Fiqih

17 Masalah Seputar Udhiyah – Terjemah Ad-Durar Al-Bahiyyah fi Fiqhi Udhiyah

Pembaca rahimakumullah, berikut adalah 17 masalah seputar udhiyah yg diterjemahkan dari kutaib Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahullah yg berjudul Ad-Durarul Bahiyah. Semoga bermanfaat.

TOPIK 01: HUKUM UDHIYAH

اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي حُكْمِ الْأُضْحِيَّةِ هَلْ هِيَ وَاجِبَةٌ أَمْ مُسْتَحَبَّةٌ

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum udhiyah, apakah wajib atau mustahab (Sunnah/disukai).

فَقَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ بِوُجُوبِهَا ، لَكِنَّ جُمْهُورَ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّهَا مُسْتَحَبَّةٌ لِلْقَادِرِ

Sebagian ulama berpendapat akan wajibnya udhiyah, tetapi jumhur ahlul Ilmi menyatakan bahwa hukumnya mustahab bagi yang mampu.

وَهَذَا قَوْلُ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ وَعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَأَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ وَغَيْرِهِمْ مِنَ الصَّحَابَةِ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ

Ini adalah pendapat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Abu Mas’ud Al-Anshari, dan yang lainnya dari kalangan sahabat semoga Allah meridhai mereka.

وَهُوَ قَوْلُ جُمْهُورِ أَهْلِ الْعِلْمِ . فَيَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ لَا يُفَرِّطَ فِيهَا ؛ لِأَنَّ أَجْرَهَا عَظِيمٌ جِدًّا ، وَثَوَابُهَا جَزِيلٌ

Ini juga pendapat jumhur ahlul ilmi. Maka hendaknya orang muslim tidak melalaikannya, karena pahalanya besar sekali dan ganjarannya begitu berlimpah.

بِمَ يُضَحِّي الْإِنْسَانُ

TOPIK 02: DENGAN APA MANUSIA BERUDHIYAH

قَالَ الْعُلَمَاءُ : الْأُضْحِيَّةُ تَكُونُ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ، فَإِمَّا أَنْ يَكُونَ غَنَمًا أَوْ بَقَرًا أَوْ إِبِلًا ، وَمَا عَدَا ذَلِكَ لَا تُجْزِئُ فِي الْأُضْحِيَّةِ.

Para ulama berkata, “Udhiyah itu dari jenis bahimatul an’am (hewan ternak), baik itu berupa kambing, sapi, atau unta. Selain dari itu tidak sah dalam udhiyah.

مَا أَقَلُّ سِنِّ الْأُضْحِيَّةِ ؟

TOPIK 03: USIA MINIMUM UDHIYAH

الْجَذْعُ مِنْ الضَّأْنِ : أَيْ مَا بَلَغَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ . الثَّنِيُّ مِنْ الْمَاعِزِ مَا كَسَرَ سَنَتَيْنِ : مَا بَلَغَ سَنَةً كَامِلَةً . الثَّنِيُّ مِنْ الْبَقَرِ : مَا بَلَغَ سَنَتَيْنِ كَامِلَتَيْنِ وَدَخَلَ فِي الثَّالِثَةِ الثَّنِيُّ مِنْ الْإِبِلِ : مَا بَلَغَ خَمْسَ سَنَوَاتٍ تَمَامًا وَدَخَلَ فِي السَّادِسَةِ

Usia minimum untuk domba adalah al-jadz’u, yaitu enam bulan, sedang untuk kambing adalah ats-tsani atau lebih dari satu tahun, masuk tahun kedua. Usia untuk sapi ats-tsani, yaitu lebih dari dua tahun, masuk tahun ketiga. Unta juga ats-tsani, yaitu sudah lewat dari lima tahun sempurna, masuk tahun keenam. Ats-Tsani artinya gigi seri, atau dalam hal ini powel.

عَمٌّ تُجْزِئُ الشَّاةُ ؟ أَيْ عَنْ كَمِّ شَخْصٍ تُجْزِئُ الشَّاةُ؟

TOPIK 04: PAHALA SATU KAMBING UNTUK BERAPA ORANG?

تُجْزِئُ عَنْ رَجُلٍ وَأَهْلِ بَيْتِهِ وَإِنْ كَثُرُوا، فَلَوْ لِرَجُلٍ أَرْبَعُ زَوْجَاتٍ، وَكُلُّ زَوْجَةٍ عِنْدَهَا خَمْسَ عَشْرَةَ وَلَدٌ، يُجْزِئُ عَنْهُمْ خَرُوفٌ وَاحِدٌ.

(Pahala udhiyah) satu domba cukup untuk suami dan anggota keluarganya, meskipun anggota keluarganya itu banyak. Meskipun seorang pria memiliki empat istri, dan setiap istri memiliki 15 anak, pahala udhiyah satu kambing mencukupi untuk semuanya.

قَالَ الْعُلَمَاءُ : لَا يَجُوزُ اشْتِرَاكُ اثْنَيْنِ فِي شَاةٍ أَيِّ رَجُلٍ وَأَهْلِ بَيْتِهِ يَشْتَرِكُ مَعَ رَجُلٍ آخَرَ وَأَهْلِ بَيْتِهِ، لَكِنْ رَجُلٌ وَأَهْلَ بَيْتِهِ فِي شَاةٍ يَجُوزُ.

