Pembaca rahimakumullah, satu tarikan nafas ibu ketika melahirkan, tidak sebanding dengan seluruh kebaikan kita kepadanya. Benarkah demikian? Apa ada dalilnya? Teruskan membaca!
MATAN
Pembaca rahimakumullah, Imam Al-Bukhari di dalam Adabul Mufrad meriwayatkan dari Said bin Abi Burdah, dari ayahnya yang berkata:
Bahwa beliau menyaksikan Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma dan seorang lekaki dari Yaman melakukan tawad di Baitullah sembari menggendong ibunya di belakang punggungnya sambil berkata:
Sungguh, saya adalah unta yang hina bagi beliau
Jika unta lain panik dinaiki beliau, saya tidak akan panik.
Kemudian lelaki tersebut berkata kepada Ibnu Umar:
Wahai Ibnu Umar, apakah menurut Anda saya ini sudah membalas beliau?
Ibnu Umar berkata:
Tidak, walau satu tarikan nafas.
Abu Burdah kemudian melanjutkan:
Lalu Ibnu Umar melakukan tawaf, sampai ketika beliau tiba di Al-Maqam, beliau kemudian salat dua rekaat lalu berkata:
Wahai Ibnu Abi Musa, sungguh, setiap dua rekaat itu bisa apa-apa yang mendahului dua rekaat tadi, (Adabul Mufrad: 11).
PENJELASAN
Abu Burdah, periwayat atsar ini, nama lainnya adalah Ibnu Abi Musa Al-Asy’ari, Radhiyallahu Anhu.
Perkataan lelaki Yaman (إِنِّي لَهَا بَعِيرُهَا الْمُذَلَّلُ), atau yang artinya, “Sungguh, saya adalah unta yang hina bagi beliau,” maksudnya adalah:
(Unta adalah perandaian untuk dirinya yang) mudah, selalu ada dan siap sedia, yang tidak akan pernah kabur atau melarikan diri.
Perkataan lelaki Yaman (يَا ابْنَ عُمَرَ أَتُرَانِي جَزَيْتُهَا؟), atau yang artinya, “Wahai Ibnu Umar, apakah menurut Anda saya ini sudah membalas beliau?” maksudnya adalah:
Apakah dengan perbuatan seperti ini, yang beliau lakukan kepada ibunya, yaitu menggendong beliau di punggung dan tawaf bersama beliau, sudah bisa dianggap memenuhi hak sang ibu?
Perkataan Ibnu Umar (لاَ، وَلاَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ), atau yang artinya, “Tidak, walau satu tarikan nafas,” maksudnya adalah, zafrah atau dari kata zafiir, yaitu:
Mengulang nafas sampai tulang rusuk terangkat, dan ini biasa terjadi ketika seorang wanita sedang berusaha melahirkan bayinya.
Ungkapan ini adalah kiasan, tentang kepayahan dan beratnya penderitaan yang dirasakan seorang ibu ketika melahirkan, yang tidak bisa dibandingkan dengan apa pun selainnya.
Perkataan Ibnu Abi Musa (فَأَتَى الْمَقَامَ), yang artinya, “Kemudian beliau sampai di Al-Maqam,” maksudnya adalah:
Maqam Ibrahim, yaitu tempat berdirinya Nabi Ibrahim Alaihissalam ketika membangun Kabah.
Perkataan Ibnu Umar (إنَّ كُلَّ رَكعَتَينِ تُكَفِّرانِ ما أمامَهما), atau yang artinya, “Sungguh, setiap dua rekaat akan menghapus apa-apa yang mendahului keduanya,” maksudnya:
(Salat dua rekaat bisa menghapus) dosa dan kesalahan (sebelumnya).
PELAJARAN
Pembaca rahimakumullah, di antara pelajaran yang bisa diambil dari riwayat ke-11 kitab Adabul Mufrad ini adalah sebagai berikut:
Perintah untuk membalas kebaikan orang tua (semaksimal yang kita mampu), (Adabul Mufrad).
Di dalam hadis ini terdapat isyarat tentang agungnya hak kedua orang tua, (Al-Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 209441).
Di dalam hadis ini terdapat isyarat untuk berbuat ihsan kepada kedua orang tua, (Idem).
Di dalam hadis ini terdapat isyarat tentang keutamaan salat dua rekaat setelah tawaf, (Idem).
Anjuran untuk melayani (berkhidmat kepada) ibu, (Rasyul Barad).
Salat bisa menghapus dosa-dosa kecil (karena dosa besar hanya diampuni dengan taubat), (Idem).
Keutamaan tawaf dan salat di Maqam Ibrahim, (Idem).
Intinya adalah bahwa seorang ibu senantiasa melalui berbagai macam cobaan ketika merawat anaknya, dan ibu selalu menjalaninya dengan penuh suka cita, (Al-Adab Al-Mufrad with Commentary).
Maka sudah sepantasnya anak selalu ingat bawha mereka tidak akan bisa hidup kecuali karena Allah melalui perantara orang tua yang selalu merawat dan menyayangi anaknya ketika anaknya masih kecil hingga dewasa, (Idem).
Wallahua’lam bish shawwab
Karangasem, 3 Januari 2024
Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan menempatkan ibunya di surga. Amin)