AkhlakAqidah

4 Tingkat Manusia ketika Mendapat Musibah dan Hikmahnya

Pembaca rahimakumullah, semua dari kita pasti pernah mengalami musibah, entah itu berupa anak, istri/suami, orang tua, tetangga, atasan, teman, dan yang lainnya. Apa hikmah di balik musibah? Apa adab atau yang seharusnya dilakukan seorang muslim ketika dilanda musibah? Teruskan membaca. Semoga bermanfaat!

Definisi Musibah

Musibah di dalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasith diartikan dengan:

كلُّ مَكْروهٍ يَحُلُّ بالإِنسان

Setiap kemalangan yang menimpan seseorang, (Al-Mu’jam Al-Wasith).

حَالُ الْإِنْسَانِ عِنْدَ حُلُولِ الْمُصِيبَةِ

Kondisi Manusia ketika Ditimpa Musibah

Pembaca rahimakumullah, meskipun semua orang mengalami musibah, setiap mereka memiliki cara yang berbeda dalam merespons musibah tersebut. Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, ketika musibah menerjang, seseorang akan berada dalam salah satu dari empat keadaan:

اَلْحَالُ الْأَوَّلُ: أَنْ يَتَسَخَّطَ

Kondisi satu: Marah

Inilah kondisi yang paling rendah dari seorang hamba ketika tertimpa musibah. Dia marah ketika mendapat musibah. Apa maksudnya? Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata:

أَمَّا الْحَالُ الْأَوَّلُ: أَنْ يَتَسَخَّطَ إِمَّا بِقَلْبِهِ أَوْ بِلِسَانِهِ أَوْ بِجَوَارِحِهِ

Seseorang marah dengan hatinya, atau dengan lisannya, atau dengan anggota badannya.

Marah dengan hati maksudnya hatinya marah dengan menentang Allah. Dia merasa bahwa Allah telah menzaliminya dengan musibah tersebut.

Marah dengan lisan maksudnya mengucapkan kata-kata umpatan atau doa-doa yang buruk.

Marah dengan anggota badan bisa berupa menampar pipi, memukul kepala, menjambak rambut, merobak baju, atau yang lainnya.

Inilah kondisi pertama, yang merupakan kondisi terendah seorang hamba ketika ditimpa musibah. Lalu, kondisi kedua, yang jauh lebih baik daripada kondisi yang pertama adalah:

اَلْحَالُ الثَّانِي: أَنْ يَصْبِرَ

Kondisi dua: Sabar

Inilah kondisi kedua seseorang ketika ditimpa musibah, yaitu sabar. Kata Syaikh Ibnu Utsaimin, “Dia benci dengan musibah tersebut. Dia tidak suka dengan musibah tersebut. Dia tidak suka musibah itu terjadi padanya. Namun, dia sabar dengan menahan dirinya sendiri.”

Bersabar ketika ditimpa musibah hukumnya wajib. Artinya, orang yang tidak bersabar ketika ditimpa musibah akan mendapat dosa. Bayangkan, di dunia mendapat musibah, diperparah dengan mendapatkan dosa pula. Nauzubillah. Apa yang dimaksud dengan sabar?

الصَّبْرُ هُوَ حَبْسُ النَّفْسِ عَنْ الْجَزَعِ وَالتَّسَخُّطِ، وَحَبْسُ اللِّسَانِ عَنْ الشَّكْوَى، وَحَبْسُ الْجَوَارِحِ عَنْ التَّشْوِيشِ

Sabar adalah menahan diri dari marah dan mengumpat; menahan lisan dari mengeluh; serta menahan anggota badan dari melakukan kerusakan, (Madarijus Salikin: 2/162).

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى

Sabar itu pada pukulan pertama, (Sahih Bukhari: 1203. Sahih Muslim: 1535).

Maksudnya, sabar yang terpuji, yang dibalas dengan pahala, adalah sabar ketika pukulan pertama, yaitu di awal musibah terjadi, karena di saat itulah musibah terasa paling berat dan paling besar, sehingga membutuhkan perjuangan yang ekstra bagi diri untuk bersabda.

