Fikih Dorar Saniyah: Tata Cara Sholat Dhuha 2 dan 4 Rakaat
Pembaca rahimakumullah, berikut adalah artikel tentang tata cara sholat dhuha 2 dan 4 rakaat yang kami terjemahkan dari Mausuatul Fikhiyah Dorar Saniyah. Semoga bermanfaat. Teruskan membaca!
ARTI SHOLAT DHUHA
Apa arti sholat dhuha? Tertulis di dalam Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah tentang arti shalat dhuha adalah:
Sholat Dhuha adalah salat yang dilakukan di waktu Dhuha, yaitu awal siang.[1]
HUKUM SHOLAT DHUHA
Apa hukum sholat dhuha? Tertulis di dalam Mausuatul Haditsiyah Dorar Saniyah tentang hukum salat duha:
Sholat Dhuha hukumnya mustahab (sunah/disukai). Dan ini adalah kesepakatan empat mazhab fikih: Al-Hanafiyah,[2] Al-Malikiyah,[3] Asy-Syafiiah,[4] dan Al-Hanabilah.[5]
DALIL DARI SUNAH
Apa dalil sholat dhuha? Berikut adalah dalil salat dhuha:
Dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
Setiap pagi dari persendian masing-masing kalian ada sedekahnya, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap amar ma’ruf nahyi mungkar sedekah, dan semuanya itu tercukupi dengan 2 rakaat sholat dhuha, (Sahih Muslim: 720).
Dari Abu Darda Radhiyallahu Anhu yang berkata:
Kekasihku ﷺ mewasiatkan kepadaku untuk melakukan tiga hal, yaitu agar aku tidak meninggalkan selama hidupku, puasa tiga hari tiap bulan, shalat dhuha dan tidak tidur sebelum shalat witir, (Sahih Muslim: 722).
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang berkata:
Sahabat akrabku ﷺ mewasiatkan kepadaku untuk melakukan tiga hal, puasa tiga hari tiap bulan, dua rakaat dhuha, dan melakukan shalat witir sebelum tidur, (Sahih Muslim: 721).
Dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat dhuha sebanyak empat rakaat, dan terkadang beliau menambah sekehendak Allah, (Sahih Muslim: 719).
Dari Zaid bin Arqam Radhiyallahu Anhu yang berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berangkat menemui penduduk Quba’ ketika mereka tengah mengerjakan shalat, lalu beliau bersabda:
“Shalat awwabin (orang yang bertaubat) dikerjakan ketika anak unta mulai beranjak karena kepanasan, (Sahih Muslim: 748).
SHALAT ISYRAQ
Apa itu shalat Isyraq? Tertulis di dalam Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah:
Salat Isyraq adalah salat dhuha di awal waktu. Dan ini adalah pendapat yang dipilih At-Tibi,[6] Ibnu Hajar Al-Haitami,[7] Ar-Ramli,[8] Ibnu Baz,[9] dan Ibnu Utsaimin.[10]
WAKTU SHOLAT DHUHA
Kapan waktu sholat dhuha? Tertulis di dalam Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah:
Waktu salat dhuha dimulai setelah matahari setinggi tombak, sampai matahari tegak sebelum tergelincir. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan merupakan salah satu pendapat Asy-Syafiiah.
Dari Amru bin Abasah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya:
Lakukan salat subuh. Lalu jangan salat sampai matahari terbit hingga meninggi karena matahari terbit di antara dua tanduk setan, dan pada waktu orang-orang kafir sujud kepada matahari. Kemudian (jika sudah lewat waktu itu) shalatlah, karena shalat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri (oleh para malaikat), sampai bayangan setinggi tombak (Sahih Muslim: 832).
WAKTU AFDAL SHOLAT DHUHA
Kapan waktu yang afdhal untuk salat duha? Tertulis di dalam Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah:
Pelaksanaan salat dua yang afdal adalah ketika sinar matahari sudah semakin terang dan semakin panas. Dan ini adalah mahzab jumhur, yaitu Hanafiyah, Syafiiah, dan Hanabilah.
Dari Zaid bin Arqam Radhiyallahu Anhu yang berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berangkat menemui penduduk Quba’ ketika mereka tengah mengerjakan shalat, lalu beliau bersabda:
“Shalat awwabin (orang yang bertaubat) dikerjakan ketika anak unta mulai beranjak karena kepanasan, (Sahih Muslim: 748).
RAKAAT MINIMAL SHALAT DHUHA
Berapa jumlah minimal rakaat shalat dhuha? Tertulis di dalam Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah:
Minimal shalat dhuha adalah 2 (dua) rakaat. Dan ini adalah kesepakatan empat mazhab fiqih, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiah, dan Hanabilah.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang berkata:
Sahabat akrabku ﷺ mewasiatkan kepadaku untuk melakukan tiga hal, puasa tiga hari tiap bulan, dua rakaat dhuha, dan melakukan shalat witir sebelum tidur, (Sahih Muslim: 721).