Para ulama berkata, “Tidak boleh dua orang berserikat untuk satu domba, yaitu seorang laki-laki dan anggota keluarganya patungan dengan laki-laki lain dan anggota keluarga laki-laki lain itu tadi. Akan tetapi, satu orang laki-laki dan anggota keluarganya berudhiyah dengan satu domba itu sudah cukup.

الْبَقَرَةُ : تُجْزِئُ عَنْ سَبْعَةٍ. فَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ:

Sapi boleh dari tujuh orang. Dari Jabir bin Abdullah berkata:

اشْتَرَكْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ كُلُّ سَبْعَةٍ فِي بَدَنَةٍ

“Kami pernah patungan bersama Nabi ﷺ dalam haji dan umrah berupa satu unta dari tujuh orang.”

فَقَالَ رَجُلٌ لِجَابِرٍ أَيُشْتَرَكُ فِي الْبَدَنَةِ مَا يُشْتَرَكُ فِي الْجَزُورِ

Lalu seseorang berkata kepada Jabir, “Bolehkah patungan kambing seperti halnya patungan unta?”

قَالَ مَا هِيَ إِلَّا مِنْ الْبُدْنِ

Jabir berkata, “Kami tidak patungan kecuali dalam unta/sapi.”

وَحَضَرَ جَابِرٌ الْحُدَيْبِيَةَ قَالَ نَحَرْنَا يَوْمَئِذٍ سَبْعِينَ بَدَنَةً اشْتَرَكْنَا كُلُّ سَبْعَةٍ فِي بَدَنَةٍ

Jabir juga pernah hadir dalam peristiwa Hudaibiyah. Beliau berkata, “Kami pernah menyembelih (udhiyah) ada hari Eid sebanyak 70 unta/sapi dan kami patungan untuk setiap unta/sapi tadi tujuh orang.”

مَتَى تذْبَحُ الْأُضْحِيَّةُ؟

TOPIK 05 – WAKTU UDHIYAH

بَعْضُ النَّاسِ يَذْبَحُ لَيْلَةَ الْعِيدِ يَوْمَ عَرَفَةَ بِاللَّيْلِ، وَهَذَا خَطَأٌ.

Sebagian manusia menyembelih pada malam Idul Adha, atau malam hari Arafah. Ini tidak benar.

وَبَعْضُ النَّاسِ يَذْبَحُ الصُّبْحَ قَبْلَ أَنْ يَذْهَبَ لِصَلَاةِ الْعِيدِ، وَهَذَا خَطَأٌ أَيْضًا.

Sebagian lainnya menyembelih pada subuh hari sebelum dia pergi menuju shalat eid. Ini juga tidak benar.

فَلَا تُجْزِئُ عَنْ الْأُضْحِيَّةِ فَإِنَّهَا هِيَ لَحْمٌ أَوْ صَدَقَةٌ.

Itu adalah udhiyah yang tidak sah, karena itu hanya untuk mendapatkan dagingnya saja atau sedekah saja.

وَإِنَّهَا الْوَقْتُ الْحَقِيقِيُّ يَبْدَأُ مِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِيدِ.

Sungguh, waktu yang benar untuk menyembelih udhiyah adalah sejak selesai salat eid (khutbah eid adalah rangkaian salat eid).

لَوْ فَرَضْنَا أَنَّكَ فِي مَدِينَةٍ وَاسِعَةٍ، وَيُوجَدُ أُنَاسٌ كَثِيرَةٌ فَمَجْمُوعَةٌ صَلَّتْ فِي الْخَلَاءِ، وَأُنَاسٌ فِي خَلَاءٍ آخَرَ، وَغَيْرِهِمْ فِي ذَلِكَ الْمَسْجِدِ وَغَيْرُهُمْ فِي مَسْجِدِ الْآخَرِ.

Jikalau kiranya Anda di kota besar, di sana ada banyak manusia yang berkumpul untuk salat di ruang terbuka, lalu sebagian lainnya di tempat terbuka lainnya, sedang yang lainnya di masjid ini, dan sebagiannya di masjid lain.

أَيْ لَدَيْنَا مَثَلًا عِشْرُونَ صَلَاةَ عِيدٍ، فَمَتَى يَبْدَأُ وَقْتُ ذَبْحِكَ لِلْأُضْحِيَّةِ؟

Jadi, misal kita punya 20 titik salat eid, lalu kapan dimulainya waktu menyembelih udhiyah?

وَهُنَاكَ صَلَاةُ عِيدٍ تَنْتَهِي قَبْلَ الْأُخْرَى بِرُبْعِ سَاعَةٍ مَثَلًا؟
الْجَوَابُ: يَبْدَأُ وَقْتَ ذَبْحِ أُضْحِيَّتِكَ مِنْ وَقْتِ أَوَّلِ صَلَاةِ عِيدٍ تَنْتَهِي كَمَا قَالَ الْعُلَمَاءُ.

Adakah yang selesai salat eid kutang dari seperempat jam, misalnya? Jawaban: Waktu menyembelih udhiyah Anda dimulai sejak selesai salat eid yg pertama selesai, dan ini sebagaimana perkataan para ulama.