Apa ciri orang yang sabar ketika mendapat musibah? Perhatikan firman Allah:

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ{155} الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ{156}

kabar gembira kepada orang-orang sabar, (QS Al-Baqarah: 155). (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali), (QS al-Baqarah).

BACA JUGA:  Hadis 5 Amalan yang dapat Memasukkan ke Surga

Apa ciri lain bahwa seseorang itu bisa bersabar ketika mendapat musibah? Syaikh Ibnu Utsaimin berkata:

لَا يَتَحَدَّثُ بِاللِّسَانِ بِمَا يُسْخِطُ اللَّهَ، وَلَا يَفْعَلُ بِجَوَارِحِهِ مَا يُغْضِبُ اللَّهَ تَعَالَى، وَلَا يَكُونُ فِي قَلْبِهِ عَلَى اللَّهِ شَيْءٌ أَبَدًا؛ صَابِرٌ لَكِنَّهُ كَارِهٌ لَهَا

Lisannya tidak mengucapkan kata-kata yang mengandung kemarahan kepada Allah. Anggota badannya tidak melakukan apa-apa yang menyebabkan Allah marah. Tidak ada unsur penentangan apa pun di dalam hatinya terhadap Allah. Dia sabar, tetapi tidak menyukai musibah tersebut.

اَلْحَالُ الثَّالِثُ: أَنْ يَرْضَى

Kondisi tiga: Ridha

Naik satu level dari sekadar sabar. Jika sabar menghadapi musibah hukumnya wajib, maka ridha ketika mendapat musibah hukumnya sunah. Syaikh Ibnu Utsaimin mengutip pernyataan jumhur ulama:

إِنَّ الصَّبْرَ وَاجِبٌ، وَالرِّضَا مُسْتَحَبٌّ

Sungguh, sabar itu wajib, sedangkan ridha itu mustahab (disukai/sunah).

Apa yang dimaksud ridha ketika datang musibah? Syaikh ibnu Utsaimin berkata:

وَعَلَامَةُ الرِّضَا أَنَّكَ لَوْ سَأَلْتَهُ: هَلْ تَأَثَّرْتَ بِمَا قَضَى اللَّهُ عَلَيْكَ ؟ لَقَالَ: لَا؛ لِأَنِّي أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ لَا يُقَدِّرُ لِي شَيْئًا إِلَّا كَانَ خَيْرًا لِي، فَأَنَا مُؤْمِنٌ، وَاَللَّهُ لَا يَقْضِي لِعَبْدِهِ الْمُؤْمِنِ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ.

Tanda ridha adalah jika Anda ditanya, “Apakah Anda terkena dampak dari ketentuan Allah (musibah) ini?” Anda pun menjawab, “Tidak. Karena saya tahu bahwa Allah tidak menakdirkan sesuatu kepada saya kecuali itu pasti baik untuk diri saya. Saya beriman/yakin sekali dengan hal itu, dan Allah tidak menetapkan sesuatu kepada hambaNya yang beriman kecuali ketetapan itu sudah pasti baik bagi hambaNya tersebut,” (Syarah Akidatu Safariniyah: 370).

اَلْحَالُ الرَّابِعُ: أَنْ يَشْكُرَ

Kondisi empat: Bersyukur

Level tertinggi seseorang bagi orang yang terkena musibah adalah bersyukur. Syaikh bin Baz rahimahullah berkata:

الصَّبْرِ وَهُوَ وَاجِبٌ، وَالرِّضَا سُنَّةٌ، وَالشُّكْرُ أَفْضَلُ

Sabar (ketika mendapat musibah) hukumnya wajib. Ridha (ketika mendapat musibah) hukumnya sunah. Bersyukur (ketika mendapat musibah) hukumnya afdal,” (Majmu Fatawa Ibni Baz: 13/413).

