Adab

Sahihul Adab: Adab Safar atau Bepergian di dalam Islam

Pembaca rahimakumullah, berikut adalah adab safar atau bepergian yang kami terjemahkan dari kitab Sahihul Adab Al-Islamiyah karya Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahullah. Semoga bermanfaat, teruskan membaca!

آدَابُ السَّفَرِ فِي الْإِسْلَامِ

Adab Safar di dalam Islam

الِاسْتِخَارَةُ

Istikharah

Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Anhuma yang berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ

Dulu Rasulullah ﷺ mengajari kami salat istikharah dalam setiap urusan yang kami hadapi, sebagaimana beliau mengajari kami Al-Quran. Beliau bersabda:

إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ

Jika salah seorang dari kalian menghadapi masalah, rukuklah dengan dua kali rukuk, tetapi bukan salat wajib, lalu hendaknya dia berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ

Ya Allah, hamba memohon pilihan kepadaMu dengan ilmuMu, dan memohon kemampuan dengan kekuasaanMu.

وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ

Hamba meminta kepadaMu karuniaMu yang agung, karena Engkau mampu sedang saya tidak mampu, Engkau tahu dan saya tidak tahu, karena Engkau Maha Mengetahui yang gaib.

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ

Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini. Atau Beliau bersabda: Di waktu dekat atau di masa nanti maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya

وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي

Namun sebaliknya, ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini. Atau Beliau bersabda: Di waktu dekat atau di masa nanti maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya dan tetapkanlah buatku urusan yang baik saja dimanapun adanya kemudian paskanlah hatiku dengan ketetapanMu itu), (Sahih Bukhari: 1166).

PELAJARAN:

1 – Tingginya semangat Nabi ﷺ dalam mengajari para sahabat tentang tawakal kepada Allah di segala urusan.

2 – Disyariatkannya tawasul dengan sifat Allah azza wa jalla.

3 – Penetapan sifat Al-Ilmu dan Al-Qudrah pada Allah ta’ala.

4 – Agungnya Ilmu Allah di semua urusan.

5 – Tidak satu orang pun yang tahu tentang hal-hal yang gaib kecuali Allah azza wa jalla.

6 – Di antara sifat Ibadullah adalah bahwa mereka bertawakal kepada Allah di seluruh urusan.

7 – Disyariatkannya istikharah dalam seluruh urusan dunia.

8 – Dalam urusan akhirat, tidak ada hajat lain kecuali Istikharah.

9 – Orang beriman akan selalu berdoa kepada Allah agar Allah memudahkannya di seluruh urusannya.

كِتَابَةُ الْوَصِيَّةِ

Menulis Wasiat

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ

Tidak boleh bagi seorang muslim yang menginap dua malam sedang dia memiliki sesuatu yang diwasiatkan kecuali hendaknya dia menuliskan wasiat tersebut dan membawa bersamanya, (Sahih Bukhari: 2738).

Faidah lain dari hadis ini bisa dibaca di sini.

الْأَفْضَلُ أَلَّا يُسَافِرَ وَحْدَهُ

Yang Afdal tidak Safar Sendirian

Imam At-Tirmizi meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi ﷺ bersabda:

الرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ وَالثَّلَاثَةُ رَكْبٌ

“Orang yang berkendara sendirian itu ditemani satu setan. Orang yang berkendara berduaan ditemani dua setan. Orang yang berkendara tiga orang, itulah orang yang (selamat dari gangguan setan selama) berkendara (ketika safar),” (Sunan Abu Dawud: 2607. Jami At-Tirmizi: 1673. At-Tirmidzi: Hasan Sahih).

PENJELASAN:

1 – Bepergian seorang diri adalah satu dari sekian perbuatan setan, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 117685)

2 – Bepergian seorang diri membuat seseorang mudah berlaku tamak, (Idem),

3 – Jika seseorang pergi sendirian kemudian meninggal dunia, tidak ada orang yang mengafaninya, memandikannya, dan mengurus jenazahnya, (Idem),

BACA JUGA:  12 Adab Minum dalam Islam

4 – Setan selalu beruaha membisikkan keburukan pada orang yang sendirian atau sedang berduaan, (Idem),

5 – Safar dengan lebih banyak teman bisa menjadikan perjalanan lebih ringan dan mudah, (Idem).

