg paling baik dalam membayar utang, (Sahih Muslim: 1600).
Maksudnya adalah:
Manusia yg paling utama dan paling dermawan adalah yang jika dia berutang, dia memberi kelebihan dalam pengembalian utangnya, tanpa adanya syarat penambahan kelebihan dari pemberi utang, jadi yg seperti ini bukan riba, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 39942).
Wallahua’lam
Karangasem, 5 Maret 2024
Irfan Nugroho (Semoga Allah sembuhkan istrinya dengan segera dan tidak kambuh lagi. Amin)