فَقَدْ تَذْهَبُ مَثَلًا لِلصَّلَاةِ فِي مَسْجِدٍ تَعْرِفُ أَنَّ إِمَامَهُ يُطِيلُ بِالصَّلَاةِ، وَتَعْرِفُ أَنَّ هُنَاكَ سَاعَةً، فَتُخْبِرُ زَوْجَتُكَ أَوْ ابْنَتَكَ أَوَّلَ مَا تَنْتَهِي الْخُطْبَةُ اذْبَحِي مَسْجِدًا يُصَلِّي الْعِيدَ فِي الْأُضْحِيَّةِ.

Misal Anda pergi salat di suatu masjid yang dikenal imamnya lama dalam salat, dan biasanya selesai dalam waktu satu jam. Maka Anda boleh segera mengabari istri Anda atau anak Anda sejak selesai khutbah, dan dilakukan penyembelihan di masjid tempat salat eid tadi.

وَنَنْتَبِهُ أَنَّهُ يَجُوزُ شَرْعًا لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَذْبَحَ الْأُضْحِيَّةَ ، وَيَجُوزُ لِلْمَرْأَةِ الْحَائِضِ أَنْ تَذْبَحَ وَالرَّجُلُ الْجُنُبَ أَنْ يَذْبَحَ ، لِأَنَّ بَعْضَ النَّاسِ يَظُنُّ أَنَّ هَذَا لَا يَجُوزُ ، فَقَدْ كَانَتْ النِّسَاءُ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ ﷺ وَالصَّحَابَةُ يَذْبَحْنَ الشَّاةَ وَيَطْهِينَهَا ، وَيَأْتِي زَوْجُهَا فَيَجِدُ الطَّعَامَ وَقَدْ أَعَدَّ

Perlu dicatat bahwa boleh secara syar’i untuk wanita menyembelih udhiyah. Boleh juga seorang wanita haid menyembelih, pun demikian dengan laki-laki yang sedang junub juga boleh untuk menyembelih udhiyah. Karena sebagian manusia menyangka bahwa ini tidak boleh. Padahal dulu, para wanita di zaman Nabi ﷺ dan sahabat menyembelih domba dan memasaknya. Jadi ketika suami mereka datang, suami mereka mendapati bahwa makanan di rumah sudah tersedia.

BACA JUGA:  Sahihul Adab: Adab Safar atau Bepergian di dalam Islam

TOPIK 06 – CARA MENYEMBELIH

ثبت أن النبي ﷺ ضحى بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

Telah jelas bahwa Nabi ﷺ berudhiyah dengan dua ekor domba jantan jenis “Amlahain” lagi bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangannya sendiri. Beliau membaca bismillah dan bertakbir. Sebelumnya beliau meletakkan kakinya di atas “Sifaahihima”.[1]

الْأَمْلَحُ : مَا فِيهِ بَيَاضٌ وَسَوَادٌ ، وَالْبَيَاضُ أَكْثَرُ

Al-Amlah artinya memiliki dua warna, yaitu putih dan hitam. Hanya saja, warna putih lebih dominan.

الصَّحْفَةُ : هِيَ جَانِبُ الْعُنُقِ.

Ash-Shafhat artinya antara perut dan leher.

أَضْجَعَ الْخَرُوفَ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْسَرِ ، وَيَكُونُ الْأَيْمَنُ لِلْأَعْلَى، وَوَضْعُ رِجْلِهِ ﷺ عَلَى الْجنبِ الْآخَرِ وَيذْبَحُ

Beliau meletakkan domba tersebut di atas perut kiri kambing, dengan perut kambing sisi kanan menghadap ke atas. Beliau ﷺ meletakkan kakinya di atas perut si kambing dan menyembelihnya.

[1] Sahih Bukhari: 5233 dan Sahih Muslim: 1966

مَاذَا يَقُولُ أَثْنَاءَ الذَّبْحِ؟

TOPIK 07 – APA YANG DIUCAPKAN KETIKA MENYEMBELIH

يَقُولُ بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلَانٍ وَأَهْلِ بَيْتِهِ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّي

Seseorang mengucapkan bismillah Allahu Akbar. Allahumma hadza ‘an Fulan wa ahli baitihi. Allahumma taqabbal minni.

فالنبي ﷺ حينها ذبح قال : «بسم الله ، والله أكبر، هذا عني، وعمن لم يضح من أمتي» (٢) .

Ketika Nabi ﷺ menyembelih, beliau mengucapkan, “Bismillah. Allahu akbar. Hadza Anni wa ‘amman lam yudhahhi min ummati.” [1]

وفي رواية : «باسم الله، اللهم تقبل من محمد، وآل محمد، ومن أمة محمد» (۳) .

Di riwayat lain, beliau mengucapkan, “Bismillah. Allahumma taqabbal min Muhammad, wa aali Muhammad, wa min ummati Muhammad.” [2] [1] Sahih. Riwayat Abu Dawud: 2810, At-Tirmizi: 1521, Ahmad: 11051, dari hadis Abu Sa’id. Disahihkan Al-Albani.

[2] Sahih. Riwayat Muslim: 1967, dari hadis Aisyah Radhiyallahu Anha.

الْمَبْحَثُ الثَّامِنُ : مَاذَا يُسْتَحَبُّ فِي الذَّبْحِ ؟

TOPIK 08 – SUNNAH KETIKA MENYEMBELIH

١. أَنْ تَشْحَذَ السِّكِّينُ جَيِّدًا
  1. Menajamkan pisau
٢. أَنْ تُرِيحَ الذَّبِيحَةَ
  1. Memberi kenyamanan bagi hewan yg akan disembelih

Hal ini didasarkan pada hadis Syaddad bin Aus yang mengatakan bahwa beliau mengingat dua perkara dari Nabi ﷺ yg bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan supaya selalu bersikap baik terhadap setiap sesuatu, jika kamu membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik, jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, tajamkan pisaumu dan senangkanlah hewan sembelihanmu,” [Sahih Muslim: 1955].

