Adab

Sahihul Adab: 12 Adab Makan di dalam Islam

Pembaca rahimakumullah, berikut adalah terjemahan matan Sahihul Adab Al-Islamiyah tentang adab makan. Materi dalam bahasa Arab ditulis oleh Syaikh Wahid Abdussalam Bali. Teruskan membaca. Semoga bermanfaat!

Tasmiyah di Awal Makan

Pembaca rahimakumullah, adab makan yang pertama adalah:

اَلتَّسْمِيَةُ فِي أَوَّلِ الطَّعَامِ

Tasmiyah di awal makan.

Di dalam Ash-Shahihain dari Umar bin Abi Salamah Radhiyallahu Anhu yang berkata:

كُنْتُ غُلَامًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ketika saya masih kecil, saya berada di bawah kepengasuhan Rasulullah ﷺ.

وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dan suatu ketika tangan saya berseliweran di atas nampan. Maka Rasulullah ﷺ berkata kepada saya:

يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

Nak, sebutlah Nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu. Makanlah dari yang paling dekat dengan dirimu.

Kemudian Umar bin Abi Salamah berkata:

فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ

Sejak saat itu, saya saya selalu makan dengan menetapi adab yang seperti itu, (Sahih Bukhari: 5376. Sahih Muslim: 2022).

PENJELASAN:

Perkataan Umar bin Abi Salamah (الصَّحْفَةِ) atau Sohfah adalah nampan wadah makanan yang bisa membuat kenyang lima orang.

Sabda Nabi (سَمِّ اللَّهَ) maksudnya, “Ucapkan, ‘Bismillah.’”

PELAJARAN:

Pelajaran yang bisa diambil dari hadis dalam adab makan yang pertama ini di antaranya:

عِنَايَة النَّبِيِّ لِلْأَطْفَالِ وَتَعْلِيمَهُمْ لَهُ

Perhatian Nabi terhadap anak-anak serta pengajaran beliau kepada mereka.

اَلْحَثُّ عَلَى تَعْلِيمِ الْأَطْفَالِ

Anjuran untuk mengajari anak-anak.

اِسْتِحْبَابُ التَّسْمِيَةِ أَوَّلَ الطَّعَامِ

Hukumnya sunah untuk mengucapkan “bismillah” di awal makan.

اِسْتِحْبَابُ الْأَكْلِ بِالْيَمِينِ

Hukumnya sunah untuk makan dengan tangan kanan.

يُسْتَحَبّ لِكُلِّ إِنْسَانِ أَنْ يَأْكُلَ مِمَّا يَلِيهُ

Hukumnya sunah bagi setiap manusia untuk makan dari yang paling dekat dengannya.

سُرْعَةُ اِمْتِثَالِ الصَّحَابَةِ لِأَوَامِرِ النَّبِيِّ

Cepatnya para sahabat dalam mematuhi perintah-perintah Nabi ﷺ.

Bagaimana Jika Lupa Bismillah di Awal Makan?

Adab makan yang kedua adalah tentang bagaimana jika lupa bismillah di awal makan. Syaikh Wahid Abdussalam Bali Hafizahullah berkata:

فَإِذَا نَسِيَ أَنْ يُسَمِّيَ فِي أَوَّلِ الْأَكْلِ ، فَلْيَقُلْ : بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

Apabila lupa mengucapkan bismillah di awal makan, hendaknya mengucapkan, “Bismillahi awwalahu wa akhirahu.”

Imam At-Tirmizi meriwayatkan suatu hadis, dan beliau menilainya sebagai Hasan Sahih, dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

 إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ

“Apabila salah seorang dari kalian makan, hendaknya mengucapkan, ‘Bismillah.’ Namun apabila dia lupa (mengucapkan bismillah) di awal makan, hendaknya dia mengucapkan, ‘Bismillahi fi awwalihi wa akhiri,’” (Sunan At-Tirmizi: 1858)

PELAJARAN

Beberapa pelajaran yang bisa disimpulkan dari hadis di atas di antaranya:

 اسْتِحْبَابُ ذِكْرِ اسْمِ اللَّهِ تَعَالَى عِنْدَ الْأَكْلِ

“Disunahkan untuk menyebut Asma Allah ta’ala ketika makan.”

