AdabFiqih

Fikih Dorar: Sunah terhadap Orang Meninggal

Pembaca rahimakumullah, apa saja sunah terhadap orang meninggal? Berikut adalah terjemahan dari Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah > Kitab Salat > Bab Janaiz > Hukum Orang Sakit dan Sekarat > Hukum Orang Sekarat > Sunah terhadap Orang Meninggal. Teruskan membaca sampai selesai. Semoga bermanfaat!

مَا يُسَنُّ عَمَلُهُ لِمَنْ مَاتَ

SUNAH TERHADAP ORANG MENINGGAL

إِغْمَاضُ عَيْنِ المَيِّتِ

Menutup Mata Orang Meninggal

يُسْتَحَبُّ إِغْمَاضُ عَيْنِ المَيِّتِ

Sunah menutup mata orang meninggal.[i]

الأدلَّة  من السُّنَّة

Dalil dari Sunah

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha yang berkata:

دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَبِي سَلَمَةَ وَقَدْ شَقَّ بَصَرُهُ فَأَغْمَضَهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الرُّوحَ إِذَا قُبِضَ تَبِعَهُ الْبَصَرُ

Rasulullah ﷺ masuk menemui Abu Salamah yang telah meninggal dunia, dan kedua matanya terbuka. Maka beliau menutup kedua matanya, kemudian bersabda: ‘Sesungguhnya ketika ruh dicabut, pandangan mata mengikutinya, (Sahih Muslim: 920).

الأدلَّة من الإجماعِ

Dalil dari Ijma

نَقَلَ الإِجْمَاعَ عَلَى ذَلِكَ: النَّوَوِيُّ، وَالصَّنْعَانِيُّ

Telah dinukilkan adanya ijma (konsensus) dalam hal tersebut oleh An-Nawawi[ii] dan As-San’ani.[iii]

شَدُّ لَحْيَيْهِ بِعِصَابَةٍ

Mengikat Rahangnya dengan Kain

يُسْتَحَبُّ أَنْ يُشَدَّ لَحْيَا المَيِّتِ بِعِصَابَةٍ، وَذَلِكَ بِاتِّفَاقِ المَذَاهِبِ الفِقْهِيةِ الأَرْبَعَةِ: الحَنَفِيَّةِ، وَالمَالِكِيَّةِ، وَالشَّافِعِيَّةِ، وَالحَنَابِلَةِ

Sunah mengikat rahang[iv] orang meninggal dengan kain. Ini adalah kesepakatan empat mazhab fikih, yaitu Hanafiah,[v] Malikiah,[vi] Syafiiah,[vii] dan Hanabilah.[viii]

وَذَلِكَ لِلْآتِي

Argumentasi:

لِئَلَّا يَبْقَى فَمُهُ مَفْتُوحًا؛ فَيَدْخُلَ فِيهِ الهَوَامُّ، أَوِ المَاءُ أَثْنَاءَ غُسْلِهِ

1 – Agar mulutnya tidak tetap terbuka; sehingga tidak ada serangga atau air yang masuk saat dimandikan[ix]

حَتَّى لَا يَكُونَ مَنْظَرُهُ قَبِيحًا

2 – Agar penampilannya tidak terlihat buruk.[x]

تَلْيِينُ مَفَاصِلِهِ

Melunakkan Persendiannya

يُسْتَحَبُّ أَنْ تُلَيَّنَ مَفَاصِلُ المَيِّتِ، وَذَلِكَ بِاتِّفَاقِ المَذَاهِبِ الفِقْهِيةِ الأَرْبَعَةِ: الحَنَفِيَّةِ، وَالمَالِكِيَّةِ، وَالشَّافِعِيَّةِ، وَالحَنَابِلَةِ؛ وَذَلِكَ لِيَسْهُلَ غُسْلُهُ

Hukumnya mustahab (sunah/disukai) untuk melunakkan persendian[xi] orang meninggal. Ini adalah kesepakatan empat mazhab fikih, yaitu Hanafiah,[xii] Malikiah,[xiii] Syafiiah,[xiv] dan Hanabilah.[xv] Ini untuk memberi kemudahan saat memandikannya.[xvi]

تَغْطِيَةُ المَيِّتِ

Menutupi Jenazah

تُسْتَحَبُّ تَغْطِيَةُ المَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ

Hukumnya sunah untuk menutupi jenazah setelah dia meninggal dunia.[xvii]

الأدلَّة  من السُّنَّة

Dalil dari Sunah

BACA JUGA:  Hadits Perumpamaan Berteman dengan Orang Baik dan Penjelasannya

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha – istri Nabi ﷺ:

أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَ سُجِّيَ بِبُرْدٍ حِبَرَةٍ

Beliau mengabarkan bahwa Rasulullah ﷺ ketika beliau ﷺ mangkat, beliau ditutupi dengan kain hibarah,[xviii] (Sahih Bukhari: 5814. Sahih Muslim: 942).