 إِذَا خَرَجَتْ إِلَى عِيدِ الْأَضْحَى يُسْتَحَبُّ لَكَ أَنْ لَا تَأْكُلَ حِينَ الْخُرُوجِ، فَتَخْرُجَ مِنْ بَيْتِكَ جَائِعٌ تُصَلِّي الْعِيدَ وَتَرْجِعُ تُفْطِرُ مِنْ أُضْحِيَّتِكَ أَيَّ جُزْءٍ مِنْ أُضْحِيَّتِكَ كَالْكَبِدِ مَثَلًا

Apabila Anda keluar menuju salat idul adha, Sunnah bagi Anda untuk tidak makan dulu ketika keluar. Maka keluarlah Anda dari rumah dalam kondisi lapar, lalu Anda salat idul adha, kemudian pulang dan berbuka dengan udhiyah Anda, misal dengan hati dari hewan udhiyah Anda.

وَنَنْتَبِهُ أَنَّ مَسْأَلَةَ التَّثْلِيثِ لَمْ يَصِحَّ فِيهَا حَدِيثٌ ، إِنَّمَا هِيَ اجْتِهَادٌ مِنْ بَعْضِ الْعُلَمَاءِ

Perlu kami sampaikan bahwa masalah At-Tatslits (pembagian menjadi tiga) ini tidak ada hadisnya yang sahih. Masalah ini adalah ijtihad sebagian ulama.

فَقَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: إِنْ أَرَادَ أَنْ يَدْفَعَ الثُّلُثَ لِلْفُقَرَاءِ، وَالثُّلُثُ لِبَيْتِهِ، وَالثُّلُثُ هَدَايَا فِعْلٍ، وَإِنْ أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَهَا كُلَّهَا وَيَتَصَدَّقَ بِبَعْضِهَا فِعْلٌ، كَأَنْ يَكُونَ هُنَاكَ رَجُلٌ يَأْتِيهِ ضُيُوفٌ كَثُرَ، بِإِمْكَانِهِ أَنْ يُبْقِيَ ثُلُثَ الْهَدَايَا بِبَيْتِهِ لِلضُّيُوفِ أَنْ يَأْكُلُوهُ -إِنْ أَرَادَ أَنْ يُثَلِّثَ – أَوْ يَجْعَلَ جُزْءًا كَبِيرًا مِنْهَا بِبَيْتِهِ يُقَدِّمُهُ لِلضُّيُوفِ فَهَذَا مِنْ إِكْرَامِ الضَّيْفِ يَوْمَ الْعِيدِ.

Sebagian ulama berkata, “Jika seseorang ingin membagi sepertiga untuk orang fakir, sepertiga untuk dia sendiri, lalu sepertiga untuk hadiah, maka hendaknya dia melakukannya. Jika seseorang ingin memakan semuanya, dan menyedekahkan sebagiannya, maka hendaknya dia melakukannya. Seperti orang yang rumahnya banyak didatangi tamu, bisa saja dia menyimpan kayak yang sepertiga untuk hadiah tadi di rumahnya, untuk kemudian nanti disuguhkan kepada para tamu agar dimakan oleh mereka, jika dia mau seperti itu. Atau boleh saja dia menyimpan sebagian besar jatah udhiyah di rumahnya untuk disuguhkan kepada para tamunya. Ini adalah salah satu bentuk memuliakan tamu di hari raya.

فَيَجُوزُ لَكَ أَنْ تَأْكُلَ لَكَ الْكَبِدَ كُلَّهُ . إِذَا يُسْتَحَبُّ لِلْإِنْسَانِ أَنْ يُفْطِرَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ يَوْمَ الْعِيدِ

Anda boleh memakan hati udhiyah Anda seluruhnya, jika Anda berpendapat akan sunahnya berbuka dengan udhiyahnya di hari raya.

وَلَيْسَ مَعْنًى – هَذَا أَنْ تَأْكُلَ كُلُّ ذَبِيحَتِكَ وَتَضَعَ الْبَاقِيَ فِي الثَّلَاجَةِ

Tetapi tidak masuk akal jika Anda memakan seluruh sembelihan Anda dan menyimpan sisanya di kulkas Anda (tidak ada yang dibagi).

وتقول : أَقَلُّ مَا يَقَعُ عَلَيْهِ اسْمُ اللَّحْمِ نَتَصَدَّقُ بِهِ نَتَصَدَّقُ مِنْهَا بِرُبْعِ كِيلُو. هَذَا غَيْرُ صَحِيحٍ. فَكُلًّا تَصَدَّقْتُ بِشَيْءٍ أَكْثَرَ كَانَ أَجْرُكَ أَعْظَمَ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمَّا رَجَعَ فَقَالَ:

Ada pula yg mengatakan bahwa batas minimal jatah daging untuk disedekahkan adalah ¼ kilo. Ini tidak benar. Semakin banyak yg Anda sedekahkan, semakin besar pahala Anda, karena ketika sampai rumah, Nabi ﷺ bertanya:

مَاذَا بَقِيَ مِنْهَا أَيْ الْأُضْحِيَّةِ

“Apa yang tersisa darinya (udhiyah)?”