Apa yang dimaksud bersyukur ketika mendapat ujian atau musibah? Syaikh Ibnu Utsaimin berkata:

فَيَشْكُرُ اللَّهَ مِنْ أَجْلِ أَنْ يُرَتِّبَ لَهُ مِنْ الثَّوَابِ عَلَى هَذِهِ الْمُصِيبَةِ أَكْثَرَ مِمَّا أَصَابَهُ

Dia bersyukur kepada Allah karena telah mengatur pahala yang lebih besar baginya daripada musibah yang menimpa dirinya.

Apa ciri orang yang bersyukur ketika mendapat musibah? Imam Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata:

كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ إذا رأى ما يُحبُّ قالَ الحمدُ للَّهِ الَّذي بنِعمتِهِ تتمُّ الصَّالحاتُ وإذا رأى ما يكرَهُ قالَ الحمدُ للَّهِ علَى كلِّ حالٍ

Dahulu, Rasulullah ﷺ apabila melihat sesuatu yang beliau sukai, beliau mengucapkan, “Alhamdulillah alladzi bini’matihi tatimmush shalihat.” Dan apabila beliau melihat sesuatu yang tidak disukai, beliau mengucapkan, “Alhamdulillah ‘ala kulli hal,” (Sunan Ibnu Majah: 3803).

Dari sini kemudian kita tahu bagaimana bersyukur ketika mendapat musibah:

1 – Mengucapkan Alhamdulillah ‘ala kulli hal ketika di awal mendapat musibah (Bersyukur)

2 – Meyakini di dalam hati bahwa ketetapan Allah ini adalah kebaikan bagi dirinya (Ridha)

BACA JUGA:  Syaikh Utsaimin tentang Valentine's Day

3 – Mengucapkan Innalilllahi wa inna ilaihi rajiun (Sabar)

4 – Menetapi sifat sabar, yaitu menahan hati, lisan, dan anggota badan dari melakukan apa-apa yang membuat Allah murka ketika atau setelah kita mendapat musibah tersebut, (Sabar).

Hikmah dari Musibah

Pembaca rahimakumullah, jika seseorang bisa menetapi sabar, ridha, atau bahkan bersyukur kepada Allah ketika dia mendapat musibah, ada banyak hikmah yang bisa kita petik darinya, yang dengan mengetahuinya kita bisa meningkatkan kesabaran, keridhaan, dan syukur di kala mendapat musibah.

Apa hikmah dari musibah jika seseorang bisa bersabar, ridha, dan bersyukur?

دُخُولُ الْجَنَّةِ

Dimasukkan ke dalam Surga

Orang yang sabar, ridha, apalagi bersyukur ketika mendapat musibah, dia akan masuk ke dalam surga. Perhatikan firman Allah ta’ala:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالمَلاَئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ{23} سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

(Yaitu) surga-surga ‘Adn. Mereka memasukinya bersama orang saleh dari leluhur, pasangan-pasangan, dan keturunan-keturunan mereka, sedangkan malaikat-malaikat masuk ke tempat mereka dari semua pintu, (QS Ar-Ra’du: 23). (Malaikat berkata,) “Salāmun ‘alaikum (semoga keselamatan tercurah kepadamu) karena kesabaranmu.” (Itulah) sebaik-baiknya tempat kesudahan (surga), (QS Ar-Ra’du: 24).

Sabar di dalam ayat ini maksudnya:

بِصَبْرِكُمْ فِي الدُّنْيا

Sabar ketika di dunia, (Tafsir Jalalain). Sabar dalam hal apa?

وَالَّذِينَ صَبَرُوا عَلَى طَاعَةِ اللَّهِ وَعَنْ مَعَاصِيهِ، وَعَلَى أَقْدَارِهِ الْمُؤْلِمَةِ، طَلَبًا لِرِضْوَانِهِ وَثَوَابِهِ

Orang-orang yang sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, juga dalam menjauhi maksiat kepada Allah, juga dalam menghadapi ketentuan Allah yang menyakitkan (musibah), karena mengharap keridhaan dan pahala dariNya, (Tafsir Muharar).

