Fiqih

Minhajul Muslim: Fikih Memandikan Jenazah

Pembaca rahimakumullah, materi terakhir pelajaran Minhajul Muslim di semester dua pesantren Irmas Bani Saimo adalah memandikan jenazah. Berikut adalah ringkasannya. Teruskan membaca!

HUKUM MEMANDIKAN JENAZAH

Apa hukum memandikan jenazah? Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi rahimahullah berkata:

إذَا مَاتَ الْمُسْلِمُ صَغِيْرًا أَوْ كَبِيْرًا وَجَبَ تَغْسِيْلُهُ، سَوَاءٌ كَانَ جَسَدُهُ كَامِلًا أَوْ كَانَ بَعْضُهُ فَقَطْ

Apabila seorang muslim meninggal dunia, entah itu anak kecil atau dewasa, dia wajib dimandikan, entah jasadnya utuh maupun hanya sebagian saja.

والذِي لَا يُغَسَّلُ مِنْ مَوْتَى الْمُسْلِمِيْنَ هُوَ شَهِيْدُ الْمَعْرَكَةِ الَّذِي سَقَطَ قَتِيْلاً بِأَيْدِي الْكُفَّارِ فيِ مَيْدَانِ الجِهَادِ فيِ سبيلِ اللّهِ تعالَى

Orang yang tidak dimandikan, dari kalangan jenazah kaum muslimin, adalah orang yang syahid ketika berperang, yang terbunuh di tangan orang-orang kafir, di medan jihad fi sabilillah ta’ala.[1]

RUKUN MEMANDIKAN JENAZAH

Apa hal-hal yang wajib dilakukan dalam memandikan jenazah? Tentang hal ini, atau biasa disebut rukun (memandikan jenazah), menurut Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi rahimahullah adalah:

لَوْ أَفْرَغَ الْمَاءُ علَى جَسَدِ الْمَيِّتِ، وذلكَ حَتَّى عَمَّ الْمَاءُ سَائِرُهُ لَأَجْزَأَ ذلكَ

Seandainya air dihabiskan (dialirkan) ke jasad jenazah, dan itu dilakukan sampai air tersebut rata ke seluruh tubuhnya, maka itu sudah sah.

SUNAH MEMANDIKAN JENAZAH

Itulah tadi rukun memandikan jenazah. Meski demikian, ada beberapa sunah dalam memandikan jenazah, menurut Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi rahimahullah, yaitu:

أنْ يُوْضَعَ الْمَيِّتُ عَلَى شَيْءٍ مُرْتَفِعٍ

1 – Meletakkan jenazah di atas sesuatu yang tinggi.

وَيَتَوَلَّى غُسْلَهُ أَمِيْنٌ صَالِحٌ

2 – Petugas yg memandikan jenazah tersebut hendaknya orang yang Amin (terpercaya) lagi saleh.[2]

فَيُعْصَرُ بَطْنَهُ بِرِفْقٍ لِماَ عَسَى أَنْ يَخْرُجَ مِنْهُ مِنْ أَذىً

3 – Mengurut perut jenazah dengan lembut untuk mengeluarkan kotoran dari perut.

يَلُفُّ عَلَى يَدِهِ خِرْقَةً

4 – Melipat kain mengelilingi tangannya (dijadikan semacam sarung tangan).

وَيَنْوِي غُسْلَهُ

5 – Berniat memandikan jenazah tersebut.

ثُمَّ يَغْسِلُ فَرْجَهُ، وَمَا بِهِ مِنْ أَذَى، ثُمَّ يَنْزِعُ الخِرْقَةَ

6 – Membasuh kemaluannya, membersihkan kotorannya, lalu membuang sarung tangan tersebut.

وَيُوْضِّئُهُ وُضُوْءَ الصَّلَاةِ

7 – Jenazah tersebut diwudhui seperti wudu untuk salat.

ثم يَغْسِلُ سَائِرَ جَسَدِهِ بَادِئًا بِأَعْلَاهُ إلَى أَسْفَلِهِ، يَغْسِلُهُ ثَلَاثًا وإنْ لَمْ يَحْصِلْ نَقَاءٌ غَسَلَهُ خَمْسًا

8 – Memandikan seluruh jazadnya dari bagian yang paling atas (kepala) lalu turun ke bawah (kaki), sebanyak tiga kali. Dan jika dirasa belum bersih sempurna, dibasuh sampai lima kali.

وَيَجْعَلُ فيِ الْغَسَلَاتِ الْأَخِيْرَةِ صَابُوْنًا وَنَحْوَهُ

9 – Menjadikan basuhan terakhir dengan sabun atau yang semisal.

وإنْ كانَ الْمَيِّتُ مُسْلِمَةً، نُقِضَتْ ضَفَائِرُ شَعْرِهَا وَغَسَلَتْ، ثُمَّ أُعِيْدَ ضَفْرُهَا

10 – Jika jenazah adalah wanita muslimah, rambutnya diurai dan dicuci, lalu dikepang kembali.[3]

BACA JUGA:  Bolehkah Puasa Syawal tidak Berurutan 6 Hari?

TANYA-JAWAB UMUM

Bolehkah Memandikan Jenazah Diganti Tayamum?

Tentang hal ini, Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi rahimahullah mengatakan bahwa boleh mengganti pemandian jenazah dengan tayamum dalam kondisi berikut:

إذَا لَمْ يُوْجَدْ مَاءٌ لِغَسْلِ الْمَيِّتِ

1 – Jika tidak ada air untuk memandikan jenazah.

