Fiqih

Tuntunan Lengkap Fiqih Udhiyah atau Qurban

Pembaca mukminun.com yang budiman, kali ini kita akan mempelajari seluk beluk qurban atau udhiyah. Makalah ini diambil dari kitab fiqih Syekh Abu Bakar Jabir al-Jazairi yang berjudul Minhajul Muslim. Teruskan membaca. Semoga bermanfaat:

Pengertian Qurban (Udhiyah)

Qurban adalah menyembelih kambing (sapi atau unta) sebagai pengorbanan pada hari Idul Adha, dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Hukum Qurban (Udhiyah)

Hukum Qurban (Udhiyah) adalah sunnah yang diwajibkan bagi setiap keluarga muslim yang mampu untuk melakukannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: 

“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu, dan berqurbanlah,” (Al-Kautsar: 02).

Juga didasarkan pada hadist Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam:

“Barangsiapa yang menyembelihnya sebelum shalat (Ied), maka hendaklah ia mengulangi,” (HR Al-Bukhari, Muslim, dan An-Nasa’i).

Juga sebagaimana perkataan Ayyub Al-Anshari:

“Adalah seorang laki-laki di zaman Rasulullah berqurban dengan seekor kambing atas nama dirinya dan keluarganya,” (HR At-Tirmidzi dan dia menshahihkannya).

Keutamaan Qurban (Udhiyah) dan Aqiqah

Dalam As-Sunnah dijelaskan bahwa ber-qurban memiliki keutamaan yang agung. Rasulullah bersabda:

“Tidaklah anak Adam mengamalkan satu amalan pada hari nahar yang lebih Allah Azza Wa Jalla cintai dari mengalirkan darah (berqurban), dan sesungguhnya ia (hewan qurban) itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, dan rambut-rambutnya, dan sesungguhnya darahnya itu pasti menempat di sisi Allah Azza Wa Jalla di satu tempat sebelum jatuh ke bumi, maka relakanlah itu,” (HR Ibnu Makah: 3126, dan At-Tirmidzi dan dia menghasankan walaupun dianggap gharib).

Dan sabda Rasulullah ketika beliau ditanya oleh para sahabat, “Apa yang dimaksud dengan hewan qurban?” Pada saat itu beliau menjawab, “Itu merupakan satu sunnah ayah kalian semua yaitu Ibrahim.” 

BACA JUGA:  Khutbah Idul Adha: Seruan Udhiyah dan Salat Lima Waktu

Lalu mereka bertanya lagi, “Apa yang kami dapatkan darinya?” Beliau menjawab, “Setiap rambutnya merupakan satu kebaikan.” Mereka bertanya kembali, “Bagaimana dengan kulitnya?” Beliau menjawab, “Setiap rambut dari kulitnya merupakan satu kebaikan,” (HR Imam Ahmad: 4/368, dan Ibnu Majah: 3127).

Hikmah Ibadah Qurban (Udhiyah)

Di antara hikmah ibadah qurban atau udhiyah menurut  sheikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi antara lain:

1. Mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala

Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: 

“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah,” (Al-Kautsar: 02).

Juga dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya…” (Al-An’am: 163-163). 

Ada pun yang dimaksud An-Nusuk di sini adalah menyembelih hewan sebagai taqarrub kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

2. Mengikuti sunnah Nabi Ibrahim

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya yaitu Nabi Ismail Alaihissalam. Tetapi, Allah Subhanahu Wa Ta’ala kemudian mengganti Nabi Ismail Alaihissalam dengan domba. Maka beliau (Nabi Ibrahim Alaihissalam) menyembelih domba tersebut sebagai ganti dari Nabi Ismail Alaihissalam.

Hal ini sebagai firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar,” (Ash-Shaffat: 107).

