Bidayatul Mutafaqqih: 7 Syarat Sah Mandi Wajib
Pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, pelajaran kita kali ini tentang syarat sahnya mandi wajib. Pelajaran kita ambil dari kitab fiqih mazhab Hambali yang berjudul Bidayatul Mutafaqqih, karya Syekh Wahid abdussalam Bali. Teruskan membaca!
Matan Bidayatul Mutafaqqih
Pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahullah menulis:
شُرُوطُ صِحَّةِ الْغُسْلِ سَبْعَةٌ :
1- انْقِطَاعُ مَا يُوجِبُهُ .
2- النِّيَّةُ .
3- الْإِسْلَامُ .
4- الْعَقْلُ .
5- التَّمْيِيزُ .
6- الْمَاءُ الطَّهُورُ .
7- إِزَالَةُ مَا يَمْنَعُ وُصُولَهُ .
Syarat sah mandi wajib ada tujuh (7):
- Berhentinya hal-hal yang mewajibkan mandi
- Niat
- Islam
- Berakal
- Tamyiz
- Air yang suci dan menyucikan
- Hilangnya sesuatu yang mencegah sampainya air.
Berhentinya Hal-hal yang Mewajibkan Mandi
Berkata salah satu pensyarah Bidayatul Mutafaqqih, yaitu Syaikh Aiman Ali Musa hafizahullah, tentang syarat sahnya mandi wajib yang pertama, yaitu Berhentinya Hal-hal yang Mewajibkan Mandi:
“Maka mandi menjadi tidak sah apabila dilakukan sebelum berhentinya hal-hal yang mewajibkan mandi. Misal, apabila seorang wanita mengalami menstruasi, wajib baginya mandi, tetapi mandinya itu hanya sah apabila darah haid sudah berhenti.”
Niat
Berkata penulis hafizahullah, “Syarat sahnya mandi wajib adalah niat.” Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu bahwa beliau mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“Amal itu tergantung pada niatnya. (Balasan) bagi tiap-tiap amalan itu tergantung pada niat pelakunya. Jadi siapa saja yang hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya, atau karena wanita yang ingin dinikahinya, hijrahnya itu adalah kepada apa yang dia niatkan,” [Sahih Bukhari: 1, Sahih Muslim: 1907].
Islam
Berkata penulis hafizahullah, “Syarat sah mandi adalah islam.” Dalilnya adalah firman Allah taala:
Walaqad oohiya ilayka waila allatheena min qablika lain ashrakta layahbatanna AAamaluka walatakoonanna mina alkhasireen
“Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Sungguh, jika engkau menyekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi,” [QS Az Zumar: 65].
Berakal
Berkata penulis hafizahullah, “Syarat sah mandi adalah berakal.”
Dari Aisyah Radhiyallahu anha dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Pena (pencatat amal dan dosa) diangkat dari tiga orang: 1) orang yang tidur sampai dia bangun, 2) anak kecil sampai dia bermimpi (baligh), dan 3) orang yang kehilangan akal sampai dia kembali berakal,” [Sunan Abu Dawud: 4402, Jami At-Tirmizi: 1423, Sunan An-Nasai: 3432, Sunan Ibnu Majah: 2041. Al-Albani: Sahih].
Tamyiz
Berkata Syaikh Aiman Ali Musa hafizahullah:
“Jadi tidak sah mandinya seseorang yang belum tamyiz, karena orang yang belum tamyiz diibaratkan dengan orang yang belum berakal.”
Berkata Syaikh Khalid Mahmud Al-Juhani hafizahullah di dalam kitabnya At-Tautsiiq Li Bidayatil Mutafaqqih tentang definisi Tamyiz:
Tamyiz atau Mumayyiz adalah orang yang sudah paham pembicaraan, bisa membalas (suatu pertanyaan) dengan jawaban atau respons. Tamyiz tidak dibatasi dengan usia, karena tamyiz itu berbeda-beda menurut tingkat kepahaman seseorang.
Dalil tamyiz adalah hadis Aisyah dan Ali di atas (sub-bab Berakal).
Air yang Suci dan Menyucikan
Air yang suci dan menyucikan disebut Ath-Thahuur (الطيور), yang mana Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahullah mendefinisikannya dengan:
Air yang masih tetap dalam sifat penciptaannya.
Maksudnya, kata Syaikh Mahmud Khalid Al-Jauhani hafizahullah:
Air yang sifatnya masih tetap sama dengan ketika diciptakan oleh Allah, baik dalam warna, rasa, maupun aroma, entah itu air yang berasal dari bumi seperti sumur, mata air, atau sungai, maupun air yang turun dari langit, seperti salju dan hujan, [At-Tautsiiq Li Bidayatil Mutafaqqih, hal: 53].
Dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ tentang air laut:
“(Air laut) itu airnya suci dan bangkainya halal,” [Sunan Abu Dawud: 83, Jami At-Tirmizi: 69, Sunan An-Nasai: 332, Sunan Ibnu Majah: 386, Musnad Ahmad: 7192. Al-Albani: Sahih].
Hilangnya Sesuatu yang Mencegah Sampainya Air
Berkata penulis hafizahullah, “Di antara syarat sah mandi adalah menghilangkan sesuatu yang mencegah sampainya air.”
Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan dari Laqit bin Shaburah bahwa Nabi ﷺ bersabda:
“Baguskanlah wudu, dan sela-selalah jari-jemari,” [Sunan Abu Dawud: 142, Jami At-Tirmizi: 788, Sunan An-Nasai: 114, Sunan Ibnu Majah: 407. Al-Albani: Sahih].
Baca juga: Takhlil – Sunah Menyela-nyela Jari Tangan dan Jari Kaki
Berkata Syaikh Aiman Ali Musa tentang hal ini:
“Isbag (membagikan basuhan) tidak akan bisa dicapai kecuali dengan sampainya air ke kulit,” [At-Tautsiiq Li Bidayatil Mutafaqqih, hal: 88].
Demikian pelajaran kita kali ini tentang syarat sah mandi wajib. Dari pelajaran ini kita bisa tahu bahwa syarat sah mandi ada tujuh, yaitu:
- Berhentinya hal-hal yang mewajibkan mandi
- Niat
- Islam
- Berakal
- Tamyiz
- Air yang suci dan menyucikan
- Menghilangkan sesuatu yang mencegah sampainya air.
Jika bapak/ibu merasa mendapat manfaat dari tulisan ini, mohon pertimbangkan untuk berinfak bagi kelangsungan situs ini di nomor rekening Bank Muamalat: 5210061824 a.n. Irfan Nugroho.
🔴Semoga menjadi amal jariyah, pemberat timbangan kebaikan di akhirat, juga sebab tambahnya keberkahan pada diri, harta, dan keluarga pembaca semuanya. Aamiin