Fiqih

Hukum Pergi Haji dengan Harta Haram

 

Oleh Syekh Abdulaziz Ath-Thuraifi Hafizahullah

Wajib berhaji dengan harta yang halal. Maka barang siapa yang berhaji dengan harta yang haram, maka hajinya tadi tidak mabrur.

Ada ikhtilaf di kalangan para ulama tentang bolehnya naik haji dengan harta yang haram.

Pertama, jumhur ulama berpendapat akan kebolehannya tetapi hajinya tidak mabrur.

Imam Ahmad berpendapat, dan ini adalah pendapat yang masyhur di kalangan mahzab Hambali, bahwa tidak boleh pergi haji dengan harta yang haram, dan ini adalah sesuai riwayat Imam Muslim dari Fudhail bin Marzuq, dia berkata:

“Berkata kepadaku Adi bin Tsabit, dari Abi Hazm, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu beliau mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Allah berfirman:

{ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ }

‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,’ [QS Al-Mukminun: 51].

Allah juga berfirman:

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ }

Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu,’ [QS Al-Baqarah: 172].

ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Kemudian Nabi ﷺ menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?” [HR Muslim: 1015].

BACA JUGA:  Mausuatul Fiqhiyah: Definisi serta Keutamaan Haji dan Umrah

Sumber: Sifatul Hajjati Nabi ﷺ karya Syekh Abdulaziz Ath-Thuraifi Hafizahullah

Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Sukoharjo)

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button