Tafsir

QS An-Nas 1 – Katakan: Aku berlindung kepada Rabnya manusia

 

Allah ta’ala berfirman di dalam Al-Quran Surat An-Nas ayat 1:

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ

Latin: qul a’ụżu birabbin-nās

Arti: Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, (QS An Nas: 1).

Tafsir Jalalain

(Katakanlah, “Aku berlindunng kepada Rab manusia) Yang menciptakan dan Yang memiliki mereka. Di sini manusia disebutkan secara khusus sebagai penghormatan buat mereka, sekaligus untuk menyesuaikan dengan pengertian isti’adzah dari kejahatan yang menggoda hati mereka.

Tafsir Muyassar

Katakanlah, wahai Rasul: “Aku berlindung dan bernaung kepada Rabnya manusia, Yang Mahakuasa untuk menolak kejahatan was-was.”

Tafsir At-Tabari

Ini merupakan bentuk pemberitahuan dari Allah bagi orang yang mengagungkan manusia, seperti halnya kaum mukmin yang mengagungkan Tuhan mereka, bahwa Dialah rajanya orang yang diagungkan itu, dan itu (manusia yang diagungkan sesama manusia itu) berada di dalam kerajaan serta kekuasaan-Nya. Berlaku padanya segala ketentuanNya, dan Dia lebih layak untuk diagungkan dan lebih berhak untuk disembah daripada (manusia) yang diagungkan (oleh sesama manusia), serta lebih berhak untuk disembah daripada selainNya dari kalangan manusia (atau yang lainnya).

Tafsir Al-Qurtubi

Firman Allah yang artinya “Katakanlah aku berlindung kepada Rabnya manusia,” maksudnya adalah manusia berlindung kepada pemilik dan pengatur segala urusan mereka.

Adapun penyebutan manusia secara khusus (dalam Rabnya manusia), padahal Allah adalah Rab bagi seluruh makhluk di semesta alam ini, ada dua alasan:

1. Karena manusia lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu Allah mengingatkan mereka bahwa Allah adalah Rab mereka, seberapa pun mulianya kedudukan mereka (para manusia)

2. Karena manusia diperintahkan untuk memohon perlindungan dari segala keburukan yang datang dari jenis mereka sendiri, dengan menyebutkan mereka secara khusus, Allah hendak memberitahukan bahwa yang berhak untuk mereka mintai perlindungan hanyalah Allah saja, tidak yang lainnya.

Tafsir Ibnu Katsir

Tentang firman Allah yang artinya, “Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabnya manusia, Rajanya manusia, dan Ilahnya manusia,” Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

“Inilah tiga dari sifat-sifat Rab , yaitu Rububiyah, Raja, dan Ilahiyah. Allah adalah pemelihara segala sesuatu sekaligus raja dan Ilahnya. Jadi, segala sesuatu yang ada ini adalah makhluk ciptaanNya, hamba, sekaligus abdiNya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada semua yang hendak memohon perlindungan agar berlindung kepada Zat yang memiliki ketiga sifat di atas, dari kejahatan bisikan syaitan khannas.”

Tafsir As-Sa’di

Hendaknya seseorang mencari pertolongan, mencari naungan, mencari perlindungan dengan pemeliharaan Allah atas semua manusia, karena Allah adalah Rab semua manusia, dan semua manusia berada di bawah Rububiyah dan kekuasaanNya. Allah memegang ubun-ubun semua makhluk hidup yang berjalan di atas muka bumi. Hendaknya manusia juga berlindung Uluhiyah Allah yang telah menciptakan manusia agar beribadah kepadaNya, yang ini merupakan tujuan Allah menciptakan manusia, dan tujuan ini tidak akan bisa dicapai kecuali dengan menangkal kejahatan musuh-musuh manusia, yang ingin memutus mereka, menghalangi mereka dari beribadah kepada Allah, dan karena musuh-musuh itu ingin manusia menjadi bagian dari golongannya sehingga manusia menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.

BACA JUGA:  Al Baqarah 35 – Misteri Pohon Surga yang Terlarang

Tafsir Ibnu Utsaimin

(Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabnya manusia) Dia adalah Allah azza wa jalla. Dia adalah Rab manusia dan selainnya. Dia adalah Rab manusia, Rab para malaikat, Rab para jin, Rab semua lapisan langit, Rab bumi, Rab matahari, Rab bulan, dan Rab segala sesuatu. Akan tetapi, untuk keserasian, dikhususkan sebagai Rab manusia.