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ menyampaikan firman Allah (hadis qudsi):

مَا لِعَبْدِي الْمُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلَّا الْجَنَّةُ

Tidak ada balasan yang pantas bagi hambaKu yang beriman ketika Aku cabut nyawa orang yang dicintainya di dunia, lantas hamba tersebut ihtisab, kecuali surga, (Sahih Bukhari: 6424).

Ihtisab artinya:

صَبَرَ عَلَى ذَلِكَ رَاجِيًا الثَّوَابَ مِنْ اللَّهِ سُبْحَانَهُ

Dia bersabar atas kondisi musibah tersebut, karena mengharap pahala dari Allah ta’ala, (Mausuatul Haditsiyah: 10275).

الصَّابِرُونَ يُوفُونَ أُجُورَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Orang yang Sabar, Pahalanya tidak Terbatas

Pembaca rahimakumullah, di antara hikmah di balik musibah, bagi orang yang bersabar, rida, apalagi bersyukur ketika mendapatkannya, adalah bahwa orang yang sabar, pahalanya tidak terbatas. Perhatikan firman Allah ta’ala:

اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

innamā yuwaffaṣ-ṣābirūna ajrahum bigairi ḥisāb(in).

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa perhitungan, (QS Az-Zumar: 10).

Siapakah mereka? Imam Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:

كَانَ أَحَدُهُمْ لَيَفْرَحُ بِالْبَلَاءِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بِالرَّخَاءِ

Salah seorang dari mereka yang berbahagia dengan mendapat musibah, seperti dia berbahagia ketika mendapat kekayaan, (Sunan Ibnu Majah: 4024).

مَعِيَّةُ اللَّهِ

Senantiasa Dibersamai Allah

Di antara hikmah bagi orang yang bersabar, ridha, dan bersyukur ketika mendapat musibah adalah bahwa dia akan senantiasa dibersamai oleh Allah. Perhatikan firmanNya:

إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Sungguh, Allah bersama orang-orang yang sabar, (QS Al-Baqarah: 153 dan QS Al-Anfal: 46).

Dibersamai Allah maksudnya:

مَعِيَّةٌ خَاصَّةٌ تَقْتَضِي قُرْبَهُ مِنْهُمْ، وَمَحَبَّتَهُ لَهُمْ، وَنَصْرَهُمْ وَتَأْيِيدَهُمْ، وَإِعَانَتَهُمْ

Kebersamaan yang bersifat spesial, yang menjadikan Allah dekat dengan mereka (orang-orang yang sabar), mencintai mereka, menolong mereka, mendukung mereka, serta membantu mereka, (Tafsir Muharar).

مَحَبَّةُ اللَّهِ

Mendapat Cinta Allah

Pembaca rahimakumullah, orang yang mendapat musibah akan mendapat kecintaan dari Allah, selama mereka bersabar, ridha, apalagi bersyukur ketika mendapatkannya. Perhatikan firman Allah ta’ala:

وَاللّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar, (QS Ali Imran: 142).

BACA JUGA:  Tauhid Muyasar 1: Definisi, Macam, Urgensi, dan Keutamaan Tauhid

Siapa orang yang sabar di sini? Tertulis di dalam Tafsir Muharar:

مَنْ صَبَرَ عَلَى تَحَمُّلِ الشَّدَائِدِ فِي طَرِيقِ اللَّهِ، وَلَمْ يُظْهِرْ الْجَزَعَ وَالْعَجْزَ وَالْهَلَعَ، فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّهُ

Siapa saja yang bersabar dalam menempuh berbagai kesulitan jalan Allah, dan dia tidak menampakkan kecemasan, kelemahan, atau kepanikan, Allah akan mencintainya, (Tafsir Muharar).

