Pembaca rahimakumullah, ibunda Aisyah puasa qadha Ramadan di bulan Sya’ban. Inilah yang kemudian menjadi dalil bolehnya mendahulukan puasa Syawal sebelum puasa Qadha apabila seseorang memiliki uzur syar’i. Yuk baca sampai selesai agar waktu kita semakin berkah.
Hadits Aisyah Qadha Ramadhan di Bulan Sya’ban
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Salamah (Abdullah bin Abdurrahman bin Auf) yang mengatakan bahwa dirinya mendengar ibunda Aisyah berkata:
Dahulu saya memiliki tanggungan puasa Ramadan dan saya tidak mampu menjalankan puasa Qadha kecuali di bulan Sya’ban.
Kemudian Yahya bin Sa’id bin Qais berkata:
Beliau sibuk karena Nabi ﷺ atau bersama Nabi ﷺ, (Sahih Bukhari: 1950. Sahih Muslim: 1146).
Mohon jangan berhenti membaca di sini. Teruskan!
Pelajaran
Faidah yang bisa diambil dari hadis ini adalah sebagai berikut:
1. Judul Hadis Menurut Imam Bukhari
Imam Bukhari memberi judul hadis ini (باب متى يُقْضى قضاءُ رمضان) kapan menunaikan qadha Ramadan.
2. Qadha Ramadan boleh Dipisah Beberapa Bulan
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa orang yang tidak berpuasa karena uzur syar’i, dia bebas tentang kapan mau membayar utang puasanya, apakah mau 2, 3, atau 4 hari setiap bulannya, bebas. Yang penting, dia sudah tidak punya utang puasa Ramadan ketika masuk Ramadan berikutnya. Kemudian beliau menyebutkan hadis di atas, (Al-Liqa’ Asy-Syahri: 49).
3. Hukum Qadha Ramadan sebelum Ramadan Selanjutnya
Syaikh Ibnu Utsaimin berpendapat bahwa WAJIB bagi orang yg punya utang puasa Ramadan untuk qadha sebelum Ramadan selanjutnya datang. Kemudian beliau menyebutkan hadis di atas, (Fatwa Nur Ala Darbi Li Utsaimin: 2/11).
4. Judul Hadis Menurut Imam Baihaqi
Imam Al-Baihaqi di dalam Sunan Al-Kubra (4/422) memberi judul hadis ini:
Orang yg tidak berpuasa di bulan Ramadan dan mengakhirkan Qadha di antara (Syawal) dengan Ramadan berikutnya.
5. Tidak Ada Kafarat untuk Qadha Ramadan di bulan Syawal
Syaikh Abdullah Al-Faqih Asy-Syinqitti berkata di dalam fatwanya nomor 11549:
Orang yang punya utang puasa Ramadan dan baru bisa melalukan puasa Qadha di bulan Sya’ban, dia tidak perlu membayar kafarat.
6. Lebih Utama Menyegerakan Qadha
Meski boleh mengakhirkan Qadha Ramadan hingga di bulan Sya’ban, Menyegerakan puasa qadha adalah lebih utama. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata:
Bersegera dalam menunaikan Qadha Ramadan adalah lebih utama (afdal) daripada mengakhirkannya, (Fiqhul Ibadah Li Ibni Utsaimin: 1/248).
7. Mengakhirkan Qadha hingga Masuk Ramadan Berikutnya = Dosa
Syafiiah dan Hanabilah berpendapat bahwa seseorang mendapat dosa jika dia tidak memiliki uzur untuk mengakhirkan (Qadha) hingga terlewat darinya waktu untuk Qadha. Kemudian beliau menyebutkan hadis di atas, (Mausuah Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah: 10/10).
8. Qadha Ramadan itu Longgar
Al-Khattabi berkata di dalam A’lamul Hadis Syarah Sahih Bukhari (2/967):
Di dalam hadis ini terdapat dalil bahwa mengakhirkan qadha Ramadan itu hukumnya boleh. Urusan longgar, seseorang boleh melakukannya kapan saja di antara waktu 10 bulan.
9. Istri Tetap Minta Izin Suami untuk Qadha, kecuali…
Syaikh Faishal Alu Mubarak di dalam Tathriz Riyadhus Shalihin (1/207 hadis nomor 282) berpendapat bahwa istri tetap harus meminta izin suami jika hendak menjalankan puasa Qadha, kecuali kalau waktunya sudah mepet dengan Ramadan berikutnya. Beliau berkata:
Tidak boleh bagi seorang wanita untuk menjalankan puasa sunah kecuali dengan izin suaminya. Sama halnya dengan puasa Qadha Ramadan, istri tetap harus meminta izin suaminya, kalau waktunya tidak mepet. Kemudian beliau menyebut hadits di atas.
10. Waktu Qadha Ramadan
Ibnu Bathal di dalam Syarah Sahih Bukhari Li Ibni Bathal (4/95) berkata:
Ibunda Aisyah menjalankan Qadha di bulan Sya’ban adalah bentuk mengambil rukhsah dan kelonggaran, karena waktu Qadha Ramadan adalah tahun itu hingga tahun depannya (Syawal tahun itu hingga Sya’ban tahun depannya).
11. Boleh Puasa Syawal sebelum Qadha Ramadan
Syaikh Abdullah Al-Faqih Asy-Syinqitti berkata:
Mendahulukan puasa Syawal 6 hari sebelum Qadha Ramadan hukumnya sah, menurut jumhur ulama.
Hanya saja, Malikiyah dan Syafiiah berpendapat bahwa hal itu hukumnya boleh, tetapi tidak disukai (Jaiz ma’al karohah).
Tetapi yang rajih, bahwa hal itu boleh TANPA ada makruhnya (Jaiz bilā karohah), karena Qadha itu longgar, boleh diakhirnya (asal tidak sampai masuk Ramadan berikutnya lho ya), sedang puasa Syawal 6 hari, orang yang terlewat waktu bulan Syawal, ya dia akan kehilangan keutamaan itu, (Fatwa Asy-Syabakah Al-Islamiyah: 41356).
Desa Karangasem, 1 Mei 2023
Irfan Nugroho (Guru TPA, sambil mengajar di Pesantren At-Taqwa Sukoharjo).