Fii Zilalil Quran

Permohonan perlindungan di sini adalah kepada Tuhan yang memelihara dan menguasai manusia, Raja manusia, Sembahan manusia. Sedangkan yang dimohonkan perlindungan darinya ialah kejahatan bisikan setan yang biasa bersembunyi, yang biasa membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia.

Memohon perlindungan kepada Tuhan, Raja, Sembahan, menghadirkan sifat-sifat Allah untuk menolak semua kejahatan secara umum, dan kejahatan bisikan setan yang biasa bersembunyi, secara khusus.

Ar-Rabb adalah Tuhan Yang memelihara, Yang mengarahkan, Yang menjaga, dan Yang melindungi.

Allah adalah Rab bagi segala sesuatu, Malik bagi segala sesuatu, Ilah bagi segala sesuatu. Akan tetapi, pengkhususan penyebutannya di sini bagi manusia adalah untuk menjadikan mereka supaya merasakan kedekatannya pada waktu meminta perlindungan dan pemeliharaan.

Allah memberikan pengarahan kepada Rasulullah dan umat beliau untuk memohon perlindungan kepadaNya, dengan meresapkan makna-makna sifat-sifatNya ini.

Tafsir Al-Azhar Buya Hamka

“Katakanlah.”  (pangkal ayat 1) Hai utusanKu, dan ajarkan jugalah kepada mereka yang percaya; “Aku berlindung dengan Pemelihara manusia.”  (ujung ayat 1). “Penguasa manusia.” (ayat 2). “Tuhan bagi manusio.” (ayat 3).

Di dalam Surat yang terakhir  dalam susunan  al-Quran  yang 114 Surat ini, disebutkanlah ajaran  bagairnana  caranya  manusia  berlindung  kepada  Allah dari sesamanya  manusia.

Saya sendiri dan saudara yang membaca karangan ini adalah manusia. Dan kita pun hidup di tengah-tengah manusia. Selain dari hubungan kita dengan Allah, kita pun selalu berhubungan dengan sesama manusia.  Tidak ada di antara kita yang dapat membebaskan diri daripada ikatan dengan sesama manusia. Di dalam Surat 3, ali Imran ayatll2 dengan tegas Allah  memberikan peringatan bahwa kehinaan akan dipikulkan  Tuhan kepada  kita kecuali dengan berpegang kepada dua tali; tali dari Allah dan tali dari manusia.  Agama sendiri pun, selain dari mengatur tali perhubungan dengan Allah, juga mengatur tali perhubungan dengan sesama manusia. Dan kita pun maklum dan mengalami sendiri, bahwa pergaulan dengan sesama manusia itu bukanlah suatu yang mudah.  Yang bagus menurut pendapat kita belum tentu bagus menurut pendapat orang lain. Langkah cita-cita yang baik belum tentu diterima orang lain. Kalau dipandangnya akan merugikannya, niscaya akan dihambatnya.

BACA JUGA:  Ali Imran 159: Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar

Di tengah-tengah gelombang kehidupan manusia yang banyak itu, dengan berbagai macam ragam keinginan, kelakuan, cita-cita, lingkungan dan pendidikan terseliplah kita, saya dan saudara, sebagai peribadi. Menyisih dari sesama manusia tidak bisa, dan bergaul terus dengan mereka bukan tak ada pula akibatnya, akibat yang baik ataupun yang buruk.

Manusia bisa menguntungkan kita dan bisa membahayakan kita. Maka diajarkanlah pada Surat yang terakhir ini bagaimana cara kita menghadapi dan hidup di tengah-tengah manusia. Kita dengan ajaran melalui Nabi disuruh memperlindungkan diri kepada Allahl Karena Allah itulah Rabbun-Nasi, Pemelihara Manusia. Malikun-Nasi, Penguasa Manusia dan Ilahun-Nasi, Tuhan bagi manusia.

Allah adalah Rabbun, Malikun, Ilahun.

Allah adalah Pemelihara, Penguasa dan Tuhan. Allah adalah KHALIQ, artinya Pencipta.  Di samping menciptakan seluruh alam, Allah pun menciptakan manusia, dan manusia itu mempunyai pergaulan hidup. Manusia diberi akal budi, sehingga manusia hidup di permukaan bumi ini jauh berbeda dengan kehidupan makhluk Allah yang lain. Sebab itu maka manusia dapat merencanakan  apa yang  akan  dikerjakannya di dalam  menempuh  jalan hidupnya, sampai dunia ini akan ditinggalkannya  kelak.

Tidaklah Allah membiarkan saja manusia hidup menurut semau-maunya sendiri.