 مَنْ نَسِيَ أَنْ يُسَمِّيَ فِي أَوَّلِ الطَّعَامِ فَلْيَقُلْ: بِاسْمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ

“Siapa saja yang lupa dari membaca bismillah di awal makan, hendaknya dia mengucapkan, ‘Bismillahi fi awwalihi wa aakhirihi.’”

فَضِيلَةُ التَّسْمِيَةِ

“Keutamaan tasmiyah, atau mengucapkan bismillah (di setiap aktivitas yang sifatnya mubah)”

Makan dengan Tangan Kanan

Adab makan yang ketiga, menurut Syaikh Wahid Abdussalam Bali di dalam Sahihul Adab Al-Islamiyah adalah:

اَلْأَكْل بِالْيَمِينِ

Makan dengan tangan kanan.

Imam Muslim meriwayatkan di dalam Sahih beliau dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

 لَا يَأْكُلَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ بِشِمَالِهِ وَلَا يَشْرَبَنَّ بِهَا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِهَا

“Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian makan dengan tangan kirinya, dan jangan pula minum dengannya (tangan kiri), karena setan makan dan minum dengan tangan kirinya,” (Sahih Muslim: 2020).

Imam Muslim meriwayatkan di dalam Sahih beliau dari Iyas bin Salamah bin Akwa’i dari ayahnya Radhiyallahu Anhu yang bercerita kepadanya:

أَنَّ رَجُلًا أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِمَالِهِ

Seseorang makan di sisi Rasulullah ﷺ dengan tangan kirinya.

 فَقَالَ كُلْ بِيَمِينِكَ

Rasulullah ﷺ pun bersabda kepadanya, “Makanlah dengan tangan kananmu.”

 قَالَ لَا أَسْتَطِيعُ

Orang itu pun berkata, “Saya tidak bisa (makan dengan tangan kanan).”

 قَالَ لَا اسْتَطَعْتَ

Beliau ﷺ pun bersabda, “Ya sudah, kalau begitu kamu tidak akan bisa (makan dengan tangan kanan).”

 مَا مَنَعَهُ إِلَّا الْكِبْرُ

Salamah berkata, “Orang itu tidak mau makan dengan tangan kanan karena sombong.”

 قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ

Salamah berkata, “Orang itu akhirnya benar-benar tidak bisa mengangkat tangan kanannya ke mulut,” (Sahih Muslim: 2021).

BACA JUGA:  Larangan Menghadapkan Wajah ke Pintu saat Meminta Izin

PELAJARAN

Hukum atau pelajaran yang bisa disimpulkan dari hadits di atas antara lain:

 يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَلَّا يَتَشَبَّهَ بِأَعْدَاءِ اللَّهِ مِنَ الشَّيَاطِينِ وَالْيَهُودِ وَالنَّصَارَى وَنَحْوِهِمْ

“Hendaknya seorang muslim tidak menyerupai musuh-musuh Allah, mulai dari setan, yahudi, nasrani, dan lainnya.

 الشَّيَاطِينُ تَأْكُلُ وَتَشْرَبُ

“Setan itu juga makan dan minum.”

 الشَّيْطَانُ لَهُ يَمِينٌ وَشِمَالٌ

“Setan memiliki tangan kanan dan kiri.”

 مَنْ أَكَلَ بِشِمَالِهِ تَشَبَّهَ بِالشَّيْطَانِ فِي ذَلِكَ الْفِعْلِ ؛ إِذْ الشَّيْطَانُ بِشِمَالِهِ يَأْكُلُ وَبِهَا يَشْرَبُ

“Siapa saja yang makan dengan tangan kiri, dia telah menyerupai setan dalam perbuatan tersebut, karena setan makan dan minum dengan tangan kiri.

