Saya dibilangin kalau saya boleh puasa 6 hari di Bulan Syawal sebelum mengganti puasa Ramadan. Apakah boleh?
Jawaban oleh Tim Fatwa IslamWeb, diketuai oleh Syekh Abdullah Faqih Asy-Syinqiti
Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Illah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
“Siapa saja yang berpuasa Ramadan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang tahun,”[HR Muslim].
Di dalam riwayat lain, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seakan-akan ia berpuasa setahun secara sempurna. Dan barangsiapa berbuat satu kebaikan maka ia akan mendapat sepuluh pahala yang semisal,”[HR Ibnu Majah. Al-Albani: Sahih].
Mengganti puasa Ramadan terlebih dahulu adalah lebih disukai karena pahala seperti yang disebutkan di muka adalah untuk siapa saja yang berpuasa penuh di bulan Ramadan, lalu berpuasa enam hari di bulan Syawal. Oleh karena itu, Anda seharusnya mengganti puasa Ramadan terlebih dahulu, lalu puasa enam hari di bulan Syawal.
Mendahulukan puasa enam hari di bulan Syawal daripada mengganti puasa Ramadan adalah perkara yang terus diperdebatkan. Akan tetapi, pendapat yang lebih mendekati benar (rajih) adalah boleh berpuasa enam hari di bulan Syawal dengan menunda mengganti puasa Ramadan.
Hukum tersebut hanya berlaku untuk seseorang yang tidak berpuasa Ramadan karena uzur syar’i.
Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadan tanpa ada uzur syar’i, maka dia harus mengganti puasa Ramadan terlebih dahulu sebelum melakukan puasa sunah. Itu karena orang tersebut telah melanggar batasan-batasan Allah.
Di fatwanya yang lain, Syaikh Abdullah Faqih juga mengatakan bahwa mendahulukan puasa Syawal daripada qadha adalah boleh apabila seseorang tidak puasa di bulan Ramadan karena uzur. Beliau mengutip penjelasan Imam An-Nawawi:
ومذهب مالك وأبي حنيفة والشافعي وأحمد وجماهير السلف والخلف أن قضاء رمضان في حق من أفطر بعذر كحيض وسفر يجب على التراخي، ولا يشترط المبادرة به أول الإمكان
“Mazhab Malik, Abu Hanifah, Asy-Syafii, dan Ahmad, juga jumhur para salaf dan khalaf bahwa qadha Ramadan adalah hak bagi orang yang berbuka puasa (di bulan Ramadan) karena uzur seperti haidh dan safar. Wajib baginya di atas sifat tarakhi (longgar, tidak segera membayar utang puasa setelah Ied, boleh mengakhirkan –pent), tidak disyaratkan untuk memulainya sesegera mungkin.”
Kemudian Syaikh Abdullah Al-Faqih mengatakan:
“Boleh mendahulukan puasa syawal (6 hari) sebelum Qadha Ramadan bagi siapa saja yang berbuka puasa (di bulan Ramadan) karena uzur. Hukumnya boleh, tanpa ada karohah (tanpa ada yang tidak menyukainya). Dan ini adalah pendapat Abu Hanifah, Ahmad dalam riwayat Al-Mardawi di dalam Al-Inshaf. Kalau Asy-Syafiiah dan Malikiyah, mereka berpendapat bahwa jika mendahulukan puasa tathawu sebelum Qadha, hukumnya boleh tetapi dengan karohah (ada yang tidak menyukainya). Tetapi yang rajih (menurut Syaikh Abdullah Al-Faqih) adalah pendapat yang pertama (boleh tanpa ada karohah).”
Fatwa: 88009 & 56492
Sumber: Syabakah Islamiyah
Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an At-Taqwa Sukoharjo)