“Apakah  menyangka  manusia itu bahwa  ia akan dibiarkan  saja hidup terlunta-lunta?” (al-Qiyamah: 36)

Tuhan adalah Robbun-Nasi; Pemelihara manusia. Tidak dibiarkan terlantar, dipeliharaNya lahimya dan batinnya, luarnya dan dalamnya, jasmaninya dan rohaninya, makanannya dan minumannya. Yang dipeliharanya itu termasuk aku, termasuk engkau dan termasuk segala makhluk yang bernama Nas atau Insan dalam dunia ini. Sehingga  turun nafas kita, perjalanan dan goyangan jantung siang dan malam yang  tidak pernah berhenti,  alat-alat  pencerna tubuh, telinga  alat pendengar, mata alat melihat,  hidung alat pembau,  semuanya dipelihara  terus oleh Maha Pemelihara  itu, oleh Robbun itu.

Dan Dia adalah pula Malikun-Nasi, Penguasa dari seluruh manusia. Kalau kalimat malik  itu dibaca  tidak dipanjangkan  bacaan  pada mim (tidak dengan madd,  panjang  dua alif menurut ilmu tajwid), berartilah  dia Penguasa atau  Raja.  Pemerintah tertinggi atau Sultan. Tetapi kalau malik dibaca dengan dipanjangkan dua alif pada mim, berarti dia Yang Empunya.

BACA JUGA:  Aisarut Tafasir: Surat Al-Ikhlas dan Pelajaran darinya

Dipanjangkan  membaca  mim ataupun  dibaca tidak dipanjangkan  namun pada kedua bacaan  itu memang  terkandung  kedua pengertian  Allah itu memang Rojo, atau Penguasa yang mutlak atas  diri manusia  Maha Kuasa Allah itu mentakdirkan dan mentadbirkan, sehingga  mau tidak mau, kita manusia mesti menurut  peraturan  yang telah ditentukanNya,  yang disebut Sunnatullah’

Kalau kita hendak dilahirkannya ke dunia, hanya berasal dari setetes mani, kita pun lahir. Kalau kita hendak dimatikannya, bagaimanapun bertahan, kita pasti mati. Kita ini Dialah yang empunya.  Bahkan nyawa kita; kalimat mudhal dan mudhaf ilaihi di antara nyawa dan kita, arti sepintas lalu ialah bahwa nyawa kita sendiri kitalah yang empunya. Namun pada hakikatnya, yang empunya nyawa kita bukanlah kita, melainkan Dia. Jelas dikatakanNya dalam wahyuNya; Ruh-hi artinya;  Nyawa-Nya, bukan  Ruhi-iy;  Roh atau nyawaku!  (Dengan K, huruf kecil).

Kalau sudah jelas bahwa nyawa kita sendiri bukan kita manusia yang empunya, apalah lagi yang kita kuasai dan kita punyai di dalam diri kita ini? Tidak ada!

Maka tidaklah  ada artinya mengakui  Allah sebagai  Rabbun,  atau Pemelihara, kalau kita tidak mengakui yang selanjutnya, yaitu bahwa Allah itu sebagai Malikun  adalah sebagai Penguasa  atas kita manusia,  Raja atas kita manusia, yang Memiliki atas diri seluruh manusia, termasuk aku dan engkau!

Oleh sebab  hanya Dia Pemelihara dan hanya Dia Penguasa,  maka hanya Dia pulalah  yang  llah, hanya Dia sajalah  yang Tuhan,  yang wajar buat disembah  dan dipuja.  KepadaNyalah kembali segala persembahan dan segala pemujaan.

Kita perlindungkan diri kepada Allah, Pemelihara, Penguasa dan Tuhan dari Sarwa Sekalian Alam, dan khusus dari seluruh manusia dari segala marabahaya.

Pada Surat  yang  telah lalu, Surat 113, al-Falaq  kita memperlindungkan  diri kepada  Allah sebagai Pemelihara  dari pergantian malam kepada  siang,  dari kejahatan  segala apa pun yang Dia jadikan.  Kita melindungkan  diri kepadaNya, dalam  keadaanNya  sebagai Pemelihara  dari kegelapan  malam, dan kita pun melindungkan  diri dari mantra  dan tuju tukang  sihir, ataupun  dari bujuk  rayu perempuan (sebagai  ditafsirkan  oleh Abu Muslim) dan dari hasad dengkinya orang yang dengki.  Namun pada Surat penutup ini, Surat 114 kita berlindung kepada Allah dari satu macam bahaya yang timbul dari sesama manusia. Apakah bahaya itu? (Lanjut Tafsir Ayat 4)

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button