Dari Abu Dzar Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
Setiap pagi dari persendian masing-masing kalian ada sedekahnya, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap amar ma’ruf nahyi mungkar sedekah, dan semuanya itu tercukupi dengan 2 rakaat sholat dhuha, (Sahih Muslim: 720).
PENJELASAN
Tidak ada nukilan bahwa Nabi ﷺ melakukan salat duha kurang dari dua rakaat.
Dua rakaat adalah jumlah minimal yang disyariatkan dalam berbagai salat selain salat witir. Tidak disunahkan bagi seseorang untuk melakukan salat tatawu (sunah) dengan satu rakaat kecuali salat witir.
RAKAAT MAKSIMAL SHOLAT DHUHA
Berapa jumlah maksimal rakaat sholat dhuha? Tertulis di dalam Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah:
Para ulama terpecah menjadi banak kubu tentang jumlah maksimal rakaat sholat dhuha, yang paling kuat adalah dua pendapat:
Pendapat pertama, bahwa jumlah maksimal rakaat sholat dhuha adalah delapan (8) rakaat, dan ini adalah mazhab Jumhur yaitu Malikiyah,[11] Hanabilah,[12] dan pendapat yang mu’tamad di dalam Syafiiah.[13]
Dalilnya adalah hadis Ummu Hani Radhiyallahu Anha yang berkata:
Rasulullah ﷺ pernah shalat delapan raka’at di rumahnya, yaitu ketika penaklukan kota Makkah dengan menyelempangkan kedua ujung kainnya, (Sahih Muslim: 336). Di dalam riwayat Imam Bukhari di dalam Sahih-nya No. 1103 terdapat keterangan bahwa Nabi ﷺ kala itu melakukan salat duha.
PENJELASAN
Ini adalah riwayat yang menunjukkan jumlah rakaat terbanyak yang pernah dilakukan Nabi ﷺ. Ingat, prinsip dalam ibadalah At-Tauqif (ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ berdasarkan wahyu dari Allah). Selesai penjelasan.
Pendapat kedua menyatakan bahwa tidak ada batasan dalam jumlah maksimal rakaat salat duha. Dan ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir At-Tabari, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin.
Dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat dhuha sebanyak empat rakaat, dan terkadang beliau menambah sekehendak Allah, (Sahih Muslim: 719).
Dari Amru bin Abasah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya:
Lakukan salat subuh. Lalu jangan salat sampai matahari terbit hingga meninggi karena matahari terbit di antara dua tanduk setan, dan pada waktu orang-orang kafir sujud kepada matahari. Kemudian (jika sudah lewat waktu itu) shalatlah, karena shalat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri (oleh para malaikat), sampai bayangan setinggi tombak (Sahih Muslim: 832).
PENJElASAN
Di hadis ini terlihat bahwa salat dhuha tidak ada batas jumlah maksimal rakaatnya, karena ada ungkapan, “Lalu salatlah,” dan tidak disebutkan jumlahnya.
PENUTUP
Demikian artikel tentang tata cara sholat dhuha yang kami terjemahkan dari kitab Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah. Semoga bermanfaat. Baarakallahu fiikum
Karangasem, 7 Agustus 20024
Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan menempatkan ibunya di surga. Amin)
CATATAN KAKI
[1] Hasiyah Al-Bujairimi ala Syarhi Al-Khatib: 1/419
[2] Al-Bahrur Raiq li Ibni Najim: 2/55 dan Tabyinul Haqaiq li Al-Zayla’i: 1/173
[3] Mawahibul Jalil lil Khattab: 2/372
[4] Syafiiah berpendapat bahwa Salat Duha hukumnya Sunah Muakadah. An-Nawawi berkata, “Berkata para sahabat kami bahwa salat duha hukumnya sunah muakadah,” (Al-Majmu: 4/36).
[5] Syarhu Muntaha Al-Iradat lil Buhuti: 1/249. Al-Mardawi berkata, “Yang sahih menurut mahzab adalah bahwa tidak disunahkan untuk terus-menerus melakukannya, tetapi sifatnya kadang-kadang saja,” (Al-Insaf: 2/136).
[6] At-Tibi berkata, “Ia adalah salat yang disebut dengan Al-Isyraq. Ia adalah awal waktu dhuha,” (Mirqatul Mafatih lil Qari: 2/770).
[7] Al-Fatwa Al-Fiqhiyah Al-Kubra: 1/188
[8] Ar-Ramli berkata, “Yang mu’tamad adalah bahwa salat isyraq itu salat duha,” (Fatawa Ar-Ramli: 1/220).
[9] Ibnu Baz berkata, “Salat Isyraq adalah salat dhuha di awal waktunya,” (Majmu Fatawa Ibni Baz: 11/389).
[10] Majmu Fatawa wa Rasail Al-Utsaimin: 14/305.
[11] Mawahibul Jalil lil Khattab: 2/372
[12] Al-Insaf lil Mardawi: 2/135
[13] Al-Majmu lin Nawawi: 4/36, juga Nihayatul Muhtaj lil Ramli: 2/117.