تَكْفِيرُ السَّيِّئَاتِ

Diampuni Dosanya

Hikmah musibah yang lainnya adalah diampuninya dosa. Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Sahihnya dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا

Tidaklah seorang muslim mendapat satu musibah kecuali pasti Allah akan menghapus dosanya dengan musibah tersebut, meskipun hanya tertusuk duri, (Sahih Bukhari: 5640).

Perhatikan, kata musibah di dalam hadis ini memakai format “nakirah,” bukan “makrifat,” sehingga musibah di sini bersifat umum, entah itu musibah berskala besar atau kecil.  Tetapi ini dengan syarat:

فَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهَا وَوَجَعِهَا احْتِسَابًا لِلَّهِ تَعَالَى دُونَ تَسَخُّطٍ وَشَكْوَى

Dia bersabar dengan keburukan dan sakitnya musibah tersebut, sembari mengharap pahala dari Allah, tanpa marah-marah dan tanpa mengeluh, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 5674).

حُصُولُ الصَّلَوَاتِ، وَالرَّحْمَةُ، وَالْهِدَايَةُ مِنْ اللَّهِ

Mendapat Selawat, Rahmat dan Hidayah dari Allah

Hikmah lain dari musibah dan ujian adalah diberikannya rahmat dan hidayah dari Allah kepada orang yang bersabar menghadapi musibah. Perhatikan firman Allah ta’ala:

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

Kabar gembira untuk orang-orang yang bersabar, (QS Al-Baqarah: 155).

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Yaitu orang-orang yang ketika ditimpa musibah, lantas mereka mengucapkan, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un,” (QS Al-Baqarah: 156).

أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Mereka adalah orang yang mendapat selawat dan rahmat dari Rab mereka. Mereka adalah orang-orang yang mendapat hidayah, (QS Al-Baqarah:157).

Apa makna selawat dari Allah adalah:

لَهُمْ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى ثَنَاءٌ عَلَيْهِمْ

Bagi mereka pujian dari Allah, (Tafsir Muharar).

Apa makna rahmat? Di dalam Al-Mu’jam Al-Wasith, Rahmat didefinisikan dengan:

الخيرُ والنعمةُ

Kebaikan dan nikmat.

Apa makna hidayah dari Allah?

وَهَؤُلَاءِ هُمْ الَّذِينَ أَرْشَدَهُمْ اللَّهُ تَعَالَى لِلْحَقِّ، وَوَفَّقَهُمْ لِلْعَمَلِ بِهِ

Mereka adalah orang yang diberi hidayah rasyidah (petunjuk/ilmu) dari Allah ta’ala untuk mengetahui Al-Haq, dan Allah memberi mereka hidayah taufik bagi mereka untuk mengamalkan ilmu tersebut, (Tafsir Muharar).

رَفْعُ مَنْزِلَةِ الْمُصَابِ

Diangkat Kedudukannya

Hikmah lain dari musibah adalah diangkatnya kedudukan orang yang tertimpa musibah. Imam Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Al-Lajlaj bin Hakim As-Sulami yang mendengar bahwa Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا سَبَقَتْ لَهُ مِنْ اللَّهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ابْتَلَاهُ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ أَوْ فِي مَالِهِ أَوْ فِي وَلَدِهِ ثُمَّ صَبَّرَهُ عَلَى ذَلِكَ حَتَّى يُبْلِغَهُ الْمَنْزِلَةَ الَّتِي سَبَقَتْ لَهُ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى

Sungguh, jika seorang hamba mencapai suatu kedudukan di sisi Allah, dan dia mendapatkannya bukan karena amalnya, niscaya Allah akan memberinya ujian pada jasad, harta, atau anaknya, kemudian dia bersabar di atas musibah tersebut sampai dia mencapai kedudukan yang telah dia peroleh dahulu dari Allah ta’ala, (Sunan Abu Dawud: 3090).

Bersabar di sini maksudnya tidak marah dan tidak mengeluh, dan dia tetap menjalankan ketaatan kepada Allah, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 61118). Wallahua’lam

Karangasem, 31 Agustus 2024

Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan menempatkan ibunya di surga. Amin)

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button