Tadzkiratus Sami: Adab Guru dalam Memperlakukan Murid
Pembaca rahimakumullah, berikut adalah terjemahan Tadzkiratus Sami wal Mutakallim dari Bab 2, Pasal 2, Poin10 tentang “Adab guru dalam memperlakukan murid.” Teruskan membaca. Semoga bermanfaat.
Syaikh Badrudin Ibnu Jamaah berkata:
Pergaulan yang baik dengan santri serta memperhatikan maslahat mereka ketika KBM.
Pembaca rahimahullah, Imam Ibnu Jama’ah berkata:
Hendaknya guru bersikap wadud (ramah) kepada orang asing yang hadir di hadapannya dan berwajah ceria kepadanya supaya dada orang tersebut terasa lapang, karena pendatang lumrahnya merasa canggung. Juga hendaknya guru tidak banyak menoleh dan memandang ke arah orang tersebut dengan penuh penasaran, karena hal itu adalah perilaku yang memalukan.
Jika ada orang terpandang yang baru datang dan guru sudah mulai menjelaskan suatu masalah, maka hendaknya guru berhenti terlebih dahulu sampai orang tersebut duduk. Dan jika orang tersebut menanyakan suatu masalah, hendaknya guru mengulangi pelajaran untuk orang tersebut atau menyampaikan intinya.
Jika seorang ahli fikih datang sedangkan sisa waktu pelajaran dan bubarnya hadirin hanya cukup bagi ahli fikih tersebut untuk masuk dan duduk di majelis sang guru, maka hendaknya guru menunda bubarnya pelajaran, lalu menyibukkan diri di sisa waktu tersebut dengan diskusi atau yang lainnya, sampai ahli fikih itu duduk dengan mapan. Setelah itu, guru. Oleh mengulangi pelajaran atau menyempurnakan sisa jam pelajaran tersebut, sehingga ahli fikih yang baru datang itu tidak malu karena ketika dia baru duduk ternyata yang lain sudah mau berdiri bubar pelajaran.
Guru hendaknya memerhatikan kepentingan orang banyak jika akan memajukan jam pelajaran atau mengundur jam pelajaran jika tidak ada alasan yang mendesak atau tidak menimbulkan tambahan anggaran.
Sebagian ulama kibar berfatwa bahwa jika guru harus mengajar di sekolah sebelum terbit matahari, dan ternyata dia menundanya hingga sesudah zuhur, guru tersebut sebenarnya tidak berhak untuk mendapat upah mengajar, kecuali jika wakif sekolah itu menentukan syarat yang berbeda dari kebiasaan yg semestinya dalam hal ini.
Kesimpulan:
Ustadz di pesantren atau di pengajian hendaknya memerhatikan kondisi santri atau jamaahnya, di antara:
– Santri/jamaah baru
– Pejabat yg hadir
– Ustadz lain yg hadir
– Santri/jamaah pada umumnya
– Pimpinan manajemen pesantren
– Panitia pengajian.
Pada setiap dari mereka ustadz dihimbau untuk melazimi adab-adab tertentu, yaitu sebagai berikut:
1. Ketika ada santri/orang baru di pengajiannya, ustadz hendaknya:
– bersikap ramah
– berwajah ceria
– tidak banyak menoleh ke arah dia
– tidak banyak memandang ke arah dia
2. Jika krang terpandang (pejabat/aparat/pengawas) datang ketika pengajian/kelas baru/sedang berjalan, ustadz hendaknya:
– menghentikan dulu pelajarannya sampai pejabat itu duduk
– mengulangi pelajaran jika dia bertanya
– mengulangi intinya
3. Ketika ada ahli fikih datang pas pelajaran/pengajian akan selesai, ustadz hendaknya:
– menunda bubarnya pelajaran
– mengadakan diskusi atau yg lainnya, sampai ahli fikih itu duduk
– jika beliau sudah mapan, ulangi pelajaran secara ringkas
– selesaikan pelajaran jika dirasa beliau sudah tidak canggung karena beliau baru mau duduk, yg lain sudah mau berdiri bubar
4. Ustadz tidak boleh gegabah dalam memajukan, menunda, atau bahkan pamit dari mengajar, jika tidak darurat atau tidak khawatir bertambahnya anggaran atau terbuangnya anggaran (misal panitia sudah menyediakan Snack dan minum untuk jamaah pengajian malah ustadznya pamit mendadak dan mepet waktu dimulainya acara)
5. Ustadz yg tidak mengajar sesuai waktunya berhak mendapat pemotongan upah mengajar hingga 100%, kecuali petingginya menentukan syarat sebaliknya.
Karangasem, 12 Mei 2024
Irfan Nugroho (Pengajar di PPTQ At-Taqwa dan PP Irmas Bani Saimo Sukoharjo)