3. Qurban memberikan kelapangan kepada keluarga di hari Ied, dan memberikan kasih sayang kepada fakir miskin

4. Sebagai rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Demikianlah Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menundukkan binatang ternak bagi kita sebagaimana firman-Nya: 

“Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…” (Al-Hajj: 36-27).

Ketentuan Fiqih seputar Qurban atau Udhiyah

1. Usia Hewan Qurban atau Udhiyah

Usia kambing untuk qurban tidak boleh kurang dari Al-Jidz’u (tidak genap satu tahun, atau mendekati satu tahun). Selain kambing, seperti biri-biri, unta, atau sapi tidak kurang dari dua tahun.

Khusus untuk biri-biri, hendaknya berusia satu tahun dan masuk pada tahun kedua. Adapun unta dipilih yang berumur empat tahun dan memasuki tahun ke lima, dan sapi berumur dua tahun dan memasuki tahun ketiga, sebagaimana dijelaskan dalam hadist:

BACA JUGA:  Minhajul Muslim: Salat Jamak dan Salat Qasar

“Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah, keciali jika kalian kesulitan maka sembelihlah oleh kalian dari kambing jidza’ah (yang berusia enam bulan hingga satu tahun),” (HR Muslim: 2).

Musinnah adalah hewan yang berumur dua tahun atau giginya sudah poel.

2. Terbebas dari Kurus dan Cacat

Tidak diperbolehkan berqurban kecuali dengan binatang yang terbebas dari kecacatan dalam penciptaannya.

Tidak boleh yang buta sebelah matanya, yang pincang, tidak al-udhba’ (yang pecah tanduknya atau yang dipotong telinganya dari aslinya), tidak yang sakit, tidak yang al-ajafa’ (yang kurus atau tidak bersumsum), sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist:

“Ada empat macam yang tidak boleh ada pada hewan qurban;

(1) buta sebelah yang jelas butanya,

(2) yang sakit jelas sakitnya;

(3) yang pincang jelas pincangnya; dan

(4) hewan yang tidak mempunyai sumsum,” (HR Abu Daud: 2802, dan Imam Ahmad: 4/300).

Adapun yang dimaksud tidak memiliki sumsum adalah hewan yang tida ada sumsum pada tulangnya, hewan yang sangat kurus.

3. Hewan yang Paling Utama

Hewan qurban yang paling diutamakan ialah kambing yang bertanduk, yang berwarna putih campur hitam (belang) di antara kedua mata dan kakinya. Sifat hewan seperti inilah yang disukai Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam.

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist bahwa Aisyah Radhiyallahu anha pernah menuturkan, “Sesungguhnya Nabi berqurban dengan domba yang bertanduk dan bulu kaki-kakinya warnanya merata hitam dan di sekitar matanya berwarna putih,” (HR At-Tirmidzi dan dia menshahihkannya).

4. Waktu Penyembelihan

Waktu menyembelih hewan qurban adalah pagi hari di hari Idul Adha, yakni setelah selesai melaksanakan shalat Ied. Tidak diperbolehkan menyembelih sebelum melaksanakan Shalat Ied, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist:

“Barangsiapa yang menyembelih sebelum Shalat Ied maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya, dan barangsiapa yang menyembelih setelah shalat Ied, maka sempurnalah amalannya dan mengikuti sunnah umat Islam,” (HR Bukhari: 7/128, 131).

5. Anjuran ketika menyembelih hewan qurban (udhiyah)

Ketika menyembelih, dianjurkan untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat sambil mengucapkan:

إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ. إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

BACA JUGA:  Apakah Muadzin boleh Menjadi Imam?

Latin:

Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardhi haniifa wamaa anaa minal musyrikiin. Inna shalaatii wanusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillahi Rabbil ‘alamiina laa syariika lahu, wa bidzaalika umirtu wa anaa awwalul muslimiin

Arti:

Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada yang telah menciptakan langit dan bumi, dalam keadaan pasrah dan tidaklah aku termasuk golongan orang musrik. Sesungguhnya salatku, amalanku, hidupku, dan matiku, hanya untuk Allah Rab semesta alam, tidak ada sekutu bagiNya dan dengan itu aku diperintahkan dan aku termasuk yang pertama-tama berserah diri.