BACA JUGA:  Larangan ketika Junub

Istri beliau menjawab:

مَا بَقِيَ إِلَّا كَتِفَهَا

“Tidak ada yang tersisa kecuali sampil (kaki kambing),” [Sunan At-Tirmidzi: 2470].

-أَيْ تَصَدَّقْنَا بِهَا كُلِّهَا وَبَقِيَ لَنَا الْكَتِفُ فَقَطْ

Maksudnya, beliau menyedekahkan seluruhnya, dan menyisakan hanya sampil (kaki kambing) saja.

قَالَ ﷺ : كُلُّهَا قَدْ بَقِيَ إِلَّا كَتِفَهَا، أَيْ بَقِيَ أَجْرُهَا كُلُّهَا إِلَّا كَتِفَهَا الَّذِي سَنَأْكُلُهُ

Beliau ﷺ bersabda, “Semua tersisa kecuali sampil (kaki kambing).” Maksudnya, telah tetap seluruh pahalanya, kecuali bagian pahala dari sampil itu yang akan dimakan oleh beliau.

وَإِنْ كَانَ الْإِنْسَانُ لَوْ أَكَلَ أَكْلَةً فَنَوَى بِهَا التَّقَوِّيَ عَلَى عِبَادَةِ اللَّهِ أَخَذَ أَجْرَهُ، وَلَوْ اشْتَرَى لِبَيْتِهِ طَعَامًا فَنَوَى بِهِ أَنْ يُعَيِّنَ أَوْلَادَهُ عَلَى طَاعَةِ اللَّهِ لِأَخْذِ أَجْرِهِ وَانْقَلَبَ هَذَا الْأَكْلُ فِي حَقِّهِ إِلَى طَاعَةٍ، وَلَوْ أَنَّ رَجُلًا اشْتَرَى ثَوْبًاً وَأَرَادَ التَّجَمُّلَ بِهِ أَمَامَ النَّاسِ وَإِظْهَارَ نِعْمَةِ اللَّهِ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ حِينَئِذٍ يُؤْجَرُ وَيُثَابُ.

Jika seandainya seseorang memakan makanannya dan dia meniatkan dengan makannya itu tadi agar kuat menjalankan ibadah kepada Allah, dia akan mendapat pahalanya. Seandainya seseorang membelikan keluarganya makanan dan meniatkannya untuk menolong anaknya agar bisa taat kepada Allah, dia akan mendapat pahalanya. Seandainya seseorang membeli pakaian dan ingin menjadikan dirinya nampak elok di hadapan manusia sembari menampakkan nikmat dari Allah kepada dirinya, maka dia akan mendapat ganjaran dan pahala.

هَلْ يَجُوزُ الْأُضْحِيَّةُ بِأُنْثَى

TOPIK 09 – BOLEHKAH UDHIYAH DENGAN BETINA

الْجَوَابُ : يَجُوزُ التَّضْحِيَةُ بِالْأُنْثَى وَالذَّكَرِ، وَلَكِنَّ الذَّكَرَ أَفْضَلُ وَأَوْلَى لِأَمْرَيْنِ:

Jawaban: Boleh Anda berudhiyah dengan binatang jantan atau betina. Tetapi berkurban dengan yg jangan adalah lebih utama dan lebih pantas karena dua hal:

الْأَوَّلُ: أَنَّهُ أَكْثَرُ ثمَنًا مِنْ الْأُنْثَى فِي الْغَالِبِ.

Pertama, karena ia (udhiyah jantan) pada umumnya lebih mahal daripada udhiyah betina.

الثَّانِي: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ ضَحَّى بِذَکر، كَمَا فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ  كَا مَرَّ مَعَنَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ، وَالْكَبْشُ هُوَ ذِكْرُ النِّعَاجِ

Kedua: Bahwa Nabi ﷺ berudhiyah dengan yang jantan, sebagaimana dalam Sahih Muslim – seperti yg sudah kami sampaikan sebelumnya, bahwa Nabi ﷺ berudhiyah dengan dua ekor domba Gibas (Al-Kabsyu). Al-Kabsyu adalah kambing jantan dari jenis domba Gibas.

الْمَبْحَثُ الْعَاشِرُ : أَيُّهُمَا أَفْضَلُ : أَنْ تَشْتَرِكَ فِي بَقَرَةٍ يَكُونُ نَصِيبُكَ سَبُعٌ أَوْ رُبُعٌ أَوْ نِصْفَ بَقَرَةٍ أَمْ أَنْ تَذْبَحَ شَاهْ؟

TOPIK 10: MANA YG AFDAL, KOLEKTIF SAPI 7 ORANG, 4 ORANG, 2 ORANG, ATAU SATU ORANG SEEKOR DOMBA?