 التَّحْذِيرُ مِنْ مُخَالَفَةِ الرَّسُولِ

“Peringatan agar kita tidak menyelisihi Rasul ﷺ.”

Makan dari yang Paling Dekat

Pembaca rahimakumullah, adab makan yang keempat menurut Syaikh Wahid Abdussalam Bali di dalam Sahihul Adab Al-Islamiyah, adalah:

اَلْأَكْل مِنَ الْجَانِبِ الَّذِي يَلِيهُ

Makan dari yang paling dekat.

Di dalam Ash-Shahihain dari Umar bin Abi Salamah Radhiyallahu Anhu yang berkata:

 كُنْتُ غُلَامًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Dulu ketika saya masih kecil dan berada di dalam asuhan Rasulullah ﷺ. Pernah suatu waktu tanganku berseliweran di atas Shohfah. Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku:

يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

“Wahai anak kecil, ucapkan bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah makanan yang ada di hadapanmu.”

Kemudian Umar bin Abi Salamah Radhiyallahu Anhu berkata:

 فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ

“Maka seperti itulah cara saya makan setelah itu,” (Sahih Bukhari: 5376. Sahih Muslim: 2022).

PELAJARAN

Beberapa hukum atau pelajaran yang bisa disimpulkan dari hadis di atas di antaranya:

 عِنَايَةُ النَّبِيِّ بِتَعْلِيمِ النَّشْءِ

Perhatian Nabi ﷺ dalam mendidik manusia.

اسْتِحْبَابُ التَّسْمِيَةِ عَلَى الطَّعَامِ

Disukainya mengucapkan bismillah ketika makan.

يُسْتَحَبُّ لِكُلِّ آكِلٍ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ الْجَانِبِ الَّذِي يَلِيهِ

Disukainya bagi orang yang makan untuk makan dari sisi yang dekat dengannya, bukan di sisi yang di dekat orang lain (jika makan bersama).

 سُرْعَةُ امْتِثَالِ الصَّحَابَةِ لِلنَّبِيِّ

Cepatnya para sahabat dalam mencontoh Nabi ﷺ.

Makan dari Pinggir Piring

Pembaca rahimakumullah, adab makan yang kelima menurut Syaikh Wahid Abdussalam Bali di dalam Sahihul Adab Al-Islamiyah adalah:

اَلْأَكْل مِنْ جَوَانِبَ اَلْقَصْعَة أَوْ اَلطَّبَقِ

Makan dari pinggir nampan atau piring.

Imam Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad hasan dari Abdullah bin Busyr Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُوا مِنْ حَوَالَيْهَا وَدَعُوا ذِرْوَتَهَا يُبَارَكْ فِيهَا

“Hendaknya kalian makan dari pinggir dan mengakhirkan bagian yang tengah dan tinggi, karena itu adalah sebab keberkahan,” (Sunan Abu Dawud: 3773).

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad sahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:

 كُلُوا فِي الْقَصْعَةِ مِنْ جَوَانِبِهَا وَلَا تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهَا فَإِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ فِي وَسَطِهَا

“Makanlah dari pinggir nampan. Jangan makan dari tengah nampan, karena berkahnya makanan itu turun di bagian tengahnya,” (Musnad Ahmad: 2439).

Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahhullah ketika menjelaskan tentang barokah berkata:

وَالْبَرَكَةُ: النَّمَاءُ وَالزِّيَادَةُ وَمَحَلُّهَا الْوَسَطُ فَاللَّائِقُ إِبْقَاؤُهُ إِلَى آخِرِ الطَّعَامِ لِبَقَاءِ الْبَرَكَةِ وَاسْتِمْرَارِهَا وَلَا يَحْسُنُ إِفْنَاؤُهُ وَإِزَالَتُهُ.

