Pembaca rahimakumullah, berikut adalah artikel tentang adab anak kepada orang tua yang sudah meninggal dunia. Naskah ini diterjemahkan oleh Irfan Nugroho (yang pahalanya juga dihadiahkan untuk ibunya yang meninggal pada 30 Oktober 2023 lalu) dari artikel berbahasa Arab dengan judul “Birrul Walidain ba’da Wafatihima” karya Dr. Mahmud bin Ahmad Ad-Dusari. Teruskan membaca!
Pengantar
Berbakti kepada orang tua adalah salah satu ajaran Islam yang paling penting dan paling agung, serta ketaatan yang paling mulia. Birrul walidain merupakan salah satu kewajiban yang paling wajib, sedangkan durhaka kepada keduanya merupakan salah satu dosa besar yang paling besar, kejahatan yang paling buruk, serta merupakan kerusakan yang paling mengenaskan.
Maka cukuplah kita memahami pentingnya birrul walidain ketika Allah menyandingkan perintah berbakti kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada keduanya, setelah Allah menyebutkan perintah beribadah kepadaNya, sebagaimana firmanNya:
Indonesia: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, (QS An Nisa: 36).
Jawa: Lan sira padha manembaha marang Allah, lan aja nyekuthokake Allah kelawan barang liyane. Lan padha gawea becik (ngabekti) marang wong tuwa loro, (QS An Nisa: 36).
Allah juga menyandingkan perintah bersyukur kepadaNya dengan berterima kasih kepada kedua orang tua, sebagaimana di dalam firmanNya:
Indonesia: Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu, (QS Luqman: 14).
Jawa: sira padha syukura marang Ingsun lan marang wong tuwanira loro. Ing tembe sira bakal bali seba marang ngerasningsun, (QS Luqman: 14).
Banyak manusia yang membicarakan tentang berbakti kepada orang tua ketika mereka masih hidup, tetapi banyak dari mereka yang lalai bahwa berbakti kepada orang tua tetap berlangsung meskipun orang tua sudah meninggal.
Inilah tema kita hari ini, karena ini adalah satu dari kebaikan yang akan sampai kepada orang tua yang sudah meninggal. Apa saja?
Memohonkan ampun untuk keduanya
Di antara teladan di dalam Quran tentang memohonkan ampun bagi orang tua yang sudah meninggal adalah Nuh alaihissalam, ketika beliau berdoa:
Indonesia: Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan, (QS Nuh: 28).
Jawa: Pangeran kawula, Paduka mugi ngapuraha kalepatan kawula saha kalepatanipun tiyang sepuh kawula kekalih, saha dhumateng tiyang ingkang malebet griya kawula utawi, dhateng tiyang mukmin jaler estri, para tiyang kafir punika mugi Paduka tumpes kemawon, (QS Nuh: 28(.
Juga ketika nabi Ibrahim alaihissalam yang berdoa:
Indonesia: Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat), (QS Ibrahim: 41).
Jawa: Dhuh Pangéran kawula, mugi Tuwan aparing pangayomana dhateng kawula, saha dhateng tiyang sepuh kawula tuwin dhateng para angestu ing dinten adeging pétangan, (QS Ibrahim: 41).
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad hasan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Sesungguhnya Allah azza wa jalla mengangkat derajat seorang hamba yang saleh ketika dia di surga.
Kemudian hamba tersebut bertanya:
Ya Rab, dari mana semua ini?
Kemudian dikatakan kepadanya:
Dari anakmu yang memohonkan ampunan untuk dirimu, (Musnad Ahmad: 10610).
Imam Al-Bukhari meriwayatkan di dalam Adabul Mufrad dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang berkata:
Orang yang sudah mati diangkat derajatnya setelah dia meninggal.
Maka orang tersebut bertanya:
Dari mana ini, wahai Tuhan?
Maka dikatakan kepada orang tersebut:
Anakmu, memohonkan ampun (beristighfar) untuk dirimu, (Adabul Mufrad: 36).
Mendoakan Keduanya
Amal kedua, sebagai bentuk adab anak kepada orang tua yang sudah meninggal dunia, adalah mendoakan keduanya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Jika seseorang meninggal dunia, terputus darinya amalannya kecuali tiga, kecuali sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya, (Sahih Muslim: 1631).
Syaikh Mahmud bin Ahmad Ad-Dusari berkata tentang hadis ini:
Hadis ini menjelaskan bahwa amal seseorang yang sudah meninggal dunia akan berhenti seiring dengan kematiannya, tidak ada lagi pahala baru yang sampai kepadanya kecuali tiga hal ini, di antaranya doa anak saleh. Mengapa? Karena orang tua adalah sebab kehadiran anak tersebut di dunia, juga karena orang tua merupakan sebab anak tersebut menjadi saleh, serta orang tua telah menunjukkan anak tersebut kepada jalan hidayah.
Lalu bagaimana contoh doa untuk orang tua? Pertama, bisa dengan doa yang berisi permohonan ampunan, atau doa agar orang tua mendapat kebaikan-kebaikan di alam kubur atau di negeri akhirat, seperti yang termaktub di dalam doa salat jenazah:
ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA’FU ‘ANHU WA ‘AAFIHI WA AKRIM NUZULAHU WA WASSI’ MUDKHALAHU
Ya Allah, Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, maafkanlah dia dan selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya.
WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARADI WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA YUNAQQOTS TSAUBUL ABYADLU MINAD DANASI
Mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran.
WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI WA QIHI ‘ADZABAL QOBRI WA ‘ADZABAN NAARI
Berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka, (Sahih Muslim: 963).
Membayarkan Utang Keduanya
Pembaca rahimakumullah, di antara bakti seorang anak kepada orang tuanya yang sudah meninggal adalah membayarkan utang keduanya. Imam At-Tirmizi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Jiwa seorang mukmin akan senantiasa tergantung akibat utangnya di dunia, sampai utang tersebut dibayarkan atas namanya, (Sunan At-Tirmizi: 1078).
Tambahan Penerjemah:
Makna “muallaqatun” (tergantung) di antaranya:
1 – Terhalang dari mendapat kenikmatan (di alam kubur/akhirat)
2 – Belum jelas keputusan tentang dirinya, apakah akan selamat (dari neraka) atau celaka (masuk neraka)
3 – Dia tidak akan mencapai tujuannya, yaitu masuk surga atau mendapat kedudukan yang tinggi di surga, (Al-Mausuatul Haditsiyah: 74739).
Hadis ini terbatas pada orang yang mampu melunasi utang tersebut, tetapi tidak melunasinya, hingga mati dalam kondisi masih memiliki utang, (Idem).
Hadis ini berisi anjuran agar seorang muslim melunasi utangnya sebelum meninggal dunia, dan jika dia tidak mampu melunasinya, maka yang melunasinya adalah ahli warisnya, dan jika ahli warisnya juga tidak mampu, maka siapa saja dari kalangan kaum muslimin yang mampu hendaknya melunasi utang tersebut, (Idem).
Dalil lain tentang anjuran melunasi utang orang tua yang sudah meninggal adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Terbunuh di jalan Allah (di dalam jihad) akan menghapus semua dosa kecuali utang, (Sahih Muslim: 1886).
Membayarkan Kafarat atas Nama Orang Tua
Di antara adab anak kepada orang tua yang sudah meninggal adalah membayarkan kafarat atas nama orang tua yang sudah meninggal dunia. Kafarat di sini meliputi kafarat sumpah, kafarat membunuh tanpa sengaja, dan yang lainnya.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma yang berkata:
Datang seorang lelaki kepada Nabi ﷺ lalu berkata:
Ya Rasulallah! Ibu saya meninggal dunia dan beliau masih memiliki utang puasa satu bulan. Apakah saya boleh membayarkan utang tersebut atas nama beliau?
Kemudian Rasulullah ﷺ menjawab, “Iya,” dan berkata:
Utang kepada Allah adalah lebih berhak untuk dilunasi, (Sahih Bukhari: 1953).
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari ibunda Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Siapa saja yang meninggal dunia dan memiliki utang puasa, walinya memuasainya, (Sahih Bukhari: 1952. Sahih Muslim: 1147).
Tambahan Penerjemah:
Dalam hal ini ada empat skenario, yaitu:
1 – Jika seseorang mampu mengqadha puasa, kemudian meninggal dunia dan masih memiliki utang puasa, maka walinya, atau kerabatnya – tidak harus ahli waris – memuasai orang tersebut.
2 – Jika tidak ada yang mampu memuasai orang tersebut, maka orang-orang tersebut memberi makan satu orang miskin setiap hari puasa yg belum diqadha oleh jenazah.
3 – Jika orang yang meninggal itu memiliki utang puasa karena sakit yang mengantarkan pada kematiannya, maka wali, ahli waris, atau kerabatnya tidak perlu melakukan apa-apa, (qadha tidak, fidyah juga tidak),
4 – Jika orang yang meninggal itu memiliki utang puasa karena meremehkan dan mengabaikan perintah puasa, juga tidak memiliki uzur, maka walinya tidak perlu melakukan qadha untuk orang tersebut, (Al-Mausuatul Haditsiyah: 3663).
Bersedekah atas Nama Orang Tua
Pembaca rahimakumullah, di antara cara berbakti kepada orang tua yg sudah wafat adalah bersedekah atas nama orang tua. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwa sahabat Sa’ad bin Ubadah Radhiyallahu Anhu berkata kepada Rasulullah:
Ya Rasulullah! Sungguh, ibu saya wafat dan saya waktu itu tidak berada di sisinya. Apakah akan bermanfaat bagi beliau jika saya bersedekah dengan sesuatu atas nama beliau?
Kemudian beliau ﷺ menjawab, “Ya.” Lantas sahabat Sa’ad bin Ubadah berkata:
Maka sungguh, saksikanlah engkau (Ya Rasul), bahwa kebun saya yg berbuah ini saya sedekahkan atas nama beliau, (Sahih Bukhari: 2756).
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah Radhiallahu Anha bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi ﷺ lalu berkata:
Sungguh ibu saya telah meninggal dunia secara mendadak. Saya mengira (karena tahu kebiasaan ibunya) bahwa jika ibu bisa bicara, beliau ingin bersedekah. Apakah saya akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas nama ibu?
Kemudian beliau ﷺ menjawab, “Ya,” (Sahih Muslim: 1004).
Tambahan Penerjemah:
Imam An-Nawawi ketika menjelaskan hadis ini, berkata:
Di hadis ini, bleh sedekah atas nama orang yang sudah meninggal dunia, bahkan hukumnya sunah (mustahab), dan pahalanya akan sampai dan menjadi pahala bagi si mayit, bahkan juga menjadi pahala untuk orang yang bersedekah tadi, dan ini semua adalah berdasarkan ijma kaum muslimin, (Syarah Sahih Muslim: 11/84).
Syaikh Muhammad Amin Al-Harari di dalam Syarah Sunan Ibnu Majah Li Harari berkata ketika menjelaskan jawaban Nabi ﷺ atas pertanyaan, “Apakah saya juga mendapat pahala dari sedekah atas nama ibu?”:
Bagimu dan bagi beliau (ibu yg sudah meninggal) pahala sedekah, yakni, beliau mendapat pahala sedekah, dan kamu juga mendapat pahala dari sedekah atas nama beliau.
Syaikh bin Baaz Rahimahullah berkata:
Orang yang bersedekah (atas nama orang tuanya) semoga mendapat pahala yang semisal dengan yang sampai kepada mayit.
Syaikh Abdullah Al-Faqih dari Asy-Syabakah Al-Islamiyah berkata:
Sekelompok ulama berpendapat bahwa pahala sedekah ini (yang diniatkan untuk orang tua yang sudah meninggal), atau pahala amal lain, niat tersebut tidak mengurangi pahalanya sama sekali, (Fatwa No: 449344).
Di fatwanya yang lain (No. 185985), Syaikh Abdullah Al-Faqih berkata:
Sedekah atas nama orang yang sudah meninggal, diharapkan bisa memberi manfaat (pahala) untuk orang yang sudah meninggal dan orang yang mengeluarkan sedekah, (Fatwa No: 185985).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid berkata:
الصدقة عن الميت تنفعه ويصل ثوابها إليه بإجماع المسلمين. وكذلك ينال المتصدِّقُ الأجرَ على هذه الصدقة.
Sedekah atas nama orang yang sudah meninggal dunia bisa memberi manfaat (pahala) bagi si mayit dan sampai pahalanya kepadanya, berdasarkan ijma kaum muslimin. Pun demikian, orang yang mengeluarkan sedekah (atas nama orang yang sudah meninggal), dia akan mendapat pahala dari sedekah tersebut, (Fatwa No: 219751).
Menyambung Silaturahim dengan Saudara Orang Tua
Di antara bakti anak kepada orang tua yang sudah meninggal dunia adalah:
Menyambung silaturahim dengan saudara orang tua.
Abu Ya’la meriwayatkan dari Abu Burdah Radhiyallahu Anhu yang berkata:
Saya datang ke Madinah, lalu Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma mendatangi saya dan berkata:
Tahukah Anda mengapa saya mendatangi Anda?
Abu Burdah menjawab tidak. Lalu Ibnu Umar berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda:
Siapa yang ingin menyambung hubungan dengan ayahnya yang sudah di kubur (yang sudah wafat), hendaknya dia menyambung silaturahim dengan saudara ayahnya setelah ayahnya tadi mangkat, (Abu Ya’la: 5669. Ibnu Hiban: 432).
Memuliakan Teman Orang Tua
Di antara adab seorang anak kepada orang tuanya yang sudah meninggal adalah:
Memuliakan sahabat orang tua setelah orang tua meninggal dunia
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa Nabi SAW bersabda:
Sungguh, di antara bentuk bakti yang paling baik kepada orang tua yang sudah meninggal adalah menyambung ukhuwah dengan orang dekat atau sahabat orang tua, (Sunan Abu Dawud: 5143).
Bersambung…
Diterjemahkan oleh Irfan Nugroho, yang ibunya meninggal pada 30 Oktober 2023 lalu. Semoga Allah mengampuni ibu kami dan menerima seluruh kebaikan ibu kami. Aamiin