الْجَوَابُ : الْأَفْضَلُ أَنْ تَذْبَحَ شَاهْ ؛ لِأَمْرَيْنِ :

Jawaban: Anda lebih afdhal menyembelih seekor domba karena dua alasan:

١ – أَنَّهَا ذَبِيحَةٌ كَامِلَةٌ
  1. Karena itu adalah sembelihan yang sempurna
٢ – لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ ضَحَّى بِأَفْضَلِ شَيْءٍ ، وَهُوَ الشِّيَاهُ الْغَنَمُ وَلَوْ كَانَ الْبَقَرُ أَفْضَلَ لضَحَى بِهِ النَّبُّی ﷺ
  1. Karena Nabi ﷺ berudhiyah dengan sesuatu yang afdhal, yaitu kambing. Seandainya sapi lebih afdhal, niscaya Nabi ﷺ akan berudhiyah dengannya.
أَيُّهُمَا أَفْضَلُ أَنْ تُذْبَحَ شَاةٌ أَمْ تُذْبَحُ بَقَرَةً؟

TOPIK 11 – MANA YANG AFDHAL, SATU ORANG UDHIYAH SAPI ATAU SATU ORANG UDHIYAH DOMBA?

الْجَوَابُ : الْأَفْضَلُ أَنْ تُذْبَحَ بَقَرَةً ؛ لِأَنَّ الْبَقَرَةَ ذَبِيحَةٌ كَامِلَةٌ كَذَبِيحَةِ الشَّاهِ، فَلَا فَضْلَ لِلشَّاةِ عَلَيْهَا ، بَلْ الْبَقَرَةُ أَفْضَلُ مِنْهَا لِكَثْرَةِ اللَّحْمِ

Jawaban: Yang afdhal Anda menyembelih sapi, karena sapi adalah sembelihan yang sempurna, seperti halnya sembelihan domba. Tetapi dalam perbandingan ini, domba kalah utama daripada sapi. Sapi lebih utama karena dagingnya lebih banyak.

الْعُيُوبُ الَّتِي تُبْطِلُ الْأُضْحِيَّةَ

TOPIK 12 – CACAT YG MEMBATALKAN UDHIYAH

 هُنَاكَ أَرْبَعَةُ عُيُوبٍ حَدَّدَهَا النَّبِيُّ ﷺ فِيهَا رَوَاهُ الْبَرَاءُ ابْنُ عَازِبٍ ، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ :

Dalam hal ini, ada empat cacat sebagaimana dijelaskan Nabi ﷺ dalam riwayat Al-Bara bin ‘Azib bahwa Nabi ﷺ bersabda:

أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى

“Empat yang tidak sah dalam udhiyah, yaitu buta pada matanya dengan kebutaan yg jelas, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, serta kurus yang sangat.”[1] [1] Sahih. Sunan Abu Dawud: 2802. Sunan At-Tirmidzi: 1497. Sunan An-Nasai: 4369. Sunan Ibnu Majah: 3144. Musnad Ahmad: 18510. At-Tirmidzi: Sahih. Al-Albani: Sahih.

بَعْضُ الْعُيُوبِ الَّتِي تُكْرَهُ فِي الْأُضْحِيَّةِ وَلَا تُبْطِلُهَا

TOPIK 13: CACAT YG MAKRUH, TIDAK MEMBATALKAN UDHIYAH

أَنْ تَكُونَ مَقْطُوعَةَ الْأُذُنِ

Kupingnya terpotong

 أَنْ تَكُونَ مَكْسُورَةَ الْقَرْنِ

Tanduknya patah

وَبَعْضُ النَّاسِ يَظُنُّ أَنَّ الْكَبْشَ الَّذِي لَا قُرُونَ لَهُ لَا يُجْزِئُ فِي الْأُضْحِيَّةِ، وَهَذَا خَطَأٌ

Sebagian manusia menyangka bahwa kambing Gibas yang tidak memiliki tanduk tidak sah untuk udhiyah. Ini adalah sangkaan yang keliru.

الْمَبْحَثُ الرَّابِعَ عَشَرَ : بَعْضُ الْأَخْطَاءِ فِي الْأُضْحِيَّةِ

TOPIK 14: BEBERAPA KESALAHAN DALAM UDHIYAH

 ١. إِعْطَاءُ الْجَازِرِ مِنْ الْأُضْحِيَّةِ ثَمَنَ جَزَارَتِهِ ، كَأَنْ يَقُولَ الْجَازِرُ سَأَذْبَحُ لَكَ ، وَأَخَذَ أُجْرَتَيْ الْمَذْبَحِ رَقَبَةَ الشَّاةِ أَوْ الْأُضْحِيَّةِ

1. Memberi kulit kepada penjagal sebagai imbalan atas jasa jagalnya itu. Seolah-olah si penjagal berkata, “Saya akan menyembelih untuk Anda, lalu saya ambil upah penyembelihan itu berupa kepala kambing atau dari kepala udhiyah.

BACA JUGA:  Definisi dan Macam-macam Riba menurut Quran dan Hadis

Dalil atas hal ini adalah hadis Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu yg berkata:

فَأَمَرَنِي أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَمَرَنِي أَنْ أَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا, وَجُلُودَهَا, وَجِلَالَهَا فِي الْمَسَاكِينِ وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا, وَقَالَ: نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Rasulullah ﷺ menyuruh saya untuk mengurus unta beliau. Beliau juga memerintahkan saya untuk membagi unta beliau secara keseluruhan, baik dagingnya, kulitnya, juga pakaiannya kepada orang-orang miskin. Beliau juga menyuruh saya untuk tidak memberikan kepada si penjagal apapun dari udhiyah beliau (sebagai imbalan/upah). Sahabat Ali kemudian berkata, ‘Kami mengupah penjagal dengan harta kami,” [Sunan Ibnu Majah: 3099].