“Barokah artinya tumbuh dan berkembang. Tempatnya di tengah. Dianjurkan untuk mengakhirkan makan bagian tengah suatu hidangan agar keberkahan itu tetap ada dari awal hingga akhir. Maka tidak baik jika menghilangkan keberkahan itu (di awal makan).”

PELAJARAN:

Pelajaran yang bisa diambil dari dua hadis dalam adab makan yang satu ini adalah di antaranya:

اسْتِحْبَابُ الْأَكْلِ مِنْ جَوَانِبِ الطَّبَقِ

Hukumnya mustahab atau disukai atau sunnah untuk makan dari pinggir nampan atau piring

النَّهْيُ عَنِ الْأَكْلِ مِنْ أَعْلَى وَوَسَطِ الطَّبْقِ

Larangan makan dari bagian yang tinggi di tengah nampan

 الْحَثّ عَلَى الْأَكْلِ مِنْ جَوَانِبِ الطَّبَقِ، وَتَرْكُ الْوَسَطِ

Anjuran untuk makan dari pinggir piring dan mengakhirkan yang tengah

 كمَالُ الشَّرِيعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ وَشُمُولِيَّتُهَا لِكَافَّةِ مَنَاحِي الْحَيَاةِ

Lengkapnya syariat Islam dalam semua aspek kehidupan.

Tidak Makan dengan Bersandar

Pembaca rahimakumullah, adab makan yang keenam menurut Syaikh Wahid Abdussalam Bali di dalam Sahihul Adab Al-Islamiyah adalah:

عَدَم اَلْأَكْلِ مُتَّكِئًا

Tidak makan dengan bersandar.

BACA JUGA:  Adab Makan: Tidak Menghina Makanan

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Juhaifah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

 لَا آكُلُ مُتَّكِئًا

“Aku tidak makan sambil bersandar,” (Sahih Bukhari: 5398).

PENJELASAN

Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahullah berkata:

 فَعَلَى هَذَا يَجُوزُ الْأَكْلُ مُتَرَبِّعًا مِنْ غَيْرِ كَرَاهَةٍ لِأَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ نَهْيٌ عَنْهُ وَلَيْسَ هُوَ مِنْ الِاتِّكَاءِ إِلَّا إِذَا جَلَسَ عَلَى وِسَادَةٍ وَنَحْوِهَا عَلَى تَفْسِيرِ الْخَطَّابِيِّ

“Berdasarkan hal ini, boleh makan sambil bersila dan hukumnya tidak makruh karena tidak tegas adanya larangan dari beliau ﷺ, dan bersila tidak termasuk bersandar, kecuali seseorang duduk di atas bantal atau yang semisal (sehingga orang menjadi betah dan makan secara berlebihan), seperti yang diutarakan oleh Al-Khattabi.”

PELAJARAN

Hukum yang bisa disimpulkan dari hadis ini di antaranya:

 كَرَاهَةُ الْأَكْلِ مُتَّكِئًا

Makruh hukumnya untuk makan dengan duduk bersandar.

Penerjemah:

  • Bersandar menurut Syaikh Wahid Bali adalah:
  • Condong kepada salah satu sisi badan
  • Bersandar dengan salah satu tangan

Duduk di atas bantal sehingga orang menjadi nyaman dan betah untuk berlama-lama makan sehingga makan berlebihan.

Tidak Mencela Makanan

Di antara adab seorang muslim ketika makan adalah seperti yang ditulis oleh Syekh Wahid Abdussalam dari Hafizahullah di dalam kitabnya Shahihul Adab Al Islamiyah:

أَنْ لَا يَعِيبَ طَعَامًا

Tidak Mencela Makanan.

Di dalam Ash-Shahihain dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang mengatakan bahwa:

 ما عابَ النَّبِيُّ ﷺ طَعامًا قَطُّ، إنِ اشْتَهاهُ أكَلَهُ وإنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

“Nabi ﷺ tidak pernah menghina makanan sama sekali. Apabila beliau menyukainya, beliau akan memakannya. Apabila beliau tidak menyukainya, beliau akan meninggalkannya,” (Sahih Bukhari: 3536. Sahih Muslim: 2064).