الأدلَّة من الإجماعِ

Dalil dari Ijma

نَقَلَ الإِجْمَاعَ عَلَى ذَلِكَ النَّوَوِيُّ

Telah dinukilkan adanyanya ijma dalam hal ini oleh An-Nawawi.[xix]

وَضْعُ المَيِّتِ عَلَى سَرِيرٍ

Meletakkan Jenazah di atas Ranjang  (yang Semisal)

يُسْتَحَبُّ وَضْعُ المَيِّتِ عَلَى سَرِيرٍ وَنَحْوِهِ، بِاتِّفَاقِ المَذَاهِبِ الفِقْهِيةِ الأَرْبَعَةِ: الحَنَفِيَّةِ، وَالمَالِكِيَّةِ، وَالشَّافِعِيَّةِ، وَالحَنَابِلَةِ

Disunnahkan untuk menempatkan jenazah di atas ranjang atau sejenisnya, berdasarkan kesepakatan empat mazhab fikih: Hanafiah,[xx] Malikiah,[xxi] Syafi’iah,[xxii] dan Hanabilah.[xxiii]

وَذَلِكَ لِلْآتِي

Argumentasi:

لِئَلَّا يُصِيبَهُ نَدَاوَةُ الأَرْضِ؛ فَيَتَغَيَّرَ بِنَدَاوَتِهَا

1 – Agar tidak terkena kelembaban tanah; sehingga tidak berubah karena kelembabannya.[xxiv]

لِيَبْعُدَ عَنِ الهَوَامِّ

2 – Agar terhindar dari serangga.[xxv]

نَزْعُ ثِيَابِ المَيِّتِ

Melepas Pakaian Jenazah

Sunah terhadap orang meninggal yang lain adalah:

يُسْتَحَبُّ نَزْعُ ثِيَابِ المَيِّتِ عَقِبَ مَوْتِهِ؛ نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيَّةُ، وَالحَنَابِلَةُ

Disunnahkan untuk melepaskan pakaian jenazah segera setelah kematiannya; hal ini dinyatakan oleh mazhab Syafi’iah[xxvi] dan Hanabilah[xxvii]

وَذَلِكَ لِلْآتِي

Argumentasi:

أَوَّلًا: لِئَلَّا يَحْمَى جَسَدُهُ فَيَسْرُعَ فَسَادُهُ وَيَتَغَيَّرَ

1 – Agar tubuhnya tidak menjadi panas sehingga cepat rusak dan berubah. [xxviii]

ثَانِيًا: لِأَنَّهُ رُبَّمَا خَرَجَتْ مِنْهُ نَجَاسَةٌ فَلَوَّثَتْ ثِيَابَهُ، وَيَتَلَوَّثُ بِهَا

2 – Karena mungkin keluar najis dari tubuhnya yang akan mengotori pakaiannya, dan pakaian tersebut akan tercemar.[xxix]

وَضْعُ شَيْءٍ ثَقِيلٍ عَلَى بَطْنِهِ

Meletakkan Sesuatu yang Berat di atas Perutnya

Sunah terhadap orang meninggal yang terakhir adalah:

اتَّفَقَ الحَنَفِيَّةُ، وَالمَالِكِيَّةُ، وَالشَّافِعِيَّةُ، وَالحَنَابِلَةُ عَلَى اسْتِحْبَابِ وَضْعِ شَيْءٍ ثَقِيلٍ أَوْ حَدِيدَةٍ عَلَى بَطْنِ المَيِّتِ؛ وَذَلِكَ لِئَلَّا يَنْتَفِخَ فَيَقْبُحَ مَنْظَرُهُ

Mazhab Hanafiah,[xxx] Malikiah,[xxxi] Syafi’iah,[xxxii] dan Hanabilah[xxxiii] sepakat tentang disunnahkannya meletakkan sesuatu yang berat atau besi di atas perut jenazah;[xxxiv] agar tidak mengembang dan penampilannya tidak menjadi buruk.[xxxv] Wallahua’lam

Demikian terjemahan dari Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah > Kitab Salat > Bab Janaiz > Hukum Orang Sakit dan Sekarat > Hukum Orang Sekarat > Sunah terhadap Orang Meninggal. Terima kasih telah membaca sampai selesai. Semoga bermanfaat!