أوْ ماتَ رَجُلٌ بَيْنَ نِّسَاءٍ

2 – Atau (jika) laki-laki meninggal dunia di tengah-tengah perempuan (tidak ada mahram atau laki-laki lain).

أوْ اِمْرَأَةٌ بَيْنَ رِجَالٍ

3 – Atau (jika) perempuan meninggal dunia di tengah-tengah laki-laki (tidak ada mahram perempuan lain).[4]

Bolehkah Suami Memandikan Istri atau Sebaliknya?

Tentang bolehkan suami memandikan istri atau sebaliknya, Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi rahimahullah berkata di dalam Minhajul Muslim:

يَجُوْزُ لِلرَّجُلِ أَنْ يَغْسِّلَ اِمْرَأَتَهُ، وَلِلْمَرْأَةِ أَنْ تَغْسِلُ زَوْجَهَا

Boleh bagi seorang suami memandikan jenazah istrinya, atau boleh bagi seorang wanita memandikan jenazah suaminya.[5]

(Selain hadis riwayat Ibnu Majah) Ali radhiyallahu anhu memandikan (jenazah) Fatimah radhiyallahu anha.

Catatan tambahan dari Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi rahimahullah:

يَجُوْزُ لِلْمَرْأَةِ، أَنْ تُغَسِّلَ الصَّبِيَّ اِبْنَ سِتِّ سَنَوَاتٍ فَأَقَلَّ

1 – Perempuan boleh memandikan anak kecil umur enam tahun ke bawah.

تَغْسِيْلُ الرَّجُلِ الصَّبِيَّةَ فَقَدْ كَرَهَهُ

2 – Laki-laki makruh memandikan anak kecil perempuan.

Demikian ringkasan pelajaran dari Minhajul Muslim tentang memandikan jenazah. Semoga bermanfaat. Baarakallahu fiikum

Karangasem, 6 Mei 2024

Irfan Nugroho (Pengajar di RQ Irmas Bani Saimo dan PPTQ At-Taqwa Sukoharjo)

DALIL-DALIL

[1] Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda ketika perang Uhud:

لَا تُغَسِّلُوهُمْ فَإِنَّ كُلَّ جُرْحٍ أَوْ كُلَّ دَمٍ يَفُوحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِمْ

Kalian jangan memandikan mereka (para syuhada Uhud), karena setiap luka atau darah akan beraroma wangi misk di hari kiamat. Dan kalian jangan menyalati mereka, (Musnad Ahmad: 13674 atau 14189).

[2] Imam Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad Maudhu (palsu), tetapi isinya boleh diamalkan:

لِيُغَسِّلْ مَوْتَاكُمْ الْمَأْمُونُونَ

Yang memandikan mayat hendaknya orang-orang yang dapat dipercaya, (Sunan Ibnu Majah: 1461)

BACA JUGA:  Minhajul Muslim: Salat Eid (Idain/Hari Raya)

[3] Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Sahihnya dari Ummu Athiyyah radhiyallahu anha yang berkata:

أَنَّهُنَّ جَعَلْنَ رَأْسَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ قُرُونٍ نَقَضْنَهُ ثُمَّ غَسَلْنَهُ ثُمَّ جَعَلْنَهُ ثَلَاثَةَ قُرُونٍ

Bahwa kami (Ummu Athiyah dan sahabiyah lain) menjadikan rambut putri Rasulullah ﷺ tiga ikatan, kemudian mereka menguraikannya, lalu memandikannya, dan kembali mengepangnya menjadi tiga ikatan, (Sahih Bukhari: 1260).

[4] Imam Abu Dawud meriwayatkan di dalam Al-Murasil dari Makhul bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا مَاتَتِ الْمَرْأَةُ مَعَ الرِّجَالِ لَيْسَ مَعَهُمُ امْرَأَةٌ غَيْرَهَا وَالرَّجُلُ مَعَ النِّسَاءِ لَيْسَ مَعَهُنَّ رَجُلٌ غَيْرُهُ، فَإِنَّهُمَا يُيَمَّمَانِ، وَيُدْفَنَانِ، وَهُمَا بِمَنْزِلَةِ مَنْ لَا يَجِدُ الْمَاءَ

Jika seorang wanita meninggal dunia di tengah-tengah kaum lelaki dan tidak ada wanita lain di kalangan tersebut, atau jika seorang lelaki meninggal dunia di tengah-tengah kaum wanita dan tidak ada lelaki lain di kalangan tersebut, maka mereka cukup mentayamumi jenazah tersebut, lalu mengafaninya, dan kedua jenazah tersebut posisinya seperti orang yang tidak mendapat air, (Al-Murasil li Abi Dawud: 1/298).

[5] Ibnu Majah meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ kembali dari Baqi dan beliau ﷺ mendapati ibunda Aisyah sedang sakit kepala, lantas Rasulullah ﷺ bersabda:

بَلْ أَنَا يَا عَائِشَةُ وَا رَأْسَاهُ

Wahai Aisyah, saya juga merasakan yang serupa.

مَا ضَرَّكِ لَوْ مِتِّ قَبْلِي فَقُمْتُ عَلَيْكِ فَغَسَّلْتُكِ وَكَفَّنْتُكِ وَصَلَّيْتُ عَلَيْكِ وَدَفَنْتُكِ

Tidak apa-apa, jika kamu mati sebelum aku, lalu aku yang mengurus jenazahmu, memandikan jenazahmu, mengafanimu, menyalatimu, dan menguburkanmu, (Sunan Ibnu Majah: 1465. Al-Albani: Hasan).

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button