PENJELASAN

Imam An-Nawawi Rahimahullah ketika menjelaskan contoh ungkapan yg berisi penghinaan terhadap makanan yaitu:

 هَذا مالِحٌ، قَلِيلُ المِلْحِ، حامِضٌ رَقِيقٌ غَلِيظٌ غَيْرُ ناضِجٍ ونَحْوَ ذَلِكَ

“Ini terlalu asin. Ini kurang asin. Ini kecut. Ini terlalu keras, ini terlalu lembek. Ini belum matang, juga ungkapan lain yang semisal.”

PELAJARAN

Beberapa hukum atau pelajaran yang bisa disimpulkan dari hadis ini di antaranya:

 كَمَالُ أَخْلَاقِ النَّبِيِّ

Kesempurnaan akhlak Nabi ﷺ.

 إِذَا عَابَ الْمَرْءُ مَا كَرِهَهُ مِنْ الطَّعَامِ فَقَدْ رَدَّ عَلَى اللَّهِ رِزْقَهُ

Apabila seseorang menghina makanan yang tidak dia sukai, sungguh dia telah menolak rezeki Allah kepadanya.

Sepertiga untuk Makanan, Sepertiga untuk Minuman, dan Sepertiga untuk Udara

Adab makan yang kedelapan adalah:

ثُلْثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلْثَ لِشَرَابِهِ وَثُلْثَ لِنَفْسِهِ

Sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk udara.

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan, dan beliau menilainya sebagai hadis Hasan Sahih, dari Miqdam bin Ma’di Karbi Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

 مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

Tidak ada wadah yang diisi manusia, yang lebih buruk daripada wadah berupa perut. Sebenarnya, Bani Adam ini cukup hanya dengan makan beberapa suap agar tulang punggungnya bisa kembali tegak. Akan tetapi apabila seseorang tidak bisa cukup hanya dengan beberapa suap, hendaknya sepertiga (perutnya) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk udara,” (Jami At-Tirmizi: 2380).

PELAJARAN

Hukum atau pelajaran yang bisa diambil dari hadis ini, menurut Syekh Khalid Mahmud Al-Juhani hafizahullah di dalam al-Laaliu Al-Bahiyyatu:

يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَلَّا يَأْكُلَ حَتَّى يَشْبَعَ

Hendaknya orang Islam tidak makan hingga kekenyangan.

 يَكْفِي لِإِقَامَةِ حَيَاةِ الْإِنْسَانِ لِقِيمَاتٍ

Hendaknya orang Islam apabila makan, cukup agar dirinya bisa kembali hidup atau berdiri tegak (tidak sampai harus telentang atau bersandar pada tangan di belakang akibat perut yang terlalu penuh dengan makanan).

 إِنْ أَرَادَ الْإِنْسَانُ أَنْ يَأْكُلَ أَكْثَرَ مِنْ لَقِيمَاتٍ فَالْأَفْضَلُ أَنْ يَقْسِمَ بَطْنَهُ أَثْلَاثًا كَمَا فِي الْحَدِيثِ

Kalau seseorang ingin makan hingga lebih dari beberapa suap, yang afdal adalah membagi perutnya jadi tiga, seperti yang disebutkan dalam hadis.

 شُمُولِيَّةُ الشَّرِيعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ لِشَتَّى مَنَاحِي الْحَيَاةِ

Syariat Islam ini komprehensif, mencakup semua sendi kehidupan. Hikmah lain dari hadis di atas, menurut Mausuah Ahadits Nawabiyah, di antaranya:

 الْغَايَة مِنْ الْأَكْلِ، وَهِيَ حِفْظُ الصِّحَّةِ وَالْقُوَّةِ وَبِهِمَا سَلَامَةُ الْحَيَاةِ

Tujuan makan adalah menjaga kesehatan dan kekuatan, untuk menjaga keselamatan nyawa manusia.

