Pertanyaan: Beberapa orang ada yang membawa anak mereka yang belum mencapai umur tamyiz (belum bisa membedakan mana baik mana buruk –red) ke masjid ketika shalat. Anak-anak tersebut biasa tidak berperilaku baik ketika shalat, mereka berebutan shaf, mereka biasa bercanda satu dan lainnya sehingga mengganggu (kekhusyukan) jamaah yang lain. Apa nasehat engkau terhadap orang tua yang bertanggung terhada anak-anak tersebut?”
Jawaban oleh Sheikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Aku berpendapat bahwa membawa anak yang sering mengganggu jama’ah lainnya tidaklah diperbolehkan (tidak boleh diajak ke masjid saat shalat –red), karena perbuatan semacam ini mengganggu jamaah lainnya yang sedang menunaikan ibadah yang wajib. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar sebagian sahabat shalat dan mengeraskan bacaannya, lantas beliau pun bersabda,
“Janganlah di antara kalian mengeraskan suara satu sama lain dalam bacaan” (HR. Abu Daud no. 1332 dan Ahmad 3: 94, shahih kata Syaikh Al Albani).
Dalam riwayat lain disebutkan, “Janganlah kalian saling menyakiti satu sama lain.”
Intinya, segala perbuatan yang menyakiti orang yang sedang shalat tidaklah dibenarkan.
Nasehatku bagi orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anak tersebut, janganlah membawa mereka ke masjid. Bimbinglah mereka sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Perintahkanlah anak kalian untuk shalat di saat mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka jika mereka enggan ketika mereka berusia 10 tahun.” (HR. Ahmad, 2: 187, dengan sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)
Namun aku juga menasehati para jama’ah masjid untuk memberikan keluasan pada anak-anak yang telah diperintahkan untuk ke masjid agar tidak membuat mereka merasa sempit. Biarkanlah mereka berada di shaf yang sudah mereka tempati lebih dahulu. Karena seseorang yang lebih dahulu mendapatkannya, maka dialah yang lebih berhak, terserah ia hanyalah bocah (anak-anak) atau orang yang telah dewasa.
Jika kita membiarkan mereka tetap di shaf yang mereka dapati lebih dahulu, keuntungannya adalah:
(1) kita telah membiarkan mereka mendapatkan haknya. Karena sekali lagi, siapa saja yang telah lebih dahulu mendapatkan sesuatu, maka dialah yang lebih berhak,
(2) tidak membuat mereka jauh dari masjid (artinya: semangat ke masjid, karena diberi keluasan berada di shaf terdepan, pen),
(3) itu akan membuat anak kecil tidak memiliki rasa dendam atau tidak suka terhadap orang yang berani merampas tempatnya padahal ia telah lebih dahulu mendapatkannya,
(4) jika kita merampas tempat mereka di depan, maka anak-anak akan berkumpul dengan teman-teman lainnya sehingga mereka malah bermain-main dan membuat gelisah jama’ah yang lain, dan ini berbeda jika anak-anak tersebut bersama orang yang telah dewasa.
Adapun penjelasan sebagian ulama yang berpendapat bahwa sebaiknya anak-anak menempati shaf akhir karena berdalil dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Hendaklah yang berturut-turut di belakangku di antara kalian adalah orang dewasa dan orang yang cerdas,” (HR. Muslim no. 432). Pendapat ini adalah pendapat yang lemah karena bertentangan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain,
“Barangsiapa yang mendahului mendapatkan sesuatu dari yang lain, maka dia lebih berhak mendapatkannya” (HR. Al Baihaqi 6: 142).
Sedangkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang berturut-turut di belakangku di antara kalian adalah orang dewasa dan orang yang cerdas,” yang dimaksud adalah dalam hal ketidak-sempurnaan. Karena makna hadits yaitu mendorong orang dewasa dan yang cerdas untuk berada lebih depan agar berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mereka tentu saja lebih mengetahui hal fikih dibanding anak-anak dan tentu saja mereka lebih bisa memperhatikan kekeliruan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau bisa mendengar beliau.
Yang bisa melakukan seperti itu adalah orang dewasa dan yang cerdas. Beda halnya jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah boleh berada di belakangku selain orang dewasa dan yang cerdas.” Jika disebut demikian, maknanya adalah anak kecil tidaklah boleh di shaf depan. Namun hadits dari beliau berbeda dengan hal itu. Beliau cuma menganjurkan orang dewasa dan yang cerdas tadi untuk maju berada di belakang beliau ketika shalat (artinya, bukan jadi suatu keharusan).
(Sumber: Islamancient.com, Penerjemah: Ust Muhammad Abduh Tuasikal | Sumber foto: RumahKeluargaIndonesiaCom)