وَإِنْ كَانَ هَذَا الْجَازِرُ رَجُلًا فَقِيرًا أُعْطِيَهِ أُجْرَتَهُ عِشْرِينَ جُنَيْهًا مَثَلًا ، وَأَرْسَلَ لَهُ مِنْ الْأُضْحِيَّةِ بَعْدَ ذَلِكَ لَحْمًا عَلَى سَبِيلِ الصَّدَقَةِ لَا عَلَى سَبِيلِ الْأُجْرَةِ

Tetapi jika si penjagal ini adalah orang yang fakir, saya akan memberinya upah 20 Pound Mesir, misalnya, lalu saya juga akan memberinya sebagian daging udhiyah kepadanya dengan niat sedekah, bukan sebagai upah.

٢ . بَيْعُ جِلْدِ الْأُضْحِيَّةِ

2. Menjual kulit udhiyah

لَا يَجُوزُ بَيْعُ جِلْدِ الْأُضْحِيَّةِ ؛ لِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللِّہ ﷺ :

Tidak boleh menjual kulit udhiyah berdasarkan hadis Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ

“Siapa saja yg menjual kulit udhiyah miliknya, maka dia tidak mendapat pahala udhiyah,”

قَالَ الْعُلَمَاءُ : أَقَلُّ مَا يُحْمَلُ هَذَا الْحَدِيثُ عَلَى الْكَرَاهَةِ ، أَيْ يُكْرَهُ بَيْعُ جِلْدِ الْأُضْحِيَّةِ . لَكِنْ لَوْ كَانَ جِلْدُ الْأُضْحِيَّةِ هُنَاكَ أَشْخَاصٌ يَجْمَعُونَهُ وَيَبِيعُونَهُ وَمِنْ ثَمَّ يَتَصَدَّقُونَ بِثَمَنِهِ فَلَا شَيْءَ فِيهِ ، وَلَوْ كَانَ جِلْدُ الْأُضْحِيَّةِ سَيَتْلَفُ عِنْدَكَ إِذَا كُنْتَ لَا تَسْتَطِيعُ أَنْ تَدْبِغَهُ بِالْمِلْحِ وَنَحْوِهِ ، بِعْهُ وَتَصَدَّقَ بِثَمَنِهِ كُلِّهِ ، وَبِذَلِكَ تَكُونُ لَمْ تَسْتَفِدْ مِنْهُ بِشَيْءٍ

Ulama berkata, “Yang bisa diambil dari hadis ini adalah bahwa minimal hukum menjual kulit udhiyah hukumnya makruh. Tetapi jika ada orang mengumpulkannya dan menjualnya lalu menyedekahkan hasil penjualannya, maka tidak masalah, apalagi jika kulit udhiyah itu berpotensi rusak karena Anda tidak bisa menyamaknya dengan garam atau yang lainnya, maka jual dan sedekahkan hasil penjualannya secara keseluruhan, karena dengan begitu Anda (sebagai mudhahi/panitia udhiyah) tidak terkena pasal memanfaatkan hasil penjualan kulit udhiyah untuk kepentingan pribadi.

٣. أَنَّ بَعْضَ النَّاسِ يَشْتَرِكُ فِي بَقَرَةٍ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعَةٍ : كَأَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ سَنَشْتَرِكُ سَبْعَةً فِي بَقَرَةٍ ، وَلَكِنْ ثَلَاثَةٌ سَيَأْخُذُونَ ثَلَاثَةَ أَرْبَاعِ الْأُضْحِيَّةِ ، وَأَرْبَعَةٌ يَشْتَرِكُونَ فِي الرُّبُعِ ، لَا تَجُوزُ هَذِهِ الْأُضْحِيَّةُ لِمَنْ سَيَأْخُذُونَ أَقَلَّ مِنْ السَّبْعِ .

3. Sebagian orang ikut kolektif sapi lebih dari tujuh orang. Misal seseorang berkata bahwa salah satu dari mereka berserikat tujuh orang untuk satu sapi, tetapi yang tiga mengambil jatah ¾ udhiyah, sedang yang empat orang sisanya hanya ¼. Udhiyah seperti ini tidak boleh bagi orang yang patungan kurang dari 1/7.

هَلْ يَجُوزُ أَنْ يَشْتَرِكَ سَبْعَةٌ فِي أُضْحِيَّةٍ ، ثَلَاثَةٌ يَنْوُونَ الْأُضْحِيَّةَ ، وَأَرْبَعَةٌ يَنُونَ اللَّحْمَ فَقَطْ وَلَيْسَ أُضْحِيَّةً؟

TOPIK 15: BOLEHKAH KOLEKTIF UDHIYAH TUJUH ORANG, DI MANA YG 3 BERNIAT UDHIYAH, SEDANG YG 4 HANYA INGIN DAGINGNYA SAJA, BUKAN UDHIYAH?

جُمْهُورُ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى الْجَوَازِ ، وَاسْتَدَلُّوا بِقَوْلِ النَّبِيِّ ﷺ :

Jumhur ahli ilmu berpendapat atas kebolehannya. Mereka berdalil atas sabda Nabi ﷺ:

« إنما الأعمال بالنيات ، وإنما لكل امرئ ما نوى » ( ۱ ) .

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung atas niatnya. Dan setiap orang akan mendapat atas apa yg dia niatkan.”[1]

هَذَا نَوَى أَكْلًا وَهَذَا نَوَى أُضْحِيَّةً « وإنما لكل امرئ ما نوى »

Yang ini berniat untuk makan, sedang yang itu berniat udhiyah. “Setiap orang akan mendapat atas apa yg dia niatkan.”

