Pembaca rahimakumullah, menjelang pilpres atau pemilu ini, kami merasa perlu untuk menyuguhkan artikel tentang 7 syarat pemimpin di dalam islam menurut Imam Al-Mawardi di dalam kitab beliau Ahkamus Sultaniyah. Berikut adalah terjemahan dari bab tersebut dengan tambahan penelasan dari Syaikh Ahmad Jadi. Semoga bermanfaat.
Berkata Imam Abil Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Bashri Al-Mawardi rahimahullah:
Pasal: Syarat yang Hendaknya Dipenuhi oleh Khalifah (Pemimpin)
Ada pun para pemimpin, syarat yang harus dipertimbangkan ada tujuh:
A – Adil, dengan seluruh syaratnya
Tentang syarat pemimpin di dalam Islam yang pertama, yaitu adil dengan seluruh syaratnya, Syaikh Ahmad Jadi berkata:
Untuk masalah adil, yang dimaksud adalah pemimpin harus memiliki integritas, atau lurus hidupnya, dalam perilakunya, dan dia harus menghindari perbuatan atau kondisi yang menjerumuskan pada perbuatan fasik dan fajir.
Seperti halnya orang yang zalim dan curang tidak berhak menduduki posisi khilafah (kepemimpinan), pun demikian dengan orang yang sifatnya gemar main belakang (makar atau konspirasi kecurangan), juga orang yang suka membodohi masyarakat; seperti kita tidak akan menyerahkan sekumpulan domba kepada serigala dan menjadikan serigala itu sebagai penggembala domba-domba tadi.
Dalil terkuat untuk hal ini adalah firman Allah ta’ala kepada Ibrahim ketika Nabi Ibrahim meminta kepada Allah agar menjadikan anak turun Nabi Ibrahim sebagai pemimpin, maka Allah berfirman:
“JanjiKu tidak berlaku untuk orang yang zalim,” (QS Al-Baqarah: 124).
Maksudnya adalah, “Mereka (orang-orang zalim) tidak berhak menjadi pemimpin dan tidak akan menjadi pemimpin. Tujuan utama penunjukkan khalifah adalah mencegah kezaliman agar tidak menimpa orang banyak, bukan untuk menimpakan kezaliman kepada orang banyak.”
Itulah mengapa, TIDAK BOLEH, menurut seluruh ulama Islam, memilih seseorang yang sering melakukan kezaliman dan kejahatan sebagai pemimpin, sebagaimana pemimpin yang melakukan kezaliman dan tirani semasa menjabat sebagai pemimpin, dia boleh digulingkan.
Bahkan menurut Syafiiah, bahkan ini pendapat Imam Syafii sendiri, “Dia (pemimpin yang zalin dan jahat) dia harus dicopot, meskipun umat tidak mencopot dia, (Fiqhul Khilafah wa Tathwiriha, hal. 91).
B – Memiliki Ilmu untuk Ijtihad
Imam Al-Mawardi berkata tenang syarat pemimpin nomor dua di dalam islam adalah:
Memiliki ilmu sehingga dia bisa melakukan ijtihad dalam perkara nawazil (kontemporer) dan hukum-hukum.
Tentang syarat pemimpin yang kedua ini, Syaikh Ahmad Jadi berkata:
Mayoritas ahli fikih mewajibkan bahwa pemimpin (khalifah) harus memiliki ilmu yang banyak. Tidak cukup hanya sekadar alim atau berilmu, tetapi wajib baginya mencapai derajat ijtihad dalam perkara ushul (pokok) atau furu (cabang).
Hal ini ditujukan agar pemimpin mampu menerapkan syariat Islam, menghilangkan syubhat tentang akidah, mampu memberi fatwa jika diminta, serta mengeluarkan hukum-hukum berdasarkan dalil dan istinbath.
Ingat, karena tujuan asasi dari kepemimpinan (khilafah) adalah menjaga akidah, serta memecahkan masalah dan mengurai pertikaian, (Fiqhul Khilafah wa Tathwiriha, hal. 92)
Saya katakan, selain memiliki ilmu tentang hukum islam, pemimpin harus memiliki wawasan yang luas, pengetahuannya tentang berbagai aspek ilmu harus selalu update, syukur-syukur dia adalah orang yang spesialis di beberapa bidang, serta mengetahui masalah sejarah dan kabar terbaru di berbagai negara, hukum internasional, perjanjian internasional, juga politik, ekonomi, serta sejarah.