 أَصْلٌ مِنْ أُصُولِ الطِّبِّ، وَهِيَ الْوِقَايَةُ الَّتِي يَقِي بِهَا الْإِنْسَانُ صِحَّتَهُ، وَهِيَ التَّقْلِيلُ مِنْ الْأَكْلِ، بَلْ يَأْكُلُ بِقَدْرِ مَا يَسُدُّ رَمَقَهُ وَيُقَوِّيهِ عَلَى أَعْمَالِهِ اللَّازِمَةِ

Satu dari sekian prinsip pokok dalam kesehatan, dan ini sifatnya pencegahan, adalah sedikit makan, atau makan sebatas yang diperlukan saja agar seseorang memiliki kekuatan untuk menjalankan pekerjaan yang harus dilakukan.

BACA JUGA:  Dalil Keutamaan Salat di Masjid Nabawi

Hukum makan itu ada beberapa:

  1. Wajib, yaitu untuk menjaga kehidupan, dan jika tidak makan justru menimbulkan bahaya (bagi kesehatan).
  2. Boleh, yaitu makan di luar kebutuhannya yang wajib, tetapi tidak dikhawatirkan akan timbul bahaya bagi kesehatan.
  3. Makruh, yaitu apabila seseorang makan, dikhawatirkan akan timbul bahaya.
  4. Haram, yaitu apabila diketahui ada bahaya jika seseorang nekad makan.
  5. Mustahab, yaitu seseorang makan untuk membantu dirinya dalam beribadah dan menjalankan ketaatan kepada Allah.

Tidak Meniup Makanan atau Minuman

Adab makan seorang muslim yang kesembilan adalah:

عَدَم النَّفْخِ فِي الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ

Tidak meniup makanan atau minuman.

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah meriwayatkan dengan sanad sahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma yang berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّفْخِ فِي الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ

Rasulullah ﷺ melarang meniup makanan dan minuman, [Musnad Ahmad: 2813].

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dan beliau menilainya Hasan Shahih dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu yang berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّفْخِ فِي الشُّرْبِ 

“Nabi ﷺ melarang meniup minuman.” Lalu seseorang berkata kepada beliau:

الْقَذَاةُ أَرَاهَا فِي الْإِنَاءِ 

“Saya melihat ada kotoran di bejana.”

Maka Rasulullah ﷺ bersabda:

أَهْرِقْهَا

“Tumpahkanlah.”

Kemudian orang itu berkata:

فَإِنِّي لَا أَرْوَى مِنْ نَفَسٍ وَاحِدٍ 

“Tetapi saya ini tidak puas kalau minum hanya satu nafas (satu tegukan).”

Rasulullah ﷺ bersabda:

فَأَبِنْ الْقَدَحَ إِذَنْ عَنْ فِيكَ

“Kalau begitu jauhkan bejana itu dari mulut (apabila ingin minum beberapa tegukan),” (Jami At-Tirmizi: 1887, Sunan Abu Dawud: 3722).

PENJELASAN

Maksud sabda beliau, “Kalau begitu jauhkan bejana itu dari mulutmu” adalah:

 عَنْ فَمِكَ لِئَلَّا يَسْبِقَ شَيْءٌ بِالنَّفْسِ الَى الِانَاءِ فَتَقْذَرُهُ

(Jauhkan) dari mulutmu, supaya tidak ada yang masuk atau jatuh ke bejana ketika Anda bernafas, yang jika hal itu terjadi, bejana/air tersebut akan terkontaminasi kotoran (dari hidung yang harus mengambil/mengeluarkan nafas saat meneguk air).

PELAJARAN

Pelajaran atau hukum yang bisa disimpulkan dari kedua hadis di atas di antaranya:

 عَدَمُ مَشْرُوعِيَّةِ النَّفْخِ فِي الطَّعَامِ الْحَارِّ وَالشَّرَابِ

Tidak boleh meniup makanan atau minuman panas.