Karangasem, 27 November 2024

BACA JUGA:  Sahih Bukhari 6023: Perkataan yang Baik Isinya dan Caranya

Irfan Nugroho (Semoga Allah karuniakan peminpin daerah yang takut kepada Allah dan sayang kepada rakyatnya. Amin)

CATATAN KAKI

[i] Al-Qurtubi berkata: “Menutup mata orang yang meninggal: mengikat kelopak matanya setelah kematiannya, dan itu adalah sunnah yang dilakukan oleh seluruh umat Islam,” (Al-Mufhim li Al-Qurtubi: 2/572)

[ii] An-Nawawi berkata: “Perkataan Ummu Salamah: (maka beliau menutup matanya) adalah dalil tentang disunnahkannya menutup mata orang yang meninggal, dan seluruh umat Islam telah sepakat akan hal itu,” (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim: 6/223). Beliau juga berkata: “Hadits ini mencakup kehadiran di sisi orang yang sedang sekarat; untuk mengingatkannya dan menenangkannya, menutup matanya, dan memenuhi hak-haknya, dan ini telah disepakati,” (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim: 6/219).

[iii] As-San’ani berkata: “Dan dalam menutup mata beliau ﷺ terdapat dalil tentang disunnahkannya hal itu, dan seluruh umat Islam telah sepakat akan hal itu,” (Subul As-Salam li As-San’ani: 2/91).

[iv] Rahang adalah tulang yang tumbuh di atasnya janggut dari manusia dan lainnya. Lihat: Maqayis al-Lughah li Ibn Faris: 5/240, Al-Sihah li Al-Jawhari: 6/2480.

[v] Al-Hidayah li Al-Marghinani: 1/90, Hashiyat Al-Tahawi li Al-Tahawi: hal. 369.

[vi] Mawahib al-Jalil li Al-Hattab: 3/25. Lihat juga: Syarh Mukhtasar Khalil li Al-Kharshi: 2/122.

[vii] Al-Majmu li An-Nawawi: 5/123, Mughni Al-Muhtaj li Al-Khatib Asy-Syarbini: 1/331.

[viii] Kasyaf al-Qina li Al-Buhuti: 2/83. Lihat juga: Al-Mughni li Ibn Qudamah: 2/336.

[ix] Mughni Al-Muhtaj li Al-Khatib Asy-Syarbini: 1/331, Kasyaf al-Qina li Al-Buhuti: 2/83

[x] Al-Majmu li An-Nawawi: 5/120. Karena jika dibiarkan, rahangnya akan mengendur sehingga mulutnya terbuka dan tidak tertutup. Lihat: Al-Hawi Al-Kabir li Al-Mawardi: 3/3

[xi] Yang dimaksud adalah persendian tangan dan kaki, yaitu dengan menekuk lengan ke bahu dan meluruskannya, kemudian menekuk bahu ke sisi tubuh dan meluruskannya. Begitu juga dengan persendian kaki: yaitu dengan menekuk betis ke paha lalu meluruskannya, kemudian paha ke perut, lalu diluruskan kembali. Lihat: Al-Hawi Al-Kabir li Al-Mawardi: 3/3, Asy-Syarh Al-Mumti’ li Ibn Utsaimin: 5/254.

[xii] Maraki Al-Falah li Asy-Syarnablali: hal. 212, Hashiyat Ibn Abidin li Ibn Abidin: 2/193

[xiii] Mawahib al-Jalil li Al-Hattab: 3/25. Lihat juga: Syarh Mukhtasar Khalil li Al-Kharshi: 2/122

[xiv] Al-Majmu’ li An-Nawawi: 5/123, Mughni Al-Muhtaj li Al-Khatib Asy-Syarbini: 1/331

BACA JUGA:  Hadist Larangan Buang Hajat di Jalan atau Tempat Berteduh

[xv] Kasyaf al-Qina’ li Al-Buhuti: 2/83. Lihat juga: Al-Mughni li Ibn Qudamah: 2/340

[xvi] Mughni Al-Muhtaj li Al-Khatib Asy-Syarbini: 1/331, dan itu dilakukan sebelum tubuhnya menjadi dingin; karena setelah ruh meninggalkannya di dalam tubuh masih terdapat sisa panas, sehingga jika persendiannya dilunakkan ketika itu, maka akan menjadi lunak. Namun, jika sudah dingin, akan tetap seperti itu dan sulit untuk dimandikan. (Mughni Al-Muhtaj li Al-Khatib Asy-Syarbini: 1/331, Asy-Syarh Al-Mumti’ li Ibn Utsaimin: 5/254).

[xvii] Namun, jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan ihram, maka kepalanya tidak ditutupi. Hal ini berdasarkan hadis Ibnu Abbas dari Nabi ﷺ tentang orang yang sedang ihram yang terjatuh dari hewan tunggangannya dan meninggal, beliau bersabda, “Jangan tutupi kepalanya,” (Sahih Bukhari: 1265. Sahih Muslim: 1206). Lihat juga: Bidayat al-Mujtahid li Ibn Rusyd: 1/232.

[xviii] Hibarah: kain putih dengan garis-garis merah dari tenunan Yaman. Lihat: At-Tanwir Syarh Al-Jami’ As-Saghir li As-San’ani: 10/418.

[xix] An-Nawawi berkata: “Perkataan Aisyah: ‘ Rasulullah ﷺ ketika beliau ﷺ mangkat, beliau ditutupi dengan kain hibarah’ artinya seluruh tubuhnya ditutupi… Dan di dalamnya terdapat anjuran untuk menutupi jenazah, dan hal ini telah disepakati,” (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim: 7/10).

[xx] Hasyiah ath-Thahthawi li ath-Thahthawi: 372, Hasyiah Ibnu Abidin li Ibnu Abidin: 2/194

[xxi] Mawahib al-Jalil li al-Hattab: 3/25, Syarh Mukhtasar Khalil li al-Kharshi: 2/122

[xxii] Al-Majmu’ li an-Nawawi: 5/123, Mughni al-Muhtaj li al-Khatib ash-Shirbini: 1/331

[xxiii] Kasyaf al-Qina’ li al-Buhuti: 2/83, Al-Mughni li Ibn Qudamah: 2/337

[xxiv] Mughni al-Muhtaj li al-Khatib ash-Shirbini: 1/331

[xxv] Kasyaf al-Qina’ li al-Buhuti: 2/83

[xxvi] Mughni al-Muhtaj li al-Khatib ash-Shirbini: 1/331, Nihayah al-Muhtaj li ar-Ramli: 2/441

[xxvii] Kasyaf al-Qina’ li al-Buhuti: 2/83, Al-Mughni li Ibn Qudamah: 2/337

[xxviii] Mughni al-Muhtaj li al-Khatib ash-Shirbini: 2/7, Kasyaf al-Qina’ li al-Buhuti: 2/83

[xxix] Al-Mughni li Ibn Qudamah: 2/337, Kasyaf al-Qina’ li al-Buhuti: 2/83

[xxx] Tabyin al-Haqa’iq li az-Zayla’i ma’a Hasyiah asy-Syalabi: 1/235, Hasyiah ath-Thahthawi li ath-Thahthawi: 369

[xxxi] Mawahib al-Jalil li al-Hattab: 3/25, Syarh Mukhtasar Khalil li al-Kharshi: 2/122

[xxxii] Al-Majmu’ li an-Nawawi: 5/123, Mughni al-Muhtaj li al-Khatib ash-Shirbini: 1/331

[xxxiii] Kasyaf al-Qina’ li al-Buhuti: 2/83, Al-Mughni li Ibn Qudamah: 2/336

[xxxiv] Ibnu Utsaimin berkata: “Pada zaman kita sekarang, kita tidak lagi memerlukan ini, yaitu bahwa jenazah dapat ditempatkan di lemari pendingin jika diperlukan penundaan penguburan. Jika ditempatkan di lemari pendingin, jenazah tidak akan membengkak karena tetap dingin, sehingga tidak terjadi pembengkakan di perutnya,” (Asy-Syarh al-Mumti’: 5/256).

[xxxv] Mughni al-Muhtaj li al-Khatib ash-Shirbini: 1/331

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button