Tafsir
Tafsir QS An-Najm-32: Jangan Merasa Paling Bertakwa, Jangan Merasa Diri Suci
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah di dalam Tafsirnya menulis:
Jangan memuji-muji dirimu sendiri, jangan pula menyanjung dirimu sendiri, dan jangan berharap dengan amal kalian.
Karena Allah ﷻ berfirman:
… فَلَا تُزَكُّوٓاْ أَنفُسَكُمۡۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ ٣٢
“…maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa,” (QS An-Najm [53]: 32).
Ayat ini senada dengan firman Allah ﷻ:
أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنفُسَهُمۚ بَلِ ٱللَّهُ يُزَكِّي مَن يَشَآءُ وَلَا يُظۡلَمُونَ فَتِيلًا ٤٩
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun,” (QS An-Nisa [4]: 49).
Imam Muslim di dalam Sahih-nya meriwayatkan dari Muhammad bin Amr bin Atha’, ia berkata,
“Aku memberi nama Barrah (banyak berbuat baik) untuk putriku, kemudian Zainab binti Abu Salamah berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ melarang nama itu. Dulu aku diberi nama Barrah, maka Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ
“Janganlah kalian menganggap diri kalian suci karena sesungguhnya hanya Allah yang mengetahui siapa di antara kalian yang ahli berbuat kebaikan.”
Mereka bertanya, “Lantas apa nama untuk putri itu?” Rasulullah ﷺ menjawab:
سَمُّوهَا زَيْنَبَ
“Berilah nama Zainab,” (HR Muslim: 2142b).
Disebutkan pula di dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abdurrahman Abu Bakrah dari ayahnya, ia berkata, “Ada seseorang yang memuji orang lain di dekat Rasulullah ﷺ, kemudian beliau ﷺ bersabda:
وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ مِرَارًا يَقُولُ ذَلِكَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا أَخَاهُ لَا مَحَالَةَ فَلْيَقُلْ أَحْسَبُ فُلَانًا إِنْ كَانَ يَرَى أَنَّهُ كَذَاكَ وَلَا أُزَكِّي عَلَى اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَحَدًا وَحَسِيبُهُ اللَّهُ أَحْسَبُهُ كَذَا وَكَذَا
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher kawanmu, ” -beliau mengucapkannya hingga berkali-kai- lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan: “Bila salah seorang dari kalian memuji temannya -tidak mustahil- hendaklah mengucapkan: ‘Aku kira fulan seperti ini dan ini, walaupun jika ia melihatnya memang seperti itu, dan Aku tidak ingin mensucikan seseorang pun mendahului Allah Tabraka wa Ta’ala, dan Allah-lah yang akan menilainya, menurutku dia seperti ini dan ini,” (HR Ahmad).
Baca penjelasan hadis ini di sini.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Hammam bin Al-Harits, ia berkata,
“Ada seseorang mendatangi Utsman bin Affan kemudian orang itu memuji-muji Ustman di hadapannya. Maka Al-Miqdad bin Al-Aswad menaburkan pasir ke wajah orang tersebut seraya berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda:
ذَا رَأَيْتُمُ الْمَدَّاحِينَ فَاحْثُوا فِي وُجُوهِهِمُ التُّرَابَ
“Jika kami menjumpai orang-orang yang memuji, hendaknya kami menaburkan debu di wajah mereka,” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud).
Wallahu’alam bish shawwab.
Tertulis di dalam Tafsir Al-Muyassar tentang Quran Surat An-Najm: 32
فلا تزكُّوا أنفسكم فتمدحوها وتَصِفُوها بالتقوى، هو أعلم بمن اتقى عقابه فاجتنب معاصيه من عباده
Maka jangan menganggap diri kalian suci, jangan menyanjung atau memuji diri kalian karena merasa sudah bertakwa. Sungguh, Allah lebih mengetahui siapa dari hambaNya itu yang bisa menjaga dirinya sendiri saat berhubungan dengan hukum-hukum Allah dan tidak berbuat maksiat kepadaNya.
Syekh Abdurrahman Nasir As-Sa’di Rahimahullah menafsirkan ayat ini dengan menulis di dalam kitabnya Taisiril Karimir Rahman:
تخبرون الناس بطهارتها على وجه التمدح
(Terlarang bagi orang beriman untuk) mengabarkan kepada orang-orang bahwa dirinya adalah orang yang suci, yaitu dengan cara suka memuji-memuji dirinya sendiri.
Tertulis di dalam Tafsir Jalalain tentang Quran Surat An-Najm ayat 32 ini:
لَا تَمْدَحُوهَا عَلَى سَبِيلِ اَلْإِعْجَابِ أَمَّا عَلَى سَبِيلِ اَلِاعْتِرَافِ بِالنِّعْمَةِ فَحَسَنٌ
Janganlah kalian memuji-muji diri kalian sendiri dengan bersikap ujub atau takabur, akan tetapi bila kalian melakukannya dengan cara mengakui nikmat Allah, maka hal ini dianggap baik.