قال الحسن البصري : « يَجُوزُ أَنْ تَنْوِيَ بِالشَّاةِ عَقِيقَةً وَأُضْحِيَّةً فِي آنٍ وَاحِدٍ » ( ۲)

Hasan Al-Bashri berkata, “Boleh seseorang berniat dengan seekor domba untuk udhiyah dan akikah dalam satu waktu.”[2] [1]Muttafaq Alaih. Sahih Bukhari: 1. Sahih Muslim: 1907

[2] Al-Mushannaf Li Abdirrazaq: 7966

الْمَبْحَثُ السَّادِسَ عَشَرَ : بَعْضُ الْأُمُورِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالْأُضْحِيَّةِ

TOPIK 16: BEBERAPA HAK TERKAIT UDHIYAH

إِذَا أَطْلَقَ الْغَنَمَ : يُرَادُ بِهَا الْغَنَمُ بِجَمِيعِ أَنْوَاعِهِ ، الَّذِي لَهُ لِيَّةٌ وَاَلَّذِي لَيْسَ لَهُ لِيَّةٌ

Kaitannya dengan kambing, maka yg dimaksud kambing adalah seluruh kambing dengan berbagai macam jenisnya, baik yg memiliki jenggot maupun yg tidak.

إِذَا أَطْلَقَ الْبَقَرَ : يُرَادُ بِهَا الْبَقَرُ وَالْجَامُوسُ

Kaitannya dengan sapi, maka yg dimaksud adalah sapi dan kerbau.

إِذَا أَطْلَقَ الْإِبِلَ: يُرَادُ بِهِ الْإِبِلُ الْبَخَاتِيُّ وَغَيْرُ الْبَخَاتِيِّ : مَا لَهُ سَنَامٌ وَاحِدٌ أَوْ سِنَامَيْنِ

Kaitannya dengan unta, maka yg dimaksud adalah unta Bukhari dan non-Bukhati, yaitu unta yg punuknya satu atau dua.

الْمَبْحَثُ السَّابِعَ عَشَرَ : شُرُوطِ الْمُضَحِّي

TOPIK 17: SYARAT-SYARAT MUDHAHI

إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ فَإِنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِلْمُضَحِّي أَلَّا يَأْخُذَ مِنْ أَظْفَارِهِ وَلَا مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ إِبْطِهِ وَلَا منْ عَانَتِه شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ، لِمَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:

Apabila sudah masuk sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah, maka hukumnya mustahab (Sunnah) bagi mudhahi untuk tidak mengambil apapun dari kukunya, rambutnya, bulu ketiaknya, juga bulu kemaluannya, hingga dia menunaikan udhiyah. Hal ini didasarkan pada riwayat Imam Muslim dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha bahwa Nabi ﷺ bersabda:

« إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ هَا وَأَظْفَارِهِ حَتَّى يُضَحِّيَ »

“Apabila kalian sudah melihat hilal Zulhijjah dan salah satu dari kalian ingin menunaikan udhiyah, maka tahanlah dari (memotong) rambutnya dan kukunya hingga dia menunaikan udhiyah,” [Sahih Muslim: 1977].

وفي رواية : « فَلَا يَمَسُّ مِنْ شَعْرِهِ وَبَشَرَتِهِ شَيْئًا »

Di riwayat lain, “Maka jangan menyentuh apapun dari rambutnya dan kulitnya.”

وَهَذَا النَّهْيُ يَخُصُّ صَاحِبَ الْأُضْحِيَّةِ لِقَوْلِهِ: « وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ » فَلَا يَعُمُّ الزَّوْجَةَ وَلَا الْأَوْلَادَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُشْرِكَهُمْ مَعَهُ فِي الثَّوَابِ

Larangan ini khusus untuk Sohibul Udhiyah berdasarkan sabda Nabi ﷺ, “Dan seseorang hendak menunaikan udhiyah.” Jadi larangan ini tidak berlaku untuk istri dan anak-anak Sohibul Udhiyah yang diajak berserikat bersama sang ayah dalam perolehan pahala.

وَمَنْ احْتَاجَ إِلَى أَخْذِ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ لِتَضَرُّرِهِ بِبَقَائِهِ ، كَانْكِسَارِ ظُفْرٍ فَلَا بَأْسَ ؛ لِأَنَّ الْمُضَحِّيَ لَيْسَ بِأَعْظَمَ مِنْ الْمُحْرِمِ الَّذِي أُبِيحَ لَهُ الْحَلْقُ إِذَا كَانَ مَرِيضًاً أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ ، لَكِنَّ الْمُحَرَّمَ عَلَيْهِ الْفِدْيَةُ ، وَالْمُضَحِّي لَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ

Siapa saja yang harus memotong sesuatu dari hal di atas karena apabila tidak dipotong bisa membahayakan dirinya, seperti ada kuku yang patah, maka hal itu tidak masalah, karena bagi mudhahi hal itu bukan haram jika dia sakit atau jika menimbulkan gangguan pada kepalanya. Jika hal itu haram, maka wajib baginya fidyah, akan tetapi bagi mudhahi tidak ada fidyah.

Diterjemahkan dari Ad-Durarul Bahiyyati fi Fiqhil Udhiyah karya Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahhullah oleh Irfan Nugroho

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button