C – Panca Inderanya Normal
Syarat pemimpin yang ketiga menurut Imam Al-Mawardi adalah:
Panca inderanya sehat dan normal, baik pendengaran, penghlihatan, lisan, dan sebagainya, sehingga bisa menangkap apa yang diterima oleh panca inderanya itu dengan benar dan langsung (tanpa perantara).
D – Fisik (Jasmaninya) Normal
Syarat pemimpin yang keempat, menurut Imam Al-Mawardi, adalah:
Jasmaninya sehat dan normal, tidak ada kekurangan yang menghalanginya untuk bergerak dan bangun dengan cepat.
Tentang syarat nomor 3 dan 4, Syaikh Ahmad Jadi berkata:
Ibnu Khaldun membedakan di dalam Mukadimah beliau antara cacat jasmani mutlak yang menghalangi tugas kepemimpinan, seperti buta, bisu, tuli, atau tidak memiliki dua tangan atau dua kaki.
Jika kasusnya seperti ini, calon khalifah tidak pantas menjadi pemimpin. Tetapi jika hanya satu mata yang buta, atau hanya satu telinga yang tulis, atau salah satu tangannya diamputasi, dalam kondisi seperti ini, dia tetap boleh menjadi pemimpin.
E – Visi yang Cemerlang
Syarat pemimpin di dalam Islam yang nomor lima, menurut Imam Al-Mawardi, adalah:
Memiliki visi yang baik, sehingga mampu membuat kebijakan dan maslahat bagi seluruh rakyat.
Syaikh Ahmad Jadi berkata:
Saya katakan: Beberapa ahli fikih mengatakan bahwa syarat di sini maksudnya hikmah.
Apa yang dimaksud dengan hikmah?
Hikmah adala mengetahui kebenaran dan mengamalkannya, benar dalam perkataan dan perbuatan, dan ini tidak bisa dicapai kecuali dengan paham Al-Quran, fiqih di berbagai sektor Islam, serta iman yang hakiki, (Imam Mujahid, Imam Malik).
Ibnu Khaldun berkata tentang syarat pemimpin harus memiliki pemikiran yang cemerlang atau hikmah:
Ibnu Khaldun mengatakan: Ia harus cerdas, bijaksana, dan mampu memikul konsekuensi amanah.
Jika kita menggunakan terminologi modern, kita mengatakan bahwa selama kepala negara menjalankan fungsi diplomasi, politik , dan fungsi administratif pada saat yang sama, ia harus kompeten secara diplomatis, politik, dan administratif.
F – Berani
Syarat pemimpin yang keenam, menurut Imam Al-Mawardi, adalah:
Memiliki sifat pemberani dan mengayomi rakyat, serta memerangi musuh.
Tentang hal ini, Syaikh Ahmad Jadi berkata:
Ini karena khalifah atau pemimpin adalah komandan pasukan Islam, dan akan tidak konsisten bagi pemimpin pasukan muslimin jika dia memiliki sifat pengecut dan cuek, tidak mau menolong atau mempertahankan urusan-urusan besar di dalam Islam.
G – Keturunan Suku Quraisy
Pembaca rahimakumullah, syarat terakhir seorang pemimpin Islam tingkat dunia, atau khalifah, adalah:
Nasab, dia harus dari kalangan Quraisy.
Tentang hal ini, Imam Al-Mawardi berkata:
Karena adanya nash atau dalil dan ijma para ulama tentang hal ini.
Jadi ada pendapat dari kalangan Dhirar, yaitu kaum mu’tazilah yang dipimpin oleh Dhirar bin Amir, yang meyakini bahwa khilafah dari boleh dari semua orang. Pendapat ini tidak perlu digubris.
Pada hari Saqifah di hadapan kaum Anshar ketika beliau menolak tindakan kaum Anshar yang membaiat Sa’ad bin Ubadah sebagai khalifah, Abu Bakar Ash-Shidiq berdalil dengan sabda Rasulullah ﷺ
Para imam (khalifah) itu dari kalangan Quraisy, (Musnad Ahmad: 12329).
Karangasem, 26 Desember 2023
Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan menempatkan ibunya di surga. AMIN)