اخْتِيَارُ الرَّفِيقِ الصَّالِحِ فِي السَّفَرِ

Memilih Teman yang Saleh dalam Perjalanan

Imam At-Tirmizi meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ

Jangan bersahabat kecuali dengan orang beriman, dan jangan ada yang memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa, (Sunan At-Tirmizi: 2395).

PELAJARAN:

1 – Berteman Dengan orang beriman akan menunjukkan kita kepada iman, hidayah, dan kebaikan, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 29472),

2 – Berteman dengan orang yang tidak beriman bisa membahayakan kita, (Idem),

3 – Orang yang bertakwa maksudnya orang yang warak (hati-hati), (Idem),

4 – Anjuran untuk tidak mengundang makan atau datang ke rumah kita orang-orang yang tidak bertakwa, (Idem),

5 – Orang yang bertakwa akan semakin kuat melakukan ketaatan dengan makanan yang Anda beri, (Idem),

6 – Jika orang bertakwa ke rumah kita, dia tidak akan melihat aurat kita atau kekurangan di rumah kita, atau jika mereka melihat kekurangan di rumah kita, dia akan menutupinya, (Idem),

7 – Memberi makan akan menimbulkan rasa kasih sayang dan keakraban, maka hendaknya itu untuk orang yang saleh dan beriman, (Idem).

أَنْ يَسْتَوْدِعَ اللَّهَ أَهْلَهُ وَجِيرَانَهُ وَأَصْحَابَهُ

Menitipkan Keluarga, Tetangga, dan Sahabat kepada Allah

Imam At-Tirmizi meriwayatkan dengan sanad yang hasan sahih dari Abdullah bin Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhuma berkata kepada seseorang yang hendak safar:

ادْنُ مِنِّي أُوَدِّعْكَ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوَدِّعُنَا

Mendekatlah kepadaku. Akan aku iringi kepergianmu sebagaimana Rasulullah ﷺ mengiringi kepergian kami:

أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ

Latin: Astaudi’ullaha diinaka wa amaanataka wa khawatima ‘amalika

Arti: Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanatmu, dan akhir dari amalanmu, (Sunan At-Tirmizi: 3433).

PELAJARAN:

1 – Astaudi’ullaha artinya saya meminta kepada Allah azza wa jalla supaya Allah memberi penjagaan kepadamu (dalam hal agama, amanat, dan penghujung amal), (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 120326),

2 – Khawatima ‘amalika maksudnya semoga Allah menjaga penghujung amalmu, sehingga kamu akan senantiasa diberi hidayah untuk meningkatkan amal kebaikanmu, sehingga jika kamu meninggal dunia, kamu meninggal di atas iman dan amal saleh, (Idem).

أَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ تَعَالَى بِدُعَاءِ السَّفَرِ

Berdoa kepada Allah dengan Doa Safar

Imam Muslim meriwayatkan di dalam Sahih-nya dari Abdullah bin Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhuma bahwa Nabi ﷺ apabila menaiki kendaraan, beliau akan bertakbir tiga kali lalu mengucapkan:

سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

Latin: Subhanalladzi sakhkhara lanaa hadzaa wamaa kunnaa lahu muqriniina wa innaa ila Rabbinaa lamungqalibuun

Arti: Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat), (QS Az-Zukhruf: 13-14).

Kemudian beliau mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنْ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ

Latin: Allahumma Innaa Nasaluka Fi Safarinaa Hadzal Birra Wat Taqwa Wa Minal ‘Amali Maa Tardla Allahumma Hawwin ‘Alainaa Safaranaa Hadza Wathwi ‘Annaa Bu’dahu Allahumma Antash Shaahibu Fis Safari Wal Khaliifatu Fil Ahli

Arti: Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang Engkau ridloi. Ya Allah, permudahkanlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam bepergian dan mengurusi keluarga, (Sahih Muslim: 1342).

خَيْرُ الزَّادِ التَّقْوَى

Sebaik-baik Bekal adalah Takwa

Imam At-Tirmizi meriwayatkan dengan sanad yang Hasan Garib, dan disahihkan oleh Al-Albani, dari Anas Radhiyallahu Anhu yang berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ

Seseorang datang kepada Nabi ﷺ lalu berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ سَفَرًا فَزَوِّدْنِي

Ya Rasulullah, saya akan safar. Tolong beri saya bekal.

Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda:

زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى

Latin: Zawwadakallahu at-taqwa.

Arti: Semoga Allah membekalimu dengan ketakwaan.

Kemudian pria itu berkata lagi, “Tambah lagi.” Lantas Rasulullah ﷺ bersabda:

وَغَفَرَ ذَنْبَكَ

Arti: Wa gafara dzanbaka

Latin: Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu.

Kemudian pria itu berkata lagi, “Tambah lagi. Demi ayah dan ibuku.” Lantas Rasulullah ﷺ bersabda:

وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ

Latin: Wa yassara lakal khaira haitsumaa kunta

Arti: Semoga Allah memudahkan urusanmu yang baik-baik, di mana pun kamu berada, (Sunan At-Tirmizi: 3444).

BACA JUGA:  Hadits Mengusir Orang Duduk dari Majelis

PENJELASAN:

1 – Zawwadakallahu at-taqwa maksudnya,”Semoga Allah memberikan pada dirimu ketakwaaan, sehingga bisa melakukan berbagai ketaatan dan menjauhi berbagai kemaksiatan,” (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 35314),

2 – Inilah sebaik-baik bekal, (Idem),

3 – Ada pula yang memaknainya dengan, “Semoga Allah merezekikan kepadamu rasa cukup dari makhluk,”(Idem).

Faidah lain hadis ini bisa dibaca di sini.

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ لِلسَّفَرِ يَوْمَ الْخَمِيسِ

Nabi ﷺ Suka Safar di Hari Kamis

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu Anhu yang berkata:

لَقَلَّمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ إِذَا خَرَجَ فِي سَفَرٍ إِلَّا يَوْمَ الْخَمِيسِ

Sungguh, sedikit sekali apabila Rasulullah ﷺ keluar untuk safar melainkan beliau melakukannya di hari Kamis, (Sahih Bukhari: 2949).

PENJELASAN:

1 – Maksudnya, safarnya Nabi ﷺ di hari selain Kamis begitu jarang, (Al-La-ali Al-Bahiyyatu),

2 – Disukainya melakukan perjalanan di hari Kamis, (Idem),

3 – Tiap-tiap hari memiliki keutamaan yang berbeda-beda, (Idem).

إِذَا كَانُوا جَمَاعَةً أَنْ يُؤَمِرُوا أَحَدَهُمْ

Jika Safar Berjamaah, Salah Satunya Menjadi Pemimpin

Imam Abu Dawud meriwayatkan, dan disahihkan oleh Al-Albani, dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ

Jika tiga orang keluar dalam suatu safar, hendaknya mereka dimpin oleh salah satu dari mereka, (Sunan Abu Dawud: 2608).

PENJELASAN

1 – Apa di antaranya fungsi pemimpin? Tertulis di dalam Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah (30670), “Untuk mengambil keputusan setelah bermusyawarah dengan anggotanya.”

2 – Hadis ini berisi perintah untuk meminimalkan perbedaan dan berupaya untuk menyatukan kata semaksimal mungkin, (Idem).

3 – Kepemimpinan seseorang di dalam safar berakhir ketika safar tersebut selesai, (Mausuatu Ahadisin Nabawiyah: 5970). Maka hendaknya suatu masa kepemimpinan itu dibatasi periodenya, supaya terjadi rotasi dan meminimalkan potensi kezaliman.

4 – Perintah untuk memperhatikan kebaikan peserta safar, dan sebisa mungkin meminimalkan bahaya bagi mereka, (Idem).

5 – Wajib untuk taat kepada pemimpin safar terkait kebaikan safar, (Idem).

اَلتَّكْبِيرُ إِذَا صَعِدَ عُلُوًّا وَالتَّسْبِيحُ إِذَا نَزَلَ

Takbir di Jalan Menanjak, Tasbih di Jalan Menurun

Imam Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad hasan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma yang berkata:

وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجُيُوشُهُ إِذَا عَلَوْا الثَّنَايَا كَبَّرُوا وَإِذَا هَبَطُوا سَبَّحُوا

Dahulu Nabi ﷺ dan para prajuritnya apabila (melewati) jalan menanjak di pegunungan, mereka bertakbir, dan apabila turun, mereka bertasbih, (Sunan Abu Dawud: 2599).