 مَنْ وَجَدَ وَسْخًا فِي الْإِنَاءِ فَلَا يَنْفَخُ فِيهِ بَلْ يُهْرِقُهُ

Siapa saja yang mendapati ada sesuatu pada bejana (makanan/minuman), dia tidak boleh meniupnya, cukup sesuatu itu ditumpahkan/dibuang.

 إِبَاحَةُ الشُّرْبِ فِي نَفْسٍ وَاحِدٍ

Bolehnya minum dengan sekali teguk (jika harus minum beberapa teguk, jangan bernafas di dalam bejana atau bejananya dijauhkan dari mulut/hidung ketika bernafas).

 كَمَالُ الشَّرِيعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ وَسَعَتِهَا لِكَافَّةِ مَنَاحِي الْحَيَاةِ

Kesempurnaan syariat Islam dan luasnya syariat ini di semua sendi kehidupan.

Tidak Membiarkan Makanan yang Jatuh

Adab makan seorang muslim selanjutnya adalah:

عَدَم تَرْكِ اللُّقْمَةِ السَّاقِطَةِ

Tidak meninggalkan makanan yang jatuh.

Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhuma bahwa Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ حَتَّى يَحْضُرَهُ عِنْدَ طَعَامِهِ

Sesungguhnya setan akan mendatangi salah seorang diantara kalian setiap saat, hingga dalam masalah makan.

فَإِذَا سَقَطَتْ مِنْ أَحَدِكُمْ اللُّقْمَةُ فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى ثُمَّ لِيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ

Apabila suapan makanan salah seorang diantara kalian jatuh, ambillah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih, jangan dibiarkannya dimakan setan,

فَإِذَا فَرَغَ فَلْيَلْعَقْ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ تَكُونُ الْبَرَكَةُ

Apabila telah selesai hendaklah dia jilati jari-jemarinya. Karena dia tidak tahu makanan mana yang membawa berkah, (Sahih Muslim: 2033).

Tidak Boleh Serakah ketika Makan Bersama

Pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahullah menulis di dalam kitabnya Shahihul Adab Al-Islamiyah bab Adab Makan:

 عَدَمُ الْقِرَانِ فِي التَّمْرِ وَنَحْوِهِ إِذَا كَانَ يَأْكُلُ مَعَ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِهِ

“Tidak makan dua butir kurma sekaligus (kemaruk), atau makanan lain, jika makan dengan seseorang, kecuali setelah meminta izin darinya.”

Di dalam Ash-Shahihain dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma yang berkata:

 نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقْرُنَ الرَّجُلُ بَيْنَ التَّمْرَتَيْنِ جَمِيعًا حَتَّى يَسْتَأْذِنَ أَصْحَابَهُ

“Nabi ﷺ melarang seseorang untuk makan dua butir kurma sekaligus (kemaruk saat makan berjamaah) kecuali sudah mendapat izin dari teman-temannya,” [Sahih Bukhari: 2089, Sahih Muslim: 2045].

PELAJARAN

Hukum atau pelajaran yang bisa diambil dari hadis ini:

 كَرَاهَةُ الْقرانِ فِي التَّمْرِ وَالْعِنَبِ وَنَحْوِهِمَا إِذَا كَانَ يَأْكُلُ مَعَ جَمَاعَةٍ إِلَّا بِإِذْنِهِمْ

Makruh hukumnya makan dua kurma atau dua kismis sekaligus (kemaruk), atau makanan yang lainnya, di saat dia makan secara berjamaah, kecuali dia sudah mendapat izin dari mereka.

 کمَالُ الشَّرِيعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ وَشُمُولِيَّتُهَا لِكَافَّةِ مَنَاحِي الْحَيَاةِ

Kesempurnaan syariat Islam dan komprehensifnya syariat Islam karena mencakup semua sendi kehidupan.

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button