Diharuskan membaca doa ketika hendak menyembelih:

بِسْمِ الله والله أكبار

Latin:

Bismillahi Wallahu Akbar

Arti:

Dengan menyebut nama Allah, dan Allah Maha Besar.

6. Mewakilkan dalam penyembelihan hewan qurban (udhiyah)

Seorang muslim dianjurkan menyembelih oleh dirinya sendiri, dan boleh diwakilkan dalam penyembelihan karena tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama.

7. Pembagian daging qurban (udhiyah)

Daging hewan qurban atau udhiyah dianjurkan untuk dibagi menjadi tiga bagian:

– Sepertiga untuk dimakan keluarga yang berqurban

– Sepertiga untuk sedekah

– Sepertiga untuk diberikan kepada sahabat

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi :

كلوا وادحروا وتصدقوا

Latin:

Kuluu waddahiruu watashaddaquu

Arti:

Makanlah oleh kalian, simpanlah, dan sedekahkanlah, (Sunan Abu Dawud: 10 dan Sunan An-Nasai: 37).

8. Upah bagi penyembelih hewan qurban (udhiyah)

Kita tidak boleh memberikan upan kepada orang yang menyembelih hewan qurban dari bagian hewan qurban tersebut. Sebagaimana perkataan Ali Radhiyallahuanhu, “Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi untanya, dan aku diperintahkan untuk menyedekahkan dagingnya, kulitnya, dan untuk tidak memberikan kepada penyembelihnya (orang yang menanganinya/panitia) upah sedikit pun. Lali dia mengatakan, kami memberinya upah dari apa yang kami miliki,” (Sahih Muslim: 954, Sunan Abu Dawud: 1769, Musnad Ahmad: 1/123, Ibnu Majah: 3099).

9. Sahkah udhiyah satu kambing dari satu keluarga?

Sah qurban satu keluarga berupa seekor kambing meskipun ada beberapa orang dalam keluarga tersebut, sebagaimana penuturan Abu Ayyub Al-Anshari:

“Adalah seorang laki-laki di zaman Rasulullah berqurban dengan seekor kambing atas nama dirinya dan keluarganya,” (Sunan At-Tirmizi).

10. Yang harus dihindari saat berniat untuk qurban atau udhiyah

Orang yang hendak berqurban sangat dimakruhkan untuk memotong rambut atau kukunya walau sedikit. Demikian ini apabila telah nampak hilal bulan Zulhijjah sampai datang waktu penyembelihan hewan qurban, sebagaimana sabda Nabi :

“Apabila kalian telah melihat hilal bulan Zulhijjah, dan salah seorang dari kalian hendak berqurban, maka hendaklah dia menahan (tidak memotong) rambutnya dan kukunya hingga dia berqurban,” (Sahih Muslim: 41).

11. Qurban Rasulullah untuk seluruh umatnya

Barang siapa yang tidak mampu berqurban, maka dia akan meraih pahala dari orang-orang yang berqurban, sebagaimana sabda Rasulullah :

أللهم هذا عني وعمن لم يضح من أمتي

Latin:

Allahumma hadzaa ‘annii wa’amman lam yudhahhi min ummatii

Arti:

Ya Allah, ini (hewan qurban) dari hamba dan dari yang tidak mampu berqurban dari umatku, (al-Mustadrak: 4/228).

Demikian pembaca yang budiman, telah kita pelajari bersama tuntunan lengkap fiqih qurban atau udhiyah. Semoga kita diberi hidayah untuk mengamalkannya, dimudahkan untuk berqurban, dan diterima amal ibadah kita. Silakan dibagikan kepada pembaca yang lainnya.

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button