PENJELASAN

1 – (الثَّنَايَا) artinya مَمَرٌّ جَبَلِيّ jalan di pegunungan, (Al-Maany).

2 – Hikmah mengucapkan takbir ketika naik adalah:

  • Allah jauh lebih besar dari apa pun yang besar,
  • Allah jauh lebih tinggi dari apa pun yang tinggi,
  • Setiap menaiki temat yang tinggi, seolah-olah kita mengakui kebesaran Allah, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 141288).

3 – Hikmah mengucapkan tasbih ketika turun adalah:

  • Alah itu Maha Tinggi, Maha Besar,
  • Mengucapkan tasbih adalah wujud kita menyucikan Alah dari segala macam sifat yang rendah/turun, (Idem).

4 – Hukumnya mustahab untuk bertakbir ketika menanjak, dan bertasbih ketika menurun, (Mausuatul Ahadisin Nabawiyah: 6206).

5 – Hukumnya mustahab untuk senantiasa berzikir di segala keadaan, (Idem).

دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ مِنْ اَلدَّعَوَاتِ اَلْمُسْتَجَابَةِ

Doa Musafir Termasuk Doa Mustajab

Imam At-Tirmizi meriwayatkan – dan beliau menghasankannya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

Ada tiga doa yang mustajab, tidak diragukan kemustajabannya; 1) Doa korban kezaliman, 2) Doa musafir, dan 3) Doa orang tua untuk keburukan anaknya, (Sunan At-Tirmizi: 1905).

PENJELASAN

1 – Doa korban kezaliman yang dikabulkan adalah doa korban kezaliman terhadap orang yang menzaliminya, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 70620).

2 – Doa musafir adalah doa orang yang sedang dalam perjalanan, bukan ketika dia sudah kembali pulang, dan ini dengan syarat bahwa safarnya bukan untuk sesuatu yang haram, (Idem).

3 – Doa orang tua untuk keburukan anaknya, yaitu apabila sang anak berlaku durhaka atau berlaku zalim terhadap orang tuanya, (Idem).

4 – Hadis ini berisi anjuran untuk memperbanyak doa ketika safar, (Idem).

5 – Hadis ini berisi peringatan supaya tidak berlaku zalim atau durhaka, (Idem).

إِذَا نَزَلَ بَلَدًا اسْتَعَاذَ بِاَللَّهِ مِنْ شَرِّهَا

Jika Sampai di Suatu Tempat, Meminta Perlindungan kepada Allah

Imam Muslim meriwayatkan dari Khaulah binti Hakim As-Sulamiyah Radhiyallahu Anha yang mengatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا نَزَلَ أَحَدُكُمْ مَنْزِلًا فَلْيَقُلْ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ فَإِنَّهُ لَا يَضُرُّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْهُ

Apabila salah seorang dari kalian sampai di suatu tempat, lalu dia mengucapkan, “A’udzi bikalimaatillahit tammaati mingsyarri maa khalaq,” (Aku berlindung kepada Kalimat Allah yang sempurna dari keburukan ciptaanNya), niscaya tidak akan ada sesuatu pun yang membahayakan dirinya sampai dia pergi dari tempat tersebut, (Sahih Muslim: 2708).

BACA JUGA:  Dalil Ziarah Kubur Syuhada Uhud dan Makam Baqi'

PENJELASAN

1 – “Kalimat Allah yang sempurna” bisa dimaknai ke dalam beberapa makna:

  • Kalimat atau kata Allah itu sendiri,
  • Asma dan Sifat Allah,
  • Al-Quran,
  • Apa pun yang Allah turunkan kepada para nabiNya, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 20532).

2 – “Ming syarri maa khalaq” maksudnya, “Hewan atau binatang buas yang bisa menyebabkan bahaya atau kerusakan,” (Idem).

3 – Hadis ini berisi anjuran untuk berzikir di seluruh waktu dan tempat (kecuali kamar mandi/kakus) karena ia adalah wujud ikhtiar meminta perlindungan dari Allah ta’ala, (Idem).

4 – Doa ini menggantikan kebiasaan orang jahiliyah yang apabila tiba di suatu tempat, mereka meminta perlindungan kepada jin atau setan penunggu tempat tersebut, (Idem).

5 – Hadis ini menunjukkan besarnya semangat nabi ﷺ dalam memberi pelajaran kepada umatnya tentang apa saja yang bisa sebab keselamatan bagi mereka, (Idem).

أَنْ لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ مَحْرَمٍ

Wanita tidak Safar kecuali Bersama Mahram

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ bersabda:

وَلَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

Wanita tidak boleh safar kecuali bersama mahramnya, (Sahih Bukhari: 1862. Sahih Muslim:1341).

PENJELASAN

1 – Mahram bagi seorang perempuan adalah siapa saja yang haram menikahi dia selamanya karena alasan yang mubah, seperti ayah, anak, anak laki-laki dari saudara laki-laki, anak laki-laki dari saudara perempuan, paman dari ayah, paman dari ibu, dan yang lainya, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 76155).

2 – Kegiatan apa saja yang pantas disebut safar, maka wanita dilarang melakukannya kecuali harus bersama suami atau mahramnya, (Idem).

3 – Penerapan kaidah mencegah keburukan lebih diutamakan daripada mengejar kebaikan, (Idem).

4 – Suami yang harus menemani istrinya pergi haji lebih diutamakan daripada sang suami pergi berjihad (berperang) jika jihadnya dalam kondisi fardu kifayah, (Idem).

5 – Sesuatu yang lebih penting harus diutamakan daripada sesuatu yang pentingnya standar, (Idem).

6 – Pemimpin hendaknya memperhatikan maslahat rakyatnya, (Idem).

أَنْ يَتَعَلَّمَ فِقْهَ السَّفَرِ وَمَا فِيهِ مِنْ رُخْصٍ فِي الْعِبَادَاتِ

Mempelajari Fikih Safar dan Keringanan ketika

قَصر الصلاة:

Qasar Salat

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu, (QS An-Nisa: 101).

Musafir boleh mengqasar salat yang berjumlah empat rekaat dengan lima syarat:

1) Safarnya bukan untuk maksiat,

2) Jarak safarnya 16 farsakh (±83 km), tidak termasuk jarak pulang,

3) Niat qasar salat empat rekaat ketika takbiratul ihram,

4) Qasar ditunaikan untuk salat yang empat rekaat,

5) Berniat qasar ketika takbiratul ihram.

المسح على الخفين

Mengusap Khuf

Imam Muslim meriwayatkan di dalam Sahih-nya dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu yang berkata:

جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ

Rasulullah menjadikan (keabsahan mengusap khuf itu) tiga hari dan tiga malam bagi musafir, dan hanya satu hari bagi orang yang mukim, (Sahih Muslim: 276).

PENJELASAN

1 – Apabila seseorang dalam perjalanan, dia boleh mengusap khuf dengan air ketika wudu selama tiga hari dan tiga malam, (Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah: 124502).

2 – Apabila seseorang dalam kondisi mukim, dia boleh mengusap khuf dengan air ketika wudu, tanpa harus melepasnya, selama satu hari dan satu malam, (Idem).

3 – Syarat kebolehan mengusap khuf adalah seseorang memakai khuf dalam kondisi suci, (Idem).

4 – Tertulis di dalam Matan Al-Gayah wat Taqrib:

Mengusap sepasang khuf boleh dengan tiga syarat:

1) Mulai memakainya setelah bersuci secara sempurna,

2) Sepasang khuf ini menutupi bagian kaki yang wajib dibasuh,

3) Sepasang khuf ini dapat dipakai berjalan berturut-turut.

التَّيَمُّمُ عِنْدَ فَقْدِ الْمَاءِ

Tayamum jika tidak ada Air

Allah ta’ala berfirman:

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ

Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu, (QS An-Nisa: 43).

Tertulis di dalam Matan Al-Gayah wat Taqrib:

Syarat tayamum ada lima perkara:

1) Adanya uzur safar atau sakit,

2) Masuk waktu salat,

3) Tidak mampu menggunakan air,

4) Membutuhkan air setelah mencarinya,

5) Debu yang bersih yang memiliki serbuk debu.

Rukun atau wajib tayamum ada empat:

1) Niat,

2) Mengusap wajah,

3) Mengusap dua tangan hingga siku,

4) Berurutan.

الْفِطْرُ فِي السَّفَرِ

Berbuka ketika Safar

Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain, (QS Al-Baqarah: 185). Wallahua’lam

Karangasem, 17 Oktober 2024

Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan menempatkan ibunya di surga. Amin)